GARUT – Musibah hidrologi lagi-lagi menelan korban. Sebanyak 20 orang tewas dan 14 orang lainnya masih dinyatakan hilang akibat terjangan banjir bandang di Kabupaten Garut, Jawa Barat, Rabu (21/9) pagi. Buruknya daerah aliran sungai (das) menjadi salah satu penyebab musibah yang terjadi.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) Sutopo Purwo Nugroho membeberkan kronologi kejadian. Dari informasi yang dilaporkan, banjir bandang menerjang saat masyarakat sedang asik terlelap. Banjir datang setelah hujan yang terjadi sepanjang Selasa (20/9) petang. Tak berselang lama, pukul 22.00 WIB, air mulai naik dengan cepat setelah aliran Sungai Cimanuk mulai meluap.
”Puncaknya, Rabu pukul 01.00 WIB terjadi banjir bandang,” tuturnya di Kantor BNPB, kemarin (21/9). Tak kira-kira, terjangan banjir bandang itu berhasil meluluh lantakkan 7 kecamatan di Kabupaten Garut. Adapun kecamatan terdampak meliputi Bayongbong, Garut Kota, Banyu Resmi, Tarogong Kaler, Tarogong Kidul, Karang Pawitan dan Samarang Kabupaten Garut.
Akibatnya, sebanyak 20 orang dilaporkan tewas dan 14 orang lainnya masih dinyatakan hilang. Sembilan anak menjadi korban bencana banjir bandang Garut, sedangkan empat anak dinyatakan masih hilang. Jumlah ini bisa terus bertambah mengingat proses pendataan masih berlangsung.
Selain itu, 1.000 jiwa terpaksa mengungsi di empat titik, seperti Korem 062 Tarumanegara, Kodim 0611 Garut, dan beberapa pos pengungsian lain karena rumah mereka terendam dan rusak. Diperkirakan ada ribuan rumah rusak, mulai dari skala ringan hingga berat. ”sejumlah fasilitas umum juga dilaporkan rusak. Salah satunya RSUD dr Slamet yang sempat terendam air setinggi 30 cm,” ujarnya.
Merespon situasi ini, Bupati Garut telah menetapkan status siaga darurat hingga tujuh hari ke depan. Tim SAR Gabungan dari Basarnas, BNPB, BPBD Kabupaten Garut, BPBD Provinsi Jawa Barat, TNI, POLRI, Dinas PU, Tagana, Senkom Polri, NGO dan relawan pun terus melakukan pencarian dan penanganan korban. Tak lupa, posko darurat, dapur umum, dan posko kesehatan juga diirikan. Dana siap pakai untuk membantu penanganan banjir juga telah diajukan BNPB pada Kementerian Keuangan.
”Kami masih mendata berapa kerugian total. Tapi fokus kita saat ini adalah pencarian dan penanganan korban,” tegas Dosen Universtias Pertahanan itu.
Diakuinya, wilayah Garut memang akrab dengan bencana hidrologi. Namun, menurutnya, bencana kali ini merupakan terbesar. Bencana terjadi dengan magnitude cukup besar hingga berhasil memporak-porandakan 7 kecamatan.
Buruknya DAS Sungai Cimanuk dinilai menjadi penyebab utama bencana banjir selalu berulang di Garut. Hal itu terlihat dari pengukuran besar koefisien regim sungai (KRS) Sunga Cimanuk yang mencapai 713. Padahal, untuk kategori baik, nilai KRS tidak melebihi angka 40. Sedangkan, ukuran cukup berada di antara 40-80.
”Ini sudah sangat buruk. Bahkan lebih parah dari pada Citarum. Sedimennya juga luar biasa,” keluhnya. Selain Garut, bencana hidrologi juga menyerbu empat kabupaten lain di Jawa Barat. Yakni, Kabupaten Sumedang, Kuningan, Tasikmalaya dan Cianjur.
Di Sumedang, banjir dan longsor terjadi cukup parah. Longsor terjadi Dusun Ciherang, Ciguling, Singkup, Cimareme, Babakan Gunasari di Desa Ciherang, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang pada Selasa, pukul 22.00 Wib. Lonsor mengakibatkan 3 orang tewas, 2 orang luka dan 1 orang masih dalam pencarian.
