Grup Kulu-Kulu, Tokyo, Jepang Mainkan Calung Banyumas

Senin 26-03-2018,10:07 WIB

Spesifik Pelajari Musik Calung Banyumas Grup Calung Kulu-Kulu dari Tokyo, Jepang, unjuk kebolehan di hadapan warga Purwokerto dan sekitarnya, Sabtu (24/3). Mereka pentas dalam Rangka Merawat Pesona Budaya Lokal, tepatnya di Pendopo Perumahan Limas Agung Purwokerto. --Laily Media Yuliana, Purwokerto-- Alunan musik Calung Banyumas menggema di komplek Perumahan Limas Agung. Tangan-tangan Kayo Kimura, warga Jepang ini pun terus mengikuti irama musiknya. Ya, kehadiran Grup Calung Kulu-Kulu dari Tokyo, Jepang, ini untuk kembali menumbuhkan kesadaran cinta budaya lokal. Kayo yang juga sebagai juru bicara Grup Calung Kulu-Kulu mengatakan, sudah mempelajari calung dan karawitan sejak sepuluh tahun lalu di Solo. Dikatakan dia, Grup Kulu-Kulu juga mempelajari musik ebeg dan lengger. "Kami spesifik pada musik, tidak sampai mempelajari tarian ebeg dan lengger," kata Kayo. Kayo menyampaikan, ketertarikannya mempelajari kesenian musik Banyumas karena iramanya yang dinamis. Tidak seperti musik tradisional Sunda atau Solo yang dari awal hingga akhir tetap mengalun lembut, alunan musik tradisional Banyumas ada perbedaan di awal hingga akhir. "Seperti di awal mengalun pelan, di pertengahan lebih cepat dan semakin cepat, di akhir lagu bisa memelan lagi," ujar Kayo. Menurutnya, itu yang menjadi ciri khas musik Banyumas. Dan tidak dijumpai di daerah lain yang ada di Indonesia. Pengajar Grup Kulu-Kulu, Darno Kartawi mengatakan, mengenal Kayo pada tahun 2005 lalu. Waktu itu, sebut dia, ada warga Jepang, Kayo Kimura yang datang ke Banyumas. Dia ingin mempelajari kesenian daerah. Setelah bertemu dengannya di Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Darno pun siap mengajari warga Jepang tersebut. "Saya menawarkan beberapa cara, dan Kayo bisa menangkap," katanya yang juga sebagai Dosen Karawitan di ISI Solo. Darno menuturkan, setelah mempelajari kesenian Banyumas, Kayo mulai tertarik dan semakin sering mengunjunginya. Dalam setahun, Kayo bisa datang ke Solo hingga dua kali. Kayo pun berhasil mengajak warga Jepang lainnya belajar Calung Banyumas, dan mengembangkan komunitas di Jepang untuk kesenian Banyumas. Setiap kedatangannya di Solo, ada banyak hal baru yang diajarkan Darno. Hingga akhirnya, ia mengajak Kayo datang ke Banyumas dan memasukan ke grup-grup Calung di Banyumas. "Biar Kayo tahu apa yang dilakukan selama ini benar, dan kesenian ini memang milik Banyumas," ujarnya. Darno menyampaikan, ketelatenannya mengajarkan kesenian pada warga Jepang karena ingin menunjukan pada masyarakat Banyumas, terutama generasi muda agar lebih mencintai budayanya. Menurutnya, warga Jepang memainkan Calung Banyumas dapat memunculkan image baru. Sebab, selama ini kesenian daerah dianggap kuno. Menunjang tujuannya, Darno pun menempatkan Grup Kulu-Kulu di beberapa grup calung Banyumas, terutama di wilayah perkotaan. "Karena di perkotaan, anak muda kurang mengenal kesenian dan kebudayaan lokal, sehingga bisa merubah pikiran masyarakat Banyumas, kalau kuno itu identik dengan peradaban manusia yang dilatarbelakangi budaya dan negara," imbuhnya. Agar semakin dikenal dan tidak punah, pada 2019, Darno akan mengkolaborasikan mahasiswa Banyumas dengan 25 warga Jepang yang akan digarap di Solo. Setelah itu, akan dipertunjukkan di Banyumas. (*/ttg)

Tags :
Kategori :

Terkait