Tak Mampu Berobat, Pria Asal Kelurahan Kedungwuluh Butuh Bantuan

Jumat 05-08-2016,11:00 WIB

PURWOKERTO - Di tengah upaya pemerintah untuk memberikan bantuan sosial hingga pelayanan kesehatan gratis, masih saja ada warga yang belum merasakan bantuan tersebut. Itulah yang dialami sebuah keluarga di Kelurahan Kedungwuluh, Kecamatan Purwokerto Barat Rt 4/8. Agus Supriyadi (57) mengaku sejak tinggal di Kelurahan Kedungwuluh belum pernah merasakan program bantuan dari pemerintah. Baik berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT), Raskin, Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Banyumas Sehat (KBS), maupun bantuan lainnya. Padahal secara administrasi ia dan istrinya, Sarinah (53), termasuk warga yang membutuhkan. Kondisinya sebagai warga kurang mampu, membuat mereka hidup serba kekurangan. Terlebih, saat ini Agus sedang mengalami sakit asam lambung akut yang menyebabkan tidak bisa mencari nafkah sebagai penjual es candil. "Sudah lama sakit asam lambung, malah sudah pembengkakan. Dulu pernah diperiksakan ke dokter karena dikasih bantuan uang oleh tetangga untuk berobat, tetapi hanya diperiksa. Dari hasil pemeriksaan, kata dokter dianjurkan untuk USG, tetapi sampai sekarang belum ada biaya," kisahnya. Kakek dua anak ini, saat ini hanya bisa menggantungkan hidupnya dari hasil penjualan nagasari buatan Sarinah yang dijajakan di sekolah-sekolah. Meski tinggal bersama anak bungsunya, namun mereka tidak ingin lagi merepotkan anaknya. Sebab anaknya pun mengalami nasib yang serupa, serba kekurangan. Menantunya yang kesehariannya berjualan nasi goreng keliling juga harus mencukupi kehidupan kelima anaknya. "Saya sakit sejak habis lebaran kemarin. Dulu perna jualan candil, tetapi karena kondisi saya sekarang seperti ini, terpaksa istri saya yang mencari uang berjualan nagasari di sekolahan. Penghasilannya pun tidak seberapa, kalau laku semua paling-paling hanya dapat uang Rp 15-20 ribu. Dicukup-cukupin buat beli beras 1 kilo untuk dua hari," katanya. Agus dan istrinya saat ini tinggal di belakