Melihat kenyataan tersebut, Riza yang merupakan lulusan Teknik Elektro UGM ini tergerak hatinya untuk bisa membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi para petani singkong. Bersama dengan para aktivis sosial lainnya, dia mencoba melakukan konsultasi dengan para ahli singkong.
“Hasil konsultasi yang kami lakukan, dari beberapa pakar menyarankan agar singkong dari para petani diolah menjadi mocaf. Mocaf merupakan kepanjangan dari Modified Cassava Flour atau tepung singkong yang termodifikasi. Tepung mocaf memiliki karakteristik yang hampir sama dengan tepung terigu,” katanya.
Mendapat jawaban itu, Riza dan kawan-kawan seakan mendapat pencerahan. Dia kemudian belajar tentang tepung mocaf.
Tak cukup sampai di situ, dia juga melakukan sejumlah riset dan menemukan bahwa Indonesia merupakan penghasil singkong terbesar nomor dua di dunia setelah Brazil. Namun di sisi lain, Indonesia juga merupakan pengimpor tepung terigu terbesar di dunia.
“Ini menjadi sangat ironis. Negara dengan penghasil singkong terbesar di dunia, justru menjadi pegimpor tepung terbesar di dunia. Kami juga melihat di negeri ini sangat banyak petani singkong, namun hidup mereka justru di bawah kesejahteraan normal,” katanya.
Riza juga mengatakan, jika tepung terigu menjadi kebutuhan masyarakat semua kalangan. Termasuk untuk menjadi bahan olahan makanan tradisional hingga modern. Lebih ironis lagi, bahan tepung tersebut harus impor.
Tekad untuk mengubah nasib para petani singkong ini semakin bulat. Bahkan dia bersama rekan-rekan sejawat terus bangkit dan membuat rumah mocaf.
Tak hanya itu, dia juga masih sering turun ke desa untuk mendampingi para petani singkong untuk mengolah singkong menjadi tepung mocaf.
Riza mengakui, mengalami banyak kendala. Mulai dari proses hingga pemasaran. Produk olahan singkong ini sulit diterima pasar lokal saat itu. Apalagi saat itu gerakan mengolah singkong menjadi tepung mocaf murni untuk pemberdayaan masyarakat.
“Dari masalah ini kami belajar. Sehingga akhirnya melangkah dengan membuat rumah besar untuk mengangkat petani singkong bernama Rumah Mocaf Indonesia,” katanya.
Dalam pengelolaanya, Rumah Mocaf terbagi menjadi tiga kelompok. Petani singkong, ibu-ibu perajin mocaf, dan generasi muda.
Pada kelompok pertama, sejumlah petani yang selalu merugi saat panen mulai diberdayakan. Mulai dari mengolah lahan, pupuk, agar singkong yang ditanam berkualitas.
Dikatakan, selain itu rumah mocaf juga memberdayakan kaum ibu untuk menambah penghasilan dengan bekerja sebagai tenaga lepas mengolah singkong menjadi tepung mocaf.
"Mulai dari mengupas kulit, melakukan proses fermentasi hingga singkong menjadi tepung mocaf," katanya.
Sedangkan generasi muda dikaryakan untuk melakukan pengemasan produk secara kreatif, serta melakukan kerjasama dengan instansi yang ada dalam pemasaran prdouk mocaf hingga bisa diterima masyarakat luas.
Untuk menentukan harga pokok produksi, Riza mengajak tiga komponen itu duduk bersama, dari itu harga singkong yang sebelumnya hanya Rp 200 per kilogram naik menjadi Rp 1.500 per kilogram.