PURWOKERTO - Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberi kesempatan pada wajib pajak (WP), untuk melaporkan atau mengungkapan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui dua kebijakan. Dengan jangka waktu pelaporan mulai 1 Januari sampai 30 Juni 2022.
Kepala KPP Pratama Purwokerto, R Agus Setiawan menyampaikan, kebijakan pertama yaitu WP Badan atau Orang Pribadi peserta Pengampunan Pajak (Tax Amnesty), atas harta yang diperoleh sampai 2015 yang belum diungkapkan dalam program Pengampunan Pajak pada 2016.
Sedangkan kebijakan kedua ditujukan pada WP Orang Pribadi yang memiliki harta dengan tahun perolehan 2016-2020, dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak 2020.
"Kalau dilaporkan pada program ini, banyak manfaat dan keuntungan," ujarnya.
Di mana pada kebijakan pertama, tarif PPh final pada PPS enam persen untuk harta repatriasi atau harta di luar negeri yang dibawa ke dalam negeri, dan diinvestasikan untuk pembangunan yang berkaitan dengan energi terbarukan. Delapan persen untuk harta repatriasi yang dibawa ke dalam negeri, dan sebelas persen untuk pengungkapan harta di luar negeri, bagi yang pernah ikut Pengampunan Pajak.
Sementara itu, pada kebijakan kedua dikenakan tarif 18 persen untuk harta bersih tidak dialihkan ke dalam negeri, 14 persen untuk harta bersih atau harta bersih yang dialihkan ke dalam negeri, dan 12 persen untuk harta bersih atau harta bersih yang dialihkan ke dalam negeri diinvestasikan pada SBN, Hilirisasi, atau Renewable Energy.
Agus mengatakan, selama Januari kemarin, tercatat 46 WP yang mengikuti PPS di KPP Pratama Purwokerto. Di mana empat WP mengikuti kebijakan pertama dan 42 WP mengikuti kebijakan kedua. Dengan total perolehan Rp 7.252.360.000 dan harta bersih Rp 86.371.736.712.
"Perolehan yang menggembirakan di KPP Pratama Purwokerto," katanya.
https://radarbanyumas.co.id/realisasi-penerimaan-pajak-capai-rp-10-triliun-di-kanwil-djp-jawa-tengah-ii/
Tidak ada target pencapaian pada PPS. Namun diharapkan bisa menyerap sebanyak mungkin WP. Dan dari perbankan atau lembaga keuangan, ada kewajiban tiap bulan melaporkan nilai saldo nasabah minimal Rp 1 miliar, atau akumulatif dari rekening nasabah.
Agus menambahkan, jika WP tidak patuh dengan tidak melaporkan, setelah program berakhir, DJP sesuai kewenangan yang diatur undang-undang, akan melakukan penegakan hukum. (ely)