Kesenjangan Literasi, Daerah 3T Butuh Intervensi Khusus

Kamis 09-03-2023,10:39 WIB
Reporter : Admin
Editor : Ali Ibrahim

Oleh: Esi Saputri, S.Pd., M.Pd

Guru Pengajar English Everywhere

PURWOKERTO, RADARBANYUMAS.CO.ID - Tingkat literasi Indonesia yang rendah menjadi masalah fundamental yang harus segera diatasi. Ini adalah salah satu persoalan yang harus diubah. Berdasarkan hasil Asasemen Nasional (AN) 2021 yang dikutip dari Antara, Selasa (7/3/2023) menyebutkan Indonesia tengah mengalami darurat literasi yakni satu dari dua peserta didik jenjang SD sampai SMA belum mencapai kompetensi minimum literasi. 

Hasil tersebut selaras dengan hasil Programme for International Student Assessment (PISA) selama 20 tahun terakhir yang menujukan skor literasi anak Indonesia masih rendah dan belum meningkat secara signifikan. Bahkan kemampuan literasi peserta didik Indonesia masih berada di bawah rata-rata kemampuan literasi peserta didik di negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). 

Belum cukup sampai disitu, hasil AN juga menunjukan terdapat kesenjangan pada kompetensi literasi karena masih cukup banyak sekolah terutama yang berada di Kawasan tertular, tertinggal, dan terdepan (3T) dengan peringkat literasi dan numerasi berada pada level satu atau sangat rendah. 

Padahal, budaya literasi memiliki peranan yang besar dalam melatih kemampuan dasar anak untuk membaca, menulis dan bercerita. Artinya penanaman budaya literasi pada anak sejak dini akan mengembangkan kemampuan berpikir kritis pada anak dan menyiapkan anak untuk memasuki dunia sekolah.

Selain itu, literasi juga memiliki kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga, dan masyarakat. 

Dengan adanya program literasi, seseorang dapat memahami ilmu pengetahuan dan informasi melalui kegiatan membaca dan menulis. Dengan demikian, program pra literasi merupakan kegiatan yang dapat menumbuhkan minat membaca dan menulis.

Literasi Anak Proses Berkelanjutan Dinamis

Konsep literasi pada anak merupakan proses berkelanjutan yang sangat dinamis, mulai dari munculnya rasa ingin tahu, kemampuan berpikir kritis, berbahasa lisan, hingga pada kemampuan membaca dan menulis. Kemampuan tersebut mengikuti perkembangan zaman untuk digunakan dalam proses belajar sepanjang hayatnya.

Dengan hadirnya Merdeka Belajar Episode Ke-23 Mentri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim berhasil melakukan berbagai terobosan Merdeka Belajar sebelumnya yang berfokus pada peningkatan kompetensi literasi siswa. Diantaranya, Kampus Mengajar, Program Organisasi Penggerak, dan Merdeka Mengajar. 

Kampus Mengajar sebagai bagian dari Kampus Merdeka merubah literasi menjadi muatan utama program Kampus Mengajar. Hingga saat ini, data Kemenristek menyebutkan lebih dari 90.000 mahasiswa membantu 20.000 sekolah dalam menggiatkan program literasi. 

Selanjutnya yakni Program Organisasi Penggerak. Melalui ini, tercatat sedikitnya 156 lembaga telah mendampingi sekolah. Salah satu fokus kegiatan lembaga ini adalah penguatan literasi. Sementara untuk program Kurikulum Merdeka telah mampu memberikan ruang yang lebih leluasa bagi guru untuk memanfaatkan buku-buku bacaan dalam pembelajaran.

Diperlukan Kualitas Pembelajaran yang Baik dan Buku Bacaan yang Tepat

Untuk meningkatkan kompetensi literasi, diperlukan kualitas pembelajaran yang baik serta difasilitasi dengan ketersediaan dan pemanfaatan buku bacaan secara tepat. Data dari INOVASI Literacy Thematic Study 2020 dengan mengambil 4.784 responden siswa kelas 1-3 Sekolah Dasar menunjukan bahwa pelatihan disertai buku bacaan dapat menaikan nilai literasi siswa sebanyak 8 persen pada kemampuan membaca, dan 9 persen kemampuan mendengar. 

Tags : #ump
Kategori :