PURWOKERTO, RADARBANYUMAS.CO.ID - BMKG memprediksi bulan Juni ini Kabupaten Banyumas sudah mulai memasuki musim kemarau. Namun, sudah beberapa hari hujan mengguyur beberapa wilayah di Banyumas. Terkait hal itu, BMKG menyebut ada beberapa faktor yang menjadi penyebab turun hujan.
Prakirawan Cuaca BMKG Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap, Rendi Krisnawan mengatakan, untuk wilayah Banyumas,sebagian sudah memasuki musim kemarau dan sebagian lagi belum.
"Seperti wilayah Banyumas bagian tengah hingga wilayah Banyumas bagian Utara, saat ini masih belum memasuki musim kemarau. Diprakirakan akan memasuki awal musim kemarau pada Juni dasarian ke 2 atau pertengahan Juni," kata dia, Rabu (7/6/2023)
BACA JUGA:PPDB SMA dan SMK Jalur Afirmasi Buka Kuota Untuk Anak Tidak Sekolah
Meski demikian lanjut dia, musim kemarau bukan berarti tidak ada hujan sama sekali. Pada saat musim kemarau, biasanya masih tetap terjadi hujan di beberapa wilayah. Namun dengan jumlah curah hujan kurang dari 50 milimeter per dasarian, atau per 10 hari dan diikuti dasarian berikutnya.
Dia menambahkan, untuk penyebab hujan beberapa hari terakhir antara lain karena adanya gelombang atmosfer atau Gelombang Rossby Ekuator yang melewati wilayah Pulau Jawa. "Yang berpotensi menyebabkan peningkatan pertumbuhan awan hujan di wilayah tersebut," imbuhnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, penyebab lain adalah kelembaban udara yang tinggi pada permukaan bumi hingga atmosfer lapisan atas berkisar antara 70 - 100 persen. Hal ini menyebabkan ketersediaan uap air yang cukup banyak di atmosfer, yang memungkinkan terbentuknya awan penyebab hujan.
BACA JUGA:Juni, Dinhub Banyumas Target Lima Park and Ride Siap Melayani Masyarakat
Selain itu juga labilitas lokal yang kuat. Ini mendukung proses konvektif pada skala lokal. Antara lain terdapat di sebagian besar wilayah Pulau Jawa. Sehingga potensi pembentukan awan hujan di wilayah tersebut peluangnya cukup tinggi.
Selain itu juga intrusi udara kering atau dry intrusion dari belahan bumi selatan (BBS). Yang melintasi wilayah Samudra Hindia barat Banten, Samudra Hindia selatan Jawa, hingga Samudra Hindia selatan NTB, yang mampu mengangkat massa udara di depan batas intrusi menjadi lebih hangat dan lembab. Yaitu di Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, dan NTB.
"Hal ini menyebabkan potensi pertumbuhan awan hujan yang cukup tinggi. Antara lain di sebagian besar wilayah Pulau Jawa," tandasnya. (mhd)