TERLALU DEKAT : Jarak Halte BRT dinilai terlalu berdekatan antara yang satu dengan yang lain sehingga bisa mematikan jenis transportasi lainnya. (Dimas Prabowo/Radar Banyumas)
Dekatnya Jarak Shelter Matikan Ojek dan Angkot
PURWOKERTO-Perekrutan tenaga kerja untuk Bus Rapit Transit (BRT) yang akan beroperasional awal Agustus mendatang dikeluhkan supir angkutan kota (angkot). Sebab informasi yang diterima simpang siur, termasuk batas minimal usia.
"Pas awal infonya minimal 35 tahun, tapi kemarin dengar lagi minimal 55 tahun," ujar salah satu supir angkot, Kusnadi saat dijumpai di Terminal Buluptitu, Senin (16/7).
Jika ada peluang menjadi supir atau karyawan di BRT, Kusnadi mengaku siap bergabung. Pasalnya pendapatan menjadi supir angkot saat ini semakin menurun karena peminatnya juga berkurang.
"Apalagi sekarang harus bayar retribusi dan tidak ada lagi jalur trayek sesuai aturan," paparnya.
Selain mempertanyakan proses perekrutan, Kusnadi juga mengeluhkan shelter BRT yang tempatnya berdekatan. Menurutnya, jarak yang pas antara shelter satu dengan lainnya yaitu minimal lima kilometer. Sehingga tidak memutus transportasi umum yang dilewati BRT.
"Di jalur BRT pasti ada transportasi umum lain seperti ojek atau tukang becak, dan angkot yang terkena dampaknya jurusan C2, E2, dan F2," katanya.
Dia mengharapkan, ada evaluasi dari pemerintah untuk penempatan shelter. Seperti di Yogyakarta atau kota besar lain, yang jarak shelternya tidak berdekatan.
Sementara itu menanggapi perekrutan karyawan BRT terutama bagian supir, Kepala Seksi Angkutan Dinas Perhubungan (Dinhub) Kabupaten banyumas, Taryono menyampaikan, rekrutmen supir domain operator yaitu konsorsium pemenang lelang. Dalam hal ini dari koperasi angkutan Purbalingga.
Rekrutmen, sebutnya, juga terbatas dari supir angkutan desa yang discrapping.
"Sesuai dokumen lelang usia maksimal 55 tahun dan SIM B1 Umum," jeals Taryono.
Sedangkan bagi eks supir angkot yang tidak masuk syarat rekrutmen supir BRT, akan difungsikan sesuai keahlian seperti di bengkel, timer, dan kebersihan bus dengan gaji tetap.
"Insya Allah tidak ada supir angkot yang menganggur dengan bergabung dalam pengelolaan BRT," imbuhnya.
Adapun perekrutan supir tersebut menyesuaikan dengan armada yang disiapkan di awal launching BRT. Untuk wilayah Purbalingga disipakan tujuh orang dan Purwokerto juga tujuh orang.
Sedangkan rekrut dan tesnya dilakukan di masing-masing daerah. Di Purwokerto dilakukan pihak Koperasi Angkutan Kota (Kopata) dan Koperasi Angkutan Desa (Koprades) Banyumas, yang melibatkan Polres Banyumas dan Dinhub Banyumas.
Sementara itu, Kepala Dinhub Kabupaten Banyumas, Sugeng Hardoyo menuturkan, ada pola scraping penyediaan BRT yaitu satu BRT dari dua bus sedang, tiga bus kecil, serta empat angkot atau akngkudes.
"Program BRT dari Pemerintah Propinsi Jateng, Dinhub Banyumas sebagai penyedia lahannya," tuturnya.
Dia mengharapkan, adanya BRT bisa meminimalisir kendaraan pribadi di jalan raya. Sugeng ingin masyarakat memanfaatkan dengan baik fasilitas transportasi umum seperti BRT yang sudah dilengkapi AC dan terasa lebih nyaman.
Di samping itu, BRT juga sebagai ajang promosi potensi wisata atau kuliner di Banyumas dan Purbalingga. Di mana di masing-masing sisi BRT dipasang stiker gambar wisata di kedua daerah tersebut. Dan jika ada momen tertentu, stikernya bisa diganti. (ely/mhd/ttg)