2016, Dunia Usaha Harus Lebih Optimistis
[caption id="attachment_93536" align="aligncenter" width="100%"] Tampilan papan bursa saham saat pembukaan perdana tahun 2016 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (4/1/2015). Presiden meminta pelaku usaha optimis menghadapi perekonomian 2016.--Foto: Imam Husein/Jawa Pos[/caption] OPTIMISME tinggi menjadi kunci bagi dunia usaha untuk memenangi persaingan bisnis pada 2016. Di pasar modal, sikap positif tersebut masih mendapat tantangan dari anjloknya bursa saham dunia pada perdagangan perdana tahun ini. Pasar saham Indonesia dibuka resmi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) kemarin (4/1). Indeks harga saham gabungan (IHSG) dibuka turun 0,37 persen ke level 4.575,960 dan setelah itu terus melaju di zona merah sepanjang hari. IHSG pada hari perdana akhirnya ditutup turun 67,089 poin (1,461 persen) ke level 4.525,919 dan indeks LQ45 turun 9,83 poin (1,24 persen) ke level 782,20. Investor asing melakukan pembelian bersih (foreign net buy) sebesar Rp 84,2 miliar. Penurunan IHSG tidak terlepas dari negatifnya pengaruh bursa saham global. Terutama bursa saham Tiongkok (indeks Composite Shanghai) yang sempat dihentikan perdagangannya karena ambruk hampir 7 persen atau 6,86 persen di level 3.296,26. Perekonomian Tiongkok diperkirakan kembali melambat dan aktivitas pabrik berkurang sehingga membawa sentimen negatif. Indeks Nikkei 225 (Jepang) anjlok 3,06 persen, indeks Hang Seng (Hong Kong) tergerus 2,68 persen, dan indeks Straits Times (Singapura) turun 1,62 persen. Jokowi mengatakan, menghadapi 2016 ini, pemerintah dan masyarakat harus lebih optimistis daripada di 2015. Apalagi, terang dia, segala keraguan pada tahun lalu tidak terbukti setelah data realisasi capaian sepanjang tahun lebih dari 80 persen. "Banyak orang yang ragu-ragu mengenai realisasi APBN. Itu setiap hari Bapak-Ibu bisa tanya Kemenko Perekonomian, menteri keuangan, setiap hari. Setiap pagi pasti saya cek, saya kontrol, penerimaannya seperti apa. Karena kan Bapak-Ibu banyak yang meragukan itu. Pajaknya paling-paling cuma 70 persen. Realisasi paling-paling di bawah 80 persen," ungkapnya. Jokowi kemudian memaparkan data bahwa pendapatan negara mencapai 84,7 persen atau sebesar Rp 1.491 triliun. Penerimaan pajak mencapai 83 persen atau Rp 1.235,8 triliun dan penerimaan nonpajak mencapai 93,8 persen atau Rp 252,4 triliun. "Plus penerimaan hibah Rp 63 triliun. Artinya apa? Apa yang kita takutkan tidak terjadi," tegasnya bangga. Meraihnya memang tidak bisa dilakukan dengan bekerja biasa-biasa saja. Kalau kerja biasa-biasa saja, terang Jokowi, hasilnya memang akan jauh dari target. "Saya meyakini, saat keadaan sulit memang kesempatan untuk merombak total tatanan-tatanan yang menghambat kita. Dan itu yang akan terus kita lakukan sehingga saya yakin perbaikan ekonomi bakal lebih baik," tandasnya. Serapan belanja negara disebutnya mencapai 91,2 persen atau Rp 1.810 triliun atau sesuai dengan perkiraannya di awal, antara 92 persen sampai 93 persen. "Meleset sedikit tidak apa-apa. Jangan berpikir ini angka yang main-main. Penerimaan itu bukan sesuatu yang kecil dan di tengah perlambatan ekonomi saat ini," sebutnya. Jokowi berharap semua pihak lebih optimistis menghadapi 2016. Tanpa itu, tutur presiden, semua akan sama saja seperti tahun sebelumnya. "Kuncinya di optimisme. Di kepercayaan. Itu yang akan kita terus gaungkan. Tanpa itu, 2016 ini ya tetap akan sama," ucapnya. Segala kemudahan dari paket kebijakan juga diharapkan segera dimanfaatkan pelaku usaha dalam negeri dalam rangka semakin memperkuat diri. "Saya ingin mengajak tahun ini berbondong-bondong semua perusahaan, baik kecil, menengah, maupun atas, semuanya untuk melakukan revaluasi aset. Nanti keluar tax amnesty, berbondong-bondong semuanya. Tidak usah ada yang ragu lagi. Kalau sudah keluar, artinya pemerintah memberikan jaminan. Presiden memberikan jaminan, tidak usah ragu-ragu. Karena ini yang akan menaikkan power pertumbuhan ekonomi," bebernya. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo optimistis inflasi pada 2016 ada di kisaran plus minus 4 persen. "Dari sisi daya beli, khususnya nanti ketika tanggal 5 Januari ada penyesuaian harga BBM, itu akan baik sekali. Dan kita tahu seperti apa yang disampaikan Pak Presiden, kementerian-kementerian, khususnya kementerian terkait pengembangan infrastruktur, itu sudah melakukan tender untuk melakukan realisasi anggaran 2016," paparnya. Diharapkan, pada awal tahun ini sudah ada realisasi anggaran pemerintah. "Kita perhatikan di 2015 sumber-sumber pertumbuhan ekonomi kan ada di pemerintah, infrastruktur, dan konsumsi. Tapi, di 2016 kita perlu waspada karena harga minyak dan komoditas terus ada tekanan," ujarnya. Harga minyak yang rendah membuat harga komoditas turun. Kemudian waspada ada periode superdolar, yaitu dolar cenderung menguat. "Jadi, kita harus bangun optimisme, bangun Indonesia, karena potensi kita besar walaupun tantangan global masih ada," tutur Agus. (gen/c9/agm)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: