Ramadan Hanya Latihan

Rabu 08-05-2019,08:27 WIB

*Oleh: Faiz Al Makky Pada setiap Ramadan datang, sering mengetuk pintu hati dan kesadaran manusia. Namun demikian, tidak setiap orang berdiri membuka pintu dan menyambutnya dengan riang gembira. Tidak jarang kita malah menyambutnya dengan cara yang keliru, misalnya dengan sikap konsumtif dan menghambur-hamburkan sumber daya. Dalam hemat saya, puasa Ramadan hanya latihan, puasa yang sesungguhnya adalah sebelas bulan pasca Ramadan. Jika yang kita telan dan lantas kita muntahkan senantiasa berita-berita bohong dan ujaran kebencian, menghakimi yang berbeda, menghukumi secara serampangan yang di luar golongan kita, jelas bahwa seribu Ramadhan pun takkan sanggup merubah kita menjadi pribadi yang bermental "puasa", yakni menahan diri, mawas diri dan tidak jumawa. Ramadan adalah bulan penghancur dosa-dosa, di mana pintu-pintu surga dibuka selebar-lebarnya dan pintu-pintu neraka dikunci serapat-rapatnya. Bagi siapa? Bagi mereka yang bertobat dan memperbaiki diri dari kepalsuan menuju yang 'hakiki minal hoax ilal haqq'. Ramadan adalah bulan penuh rahmat. Bagi siapa? Bagi mereka yang terus mencari dan tidak berhenti menebar cinta-kasih kepada siapa saja, terutama yang berbeda. Ramadan adalah bulan cahaya. Bagi siapa? Bagi mereka yang menyadari kegelapan batinnya, kealpaan pola sikap dan kekerdilan pola pikirnya. Mengapa? Karena segala kegelapan itu menyesatkan. Gelap adalah kebodohan yang mengaku pintar, gelap adalah kedunguan yang merasa bijak sendiri, gelap adalah kemiskinan yang justru berfoya-gila, gelap adalah kedangkalan yang merasa tinggi. Jika Ramadan adalah titik terang bagi hidup, tugas kita hanya memperbanyak titik terang itu hingga cahaya benar-benar nyata. Cukup banyak di antara kita yang masih kecewa pada nasib, dan itu artinya kecewa pada Tuhan, sang maha penentu nasib. Jika demikian, Tuhan akan semakin sulit kita "temukan" di tengah ketidakpastian hidup ini. Terutama di kota-kota yang bising dengan knalpot-knalpot kepalsuan. Di jantung kota-kota besar, di mana para imigran berjudi dan kaum urban berkerumun mengais nasib mereka, Tuhan semakin sulit ditemukan pada tiap jengkal-jengkal kehidupan. Sebenarnya, Tuhan ada di mana-mana dan di siapa-siapa, semau-mauNya, tak perlu apa dan bagaimana. Tuhan adalah pihak kedua ketika anda sedang sendiri, menjadi pihak ketiga manakala anda sedang berdua. Apabila anda seorang pengkhotbah di gereja atau pura, maka Tuhanlah salah satu jemaat anda. Sesekali, kalau anda bosan karena terlalu sering piknik dan liburan ke luar sana, keluar jauh dari diri, tengoklah ke dalam diri Anda, masuklah ke relung paling dalam. Ada apa? Karunia paling berarti yang dihadiahkan Tuhan dalam hidup ini sesungguhnya bukalah berupa gelimang kekayaan, gemerlap jabatan, pesona wanita yang molek jelita, prestasi dan kemewahan hidup. Akan tetapi kesempatan, yakni kesempatan menjadi manusia yang berakal sehat untuk menginsyafi betapa kita manusia sering mengecewakan Tuhan, dan bukan sebaliknya, Tuhan mengecewakan hamba-Nya. Namun demikian, yang mengkhawatirkan bukanlah apakah Tuhan ada di pihak kita, tapi apakah kita berada di pihak Tuhan. Apa sebab? Tuhan tidak pernah membangunkan para pemalas! Sehingga, akhir dari upaya terbaik manusia adalah awal dari campur tangan Tuhan. Prinsip semacam ini hanya dimiliki mereka yang puasa. Semoga kita semua mendapat barakah dan kearifan sebagaimana dianugerahkan Allah kepada para kekasihNya. Jika demikian, apa yang anda pikirkan dan anda yakini, tidak bisa menghasilkan sebesar apa yang anda lakukan. Tata kelola di dalam diri ini pula yang seharusnya dilatih selama Ramadan agar nanti selepas puasa, spirit dan nuansa Ramadan akan terus mewarnai hidup kita selama sebelas bulan. Tidak ada jaminan keberhasilan dalam mencoba dan berbuat sebagaimana dikurikulumkan oleh Alquran, akan tetapi tidak mencoba adalah jaminan gagal sama sekali. Hanya dengan mencoba dan istiqamah memantulkan nilai-nilai Kitab Suci, kita insya Allah menjadi generasi Qurani. Semoga bahagia dan mulia. * Aktivis Muda NU Cilacap

Tags :
Kategori :

Terkait