Raih Ketulusan dengan Saling Memaafkan

Rabu 27-04-2022,10:44 WIB

Oleh: Havidz C. Pratama SPdI MPd (Ketua IKA FAI dan Dosen PAI UMP) Hari raya Idul Fitri momentum kembali ke suci. Pada penghujung akhir bulan Ramadhan dan akan memasuki bulan Syawal, aktivitas masyarakat dalam menggiatkan 10 hari terakhir dengan kegiatan itikaf, pun dengan mobilitas masyarakat menuju bulan Syawal semakin meningkat. Mari kita merenung sejenak nestapa hati untuk meninggalkan kesalahan yang telah lalu dan kita peroleh keberkahan dari ketulusan dengan saling memaafkan. Dalam menjalani hidup sosial bermasyarakat, manusia kerap kali tidak terlepas dari sebuah kesalahan, meskipun itu terhadap keluarga, tetangga, kawan, ataupun rekan kerja. Kesalahan itu tercipta atas ketidaktahuan, murni ketidaksengajaan. Namun, ketika kita bisa menyikapi kesalahan tersebut dengan suatu proses saling maaf dan memaafkan, itulah yang luar biasa. "Setiap anak Adam tidak luput dari kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah mereka yang bertaubat," (HR. Ibnu Majah No. 4241). Memaafkan itu lebih utama walaupun terkadang berat dan sulit, namun Allah SWT menganjurkan seorang muslim untuk memaafkan orang lain yang berbuat salah kepadanya. Pada moment di bulan Ramadhan ini pintu ampunan Allah SWT di buka selebar-lebarnya. Salah satu dari asma atau nama (sifat) Allah SWT juga menggunakan kata al-‘afw yang maknanya Maha Pemaaf, yang demikian terdapat dalam QS. Al-A’raaf (7): 199, "Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” Sifat pemaaf menjadi bagian dari akhlak yang mesti ditiru dari Rasulullah SAW. Ada begitu banyak kisah bagaimana Rasulullah memaafkan kawan dan musuhnya. Orang-orang musyrik dan ahlul kitab pernah mendapatkan maaf dari Rasulullah SAW. Alih-alih dendam atas perlakuan mereka, Rasulullah Saw justru bersabar dan mendoakan mereka. Kisah seorang badui yang mengencingi masjid pernah membuat geram para sahabat. Telah mengabarkan ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud bahwa Abu Hurairah berkata "Seorang Arab Badui berdiri dan kencing di Masjid, lalu orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi Saw pun bersabda kepada mereka, "Biarkanlah dia dan siramkanlah bekas kencingnya dengan setimba air, atau dengan seember air karena sesungguhnya kalian diutus untuk mempermudah dan tidak diutus untuk mempersulit." (HR Bukhari No. 213). Memaafkan menjadi jembatan penghubung menuju terciptanya rasa saling mencintai diantara sesama manusia. Jika dicerca dan dihina, perlakuan terbaik adalah dengan membalas kebaikan dan memberi maaf serta perkataan yang baik. Jika ada yang akan berbuat jahat, maka balaslah dengan perbuatan baik pula. Ada beberapa cara yang bisa dan lakukan untuk memaafkan seseorang, diantaranya: Pertama, berdamai dengan hal yang sudah terjadi. Hal yang perlu kita wujudkan untuk menerima ketulusan hati bisa menerima kalau kesalahan yang ia lakukan sudah terjadi. Dan bertekad untuk tidak mengulangi lagi. Tentu dengan berdamai dengan hal yang sudah terjadi, lalu jalani hari ini dengan penuh optimis. Kedua, Memaafkan orang lain dan intropeksi diri. Kadang untuk memaafkan orang lain, kita perlu intropeksi diri lebih dulu. Apalagi kalau kejadiaannya melibatkan hal yang sangat personal dan membuat hidup kita banyak berubah. Maafkan diri kita yang masih banyak kekurangan agar kitabisa fokus memulihkan diri kita lebih baik lagi. Rasulullah SAW bersabda, "Wahai Rasulullah, apa pendapatmu bila kudapati malam lailatul Qodar, apa yang harus kuucapkan?” beliau menjawab,”UcapkanAllaahumma Innaka ‘Afuwwun Tuhibbul ‘Afwa Fa’fu ‘Annii.” (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, mencintai kemaafan, maka maafkanlah aku) (HR. Ibnu Majah No. 3840) Ketiga, optimis perbaharui niat untuk lebih baik. Kuatkan diri dan lakukan amalan kebaikan dengan berinfak dan bershodaqoh dengan membersihkan hati dari sifat dendam, menahan amarah dan saling memaafkan. Allah SWT berfirman pada QS. Ali Imran (3): 134: "(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan”. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait