Untuk menebang pohon tersebut juga tidak boleh sembarang karena ada teknik-tekniknya. Bagian pohon yang digunakan untuk membuat lesung ialah bagian pangkal akar utama dan pangkal batang ke atas. Dan untuk bisa mendapatkan bagian tersebut, pohon harus ditumbangkan dengan cara menggali tanah di sekitar pohon dengan mengikuti arah tumbuhnya akar pohon. Poses penebangan ini membutuhkan waktu sekitar 2-3 hari.
Pembuatan lesung biasanya memakan waktu sekitar 4 hingga 5 hari, sedangkan untuk pembuatan alu lebih sederhana dan tidaklah lama.
Pada zaman dahulu, dalam proses pembuatan lesung tidak lepas dari keterlibatan seorang dukun. Dukun di sini bertugas untuk melakukan doa-doa supaya pembuatan lesung dapat selesai tepat waktu dan bisa mendatangkan rezeki bagi pemiliknya.
BACA JUGA:Jadi Alat Musik Tradisional Banyumas, Yuk Kenal Lebih Dekat dengan Kentongan
BACA JUGA:Sejarah Alat musik Tradisional Kentongan, Khas dari Kabupaten Banyumas.
Kegunaan Lain dari Lesung
Selain menjadi alat untuk menumbuk padi, pada zaman dahulu Kotekan lesung digunakan untuk memberi tahu kelahiran bayi. Bunyi dari Kotekan lesung memberikan tanda untuk warga masyarakat agar segera berkumpul dan membantu mempersiapkan segala keperluan menyambut kelahiran bayi tersebut.
Tak hanya itu, suara alunan musik yang dihasilkan oleh Kotekan Lesung di zaman dahulu juga memberi pertanda akan adanya gerhana bulan. Biasanya para perempuan akan membunyikan lesung sembari berteriak "ono grono...ono grono" yang artinya "ada gerhana...ada gerhana".
Beberapa masyarakat juga meyakini jika kesenian Kotekan Lesung ini punya makna simbolis terkait dengan lambang kesuburan. Alu diyakini sebagai alat kelamin laki-laki, sedangkan lesung alat kelamin perempuan.
Kotekan Lesung di Masa Sekarang
Adanya arus modernisasi serta perkembangan teknologi semakin menggeser peran Lesung dan alu sebagai alat penumbuk padi. Masyarakat kian beralih dari lesung ke mesin penggiling padi.
Pada masa kini, Kotekan Lesung hanya meninggalkan jejak sebagai suatu kesenian tradisional Banyumas yang bisa dijumpai di saat-saat tertentu. Hal ini sudah menggeser fungsi Kotekan Lesung sebagai suatu simbol budaya masyarakat agraris.
Kotekan Lesung pada masa kini hanya dijadikan kesenian tradisional yang biasanya kita jumpai ketika acara perayaan kemerdekaan Republik Indonesia di mana Kotekan Lesung dijadikan sebagai ajang perlombaan. Selain itu, pada saat bulan Ramadhan, Kotekan Lesung juga bisa kita jumpai ketika menunggu waktu berbuka.
Di zaman sekarang, yang bisa memainkan Kotekan Lesung tentunya hanya para generasi tua. Pada generasi muda sangat jarang yang bisa memainkan alat musik ini, walaupun di beberapa sekolah sudah ada kegiatan ekstrakurikuler Kotekan Lesung.
Kotekan Lesung Banyumas termasuk contoh penting dari warisan budaya yang harus dijaga agar tidak punah. Ini adalah jendela ke masa lalu yang mengajarkan kita tentang akar budaya masyarakat Banyumas.
Upaya pelestarian yang lebih besar sangatlah diperlukan untuk menjaga agar kesenian ini tetap hidup, sehingga bisa terus menjadi bagian warisan budaya Indonesia. (*)