Bawaslu Identifikasi Sebaran Pemilih Tambahan

Bawaslu Identifikasi Sebaran Pemilih Tambahan

JADI PEMILIH TAMBAHAN : Warga binaan di Lapas Purwokerto dalam suatu kesempatan pertunjukan Pantomim beberapa waktu lalu. Bawaslu mengidentifikasi tempat konsentrasi pemilih yang potensial menjadi pemilih pindahan diantaranya di penjara. Dimas Prabowo/radarmas BPN Prabowo-Sandi Tuding DPT Masih Bermasalah JAKARTA – Sebagian pemilih pada Pemilu 2019 dipastikan menjadi musafir. Mereka tidak akan bisa menggunakan hak pilih di daerah domisili asal. Bawaslu memprediksi, ada banyak pengajuan pemilih pindahan atau daftar pemilih tambahan (DPTb) karena berbagai alasan. Mereka tersebar di hampir seluruh kabupaten/kota. Ketua Bawaslu Abhan menjelaskan, pihaknya sudah mengidentifikasi tempat-tempat konsentrasi pemilih yang potensial menjadi pemilih pindahan. Khususnya yang terkait dengan alasan pindah karena menempuh pendidikan atau lantaran dipenjara. Berdasar data Bawaslu, ada 40.629 lembaga pendidikan di 448 kabupaten kota yang memiliki siswa perantauan. Selain itu, terdapat 450 lapas dan rutan (lihat grafis). Menurut Abhan, KPU harus memastikan semua layanan pindah memilih itu berjalan maksimal. ’’Tidak sebatas memastikan terdaftar, tetapi juga memfasilitasi pemilih untuk bisa menggunakan hak pilihnya semudah mungkin,’’ terangnya kemarin (1/1). Sosialisasi di lokasi-lokasi tersebut perlu digencarkan agar pemilih lebih aktif mengajukan pindah memilih. Abhan menambahkan, KPU harus lebih aktif menyisir kantong-kantong perantauan untuk memaksimalkan pelayanan. ’’Fokus terhadap daerah-daerah yang pemilihnya terkonsentrasi di tempat tertentu,’’ sebutnya. Termasuk kawasan perkebunan yang terdapat banyak pekerja perantauan atau kawasan industri yang memiliki tenaga kerja perantau. Pemetaan harus dilakukan secepatnya, terutama untuk mengantisipasi kebutuhan surat suara. Sebab, pemilih pindahan otomatis juga akan menambah kebutuhan surat suara di daerah tujuan. Mereka akan masuk DPTb yang memiliki hak serupa dengan pemilih umumnya. Hanya, jenis surat suara yang diberikan saat pemungutan suara bergantung pada sifat pindah memilihnya. Apakah masih dalam satu dapil, pindah antardapil, atau bahkan pindah ke lain provinsi. Semakin jauh pindahnya, semakin sedikit pula surat suara yang diberikan. Di luar itu, Abhan juga mendorong dispendukcapil agar mempercepat perekaman e-KTP. Terutama bagi para pemilih dalam DPT yang terdaftar menggunakan formulir A.C karena belum memiliki dokumen kependudukan tersebut. Berdasar data yang dimiliki Bawaslu, ada 66.362 pemilih kategori A.C atau non-e-KTP. Sementara itu, jemput bola dispendukcapil pada 27 Desember lalu hanya menghasilkan e-KTP untuk 64.783 penduduk. Secara terpisah, Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo -Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak menilai masih ada masalah dalam penetapan DPT. Terutama terkait masyarakat yang memiliki e-KTP, tapi belum terdaftar di DPT Pemilu 2019. Selain DPT, pemilih siluman masih menjadi masalah yang harus disikapi secara serius karena menentukan nasib Indonesia lima tahun ke depan. ”Kalau DPT yang 31 juta kemarin masih bermasalah, Pilpres 2019 ini namanya bukan pertarungan Prabowo-Sandi lawan Jokowi-Ma'ruf,” katanya. ”Tapi, pertarungan Prabowo-Sandi versus kecurangan,” imbuhnya. Dahnil menegaskan, jika memang sudah diatur demikian, pertarungan Pilpres 2019 hanya menghasilkan pemimpin yang tidak kredibel. Dia menilai pengawasan masyarakat secara masif selama tahapan pemilu berlangsung sampai penghitungan suara sangat penting untuk memastikan kecurangan itu tidak terjadi. Dahnil pun mengimbau penyelenggara pemilu agar bisa mengembalikan kepercayaan publik yang semakin hilang karena kotak suara terbuat dari kardus. Kepercayaan publik hilang karena mereka khawatir jika kotak suara dari kardus, hasilnya mudah dimanipulasi. ”Dan, kami mengajak masyarakat untuk sama-sama mengawasi,” ujar Dahnil. (byu/bay/c7/fim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: