PURWOKERTO- Penyesalan hampir tiada guna karena terlambat datangnya. Pahit itu kini dirasakan Gita (29), seorang ibu yang memilih mengakhiri hidup sang anak kandung di tangannya sendiri. Dia terus bercucuran air matanya saat bersama sang suami siri Budi Santoso (26), menjalani reka ulang, Senin (30/1) kemarin.
Hampir sepanjang dua jam proses rekonstruksi, Gita terus berlinang air mata. Total dalam reka ulang itu ada sembilas belas adegan. Dimulai dari sebuah rumah kos di belakang Hotel Perdana, Jalan Baturraden Barat Desa Karangmangu, Baturraden. Di tempat tersebut, Gita memeragakan adegan bagaimana dia membawa anaknya yang masih Balita.
Bocah yang masih belum mengenal dosa itu bernama April. Tapi, April sakit-sakitan. Sejatinya, pembunuhan pada Kamis sore, 8 Desember 2016 silam itu, terjadi saat April akan dibawa ke Puskesmas.
Sesuai urutan adegan, sekira pukul 16.30, Gita membawa April dengan membonceng sepeda motor yang dikendarai Budi Santoso. Saat menggendong anaknya, Gita sempat mengucapkan kalimat permintaan maaf. "Maafin mamah, mamah ga bisa bawa dede ke rumah sakit gede, hanya ini yang mamah bisa lakuin, maafin mamah de, maafin mamah," ucap Gita yang bekerja sebagai tenaga freelance di salah satu tempat hiburan di Baturraden itu.
April memang sakit-sakitan. Tapi, Gita lupa bahwa dia bukan Tuhan yang berhak memanggil kembali ciptaannya. April yang disebut menderita kurang gizi, kemudian ditambah lagi penderitaannya karena Gita membekap mulut dan hidung April sekitar dua menit. Hujan turun.
Sekitar 300 meter perjalanan, Gita membekap mulut April yang saat itu mengenakan jas hujan. Budi Santoso sendiri mengaku tak tahu aksi sepihak yang dilakukan istrinya itu.
Selanjutnya, Gita membawa tubuh mungil April ke rumah Ati, seorang pembantu yang pernah merawat April. Ati sempat meminta April dan menggendong balita yang pernah ada dalam asuhannya itu. Kepada Ati, Gita yang saat itu menangis, mengaku bahwa April sakit.
Ati beberapa kali kemudian sempat memanggil nama momongannya. Namun April diam. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir kecilnya. Menunggu dan tak ada jawaban, Ati mendekatkan telinganya ke mulut April. Tetapi, tetap hening. April diam.
Gita lantas disarankan membawa anaknya itu ke Bidan Ismi.
Adegan berlanjut. Sekitar pukul 17.30 Gita dan Budi membawa April ke rumah Bidan Ismi. Setelah diperiksa, Ismi menyatakan April itu sudah meninggal dunia. April, "malaikat kecil" itu sudah meninggalkan dunia yang kelam. Dia meninggalkan rasa sakit untuk bermain di taman surga-Nya.
Mendengar penjelasan Ismi, Gita dan Budi Santoso membawa April pulang ke rumah Ati. Mereka memikirkan bagaimana cara pemakamannya. Ati menyerahkan proses pemakaman balita tersebut pada Gita dan Budi sebagai orang yang memang lebih wajib mengurusnya.
Aneh, mereka berdua merasa bingung dengan proses pemakaman. Mereka membawa jasad April kembali ke rumah kost. Di rumah kost tersebut, di mana jasad April sudah membujur kaku, kedua tersangka kembali membahas cara pemakaman April.
Keputusan kejam kembali diambil. Akhirnya disepakati bahwa April akan dimakamkan di sebuah kebun kosong yang tidak diketahui orang lain.
Untuk mempersiapkan pemakaman, Budi meminjam cangkul milik Sirun, salah seorang tetangga rumah kost. Sementara, Gita membungkus April dengan selendang dan di bagian kepala dibentuk menyerupai pocong.
Selanjutnya, mereka membawa April ke sebuah tanah kosong di belakang Villa yang tidak berpenghuni. Setelah menggali liang lahat sedalam satu meter, Budi memakamkan April.
Proses pemakaman pun, dibuat serupa dengan pemakaman pada umumnya. Budi sempat melafalkan Adzan di telinga April. Pada adegan pemakaman itulah, air mata Gita tak terbendung dan tumpang. Sambil menangis, Gita memeragakan adegan doa usai pemakaman selesai.
Pantauan Radarmas di lokasi rekontruksi, ratusan warga antusian menyaksikan jalannya reka ulang adegan. Banyak celoteh keluar diantara kerumunan warga. "Penasaran dengan wajah pelaku, sebenarnya seperti apa wajah ibu kandung yang tega membunuh anak kandungnya sendiri," ucap Rohman warga Karangsalam.
Kapolres Banyumas AKBP Azis Andriansyah SH SIK MHum menuturkan, rekonstruksi berfungsi untuk mencocokkan keterangan yang diberikan oleh tersangka, saksi-saksi dengan peristiwa yang terjadi. Selain itu, rekonstruksi juga dilakukan untuk menemukan bukti-bukti baru yang dapat mengarah pada tindak pidana lainnya.
"Dengan rekonstruksi ini, akan terlihat jelas urutan-urutan kejadian yang sebenarnya. Akan tetapi, sejauh ini belum ditemukan adanya hal-hal baru yang mengarah pada tindak pidana lainnya," tuturnya.
Dari hasil rekonstruksi tersebut, tersangka telah terbukti berusaha menyembunyikan kematian seseorang. Sebab, korban meninggal dunia, tidak dimakamkan di pemakaman umum sebagimana mestinya.
"Ini bukan pemakaman, tersangka terbukti menyembunyikan meninggalnya korban dengan memakamkan di lahan kosong dengan tujuan tidak diketahui oleh orang lain," ungkap Kapolres.
Kapolres mengungkapkan, motif tersangka melakukan pembunuhan terhadap anak kandungnya adalah rasa tidak tega terhadap kondisi anak. Tersangka meyakini, bahwa satu-satunya cara mengakhiri penderitaan anaknya adalah dengan membunuhnya.
"Karena si anak terus-tersan menangis, meronta dan menderita akibat sakitnya, tersangka memilih mengakhiri penderitaan anaknya dengan membunuh si anak. Sebab, tersangka merasa tidak tega melihat kondisi anaknya, dan merasa sudah tidak mampu lagi merawat anaknya," paparnya.
Akibat perbuatannya, tersangka Gita dan Budi Santoso, dijerat dengan pasal 80 UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak atau pasal 338 KUHP atau pasal 181 KUHP. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka Gita ditahan di LP Banyumas, sedangkan tersangka Budi tidak ditahan. Ancaman hukuman yang disangkakan terhadap Budi hanya 9 bulan sehingga tidak ditahan. Sedangkan Gita bisa terkena 15 tahun penjara. (mif/dis)