Untuk kerugian materil, tercatat 3 unit rumah rusak, 1 mushola hancur dan 200 rumah terdampak di Dusun Ciherang. Sementara, di Dusun Cimareme ada 2 unit rumah tertimbun dan 100 jiwa dievakuasi di Dusun Babakan Gunasari. ”Tim SAR Gabungan juga telah melakukan langkah penanganan. Pencarian pun masih terus dilakukan,” ungkapnya.
Melihat kondisi ini, Alumni Universitas Gajah Mada ini pun berpesan agar masyarakat terus waspada. Sebab, ancaman bencana hidrologi masih akan terjadi hingga awal tahun 2017. Apalagi, musim hujan yang saat ini datang lebih cepat karena pengaruh la nina.
”BNPB sendiri baru saja memasang sistem early warning kembali. Ada 72 unit yang dipasang di beberapa lokasi,” tuturnya. Diakuinya, jumlah ini masih jauh dari kata cukup. Biaya yang cukup besar menjadi salah satu hambatan, apalagi saat ini BNPB juga mengalami pemotongan anggaran. ”Dana siap pakai Rp 2,5 Triliun juga kena potongan Rp 200 juta. Tapi (pemasangan) akan tetap kita lakukan bertahap,” papar pria asli Boyolali itu.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo langsung mmerintahkan Mensos dan Menkes untuk berangkat ke Garut. Juru Bicara Presiden Johan Budi S.P menjelaskan, Mensos dan Menkes diminta hadir langsung untuk melihat kondisi terkini dan langsung mengambil langkah yang diperlukan. ’’Presiden ikut berduka dan menyampaikan belasungkawa yang mendalam,’’ ujar Johan di Kantor Presiden kemarin.
Penanganan para korban maupun fasilitas umum yang rusak mendapatkan prioritas. Presiden, tutur Johan, sudah mendapatkan laporan mengenai jumlah korban dan kondisinya, serta wilayah mana saja yang terkena banjir bandang.
Karena itu, kemungkinan Menteri PUPR juga akan menyusul ke Garut untuk mengecek kondisi jalan maupun fasilitas publik yang rusak. Selain itu, juga penanganan para korban yang kehilangan rumahnya dalam kejadian longsor tersebut. Dia menambahkan, presiden mengingatkan agar masyarakat lebih waspada terhadap dampak perubahan iklim.
Usai mengikuti ratas dengan Presiden, Mensos langsung berangkat menuju garut. Sementara, tim dari Kemensos semalam sudah ebrada di lokasi. ’’Besok (hari ini, red) pertama saya akan menyampaikan bantuan sosial kematian (BSK) dari pemerintah, SOP-nya Rp 15 juta (per orang),’’ terangnya di kompleks Istana Kepresidenan kemarin.
Kemudian, dia akan menemui para pengunsi di kantong-kantongpengungsian. Ekaligus, mengeck kesiapan lokasipengungsian menampung warga. Seperti kondisi dapur umum, logistik, maupun kebutuhan darurat lainnya. Pihaknya juga mengerahkan tim psikososial untuk menangani trauma warga setempat.
Mengenai kerusakan rumah warga, Khofifah menyatakan pihaknya sudah berkomunikasi dengan kementerian PUPR. Kementerian tersebut telah mengirimkan tim untuk mengidentifikasi bangunan-bangunan yang rusak maupun habis diterjang banjir. ’’Kecenderungannya kalau longsor, mereka akan mencari tempat reokasi terdekat,’’lanjut menteri yang juga Ketua Umum PP Muslimat NU tersebut.
Yang menjadi prioritas pemerintah saat ini adalah fasilitas pengungsian. Seperti air bersih, kebutuhan bayi, dan sejenisnya. Pihaknya akan mengecek langsung ketersediaan kebutuhan-kebutuhan tersebut, setelahnya baru melakukan penanganan pascabencana. (mia/byu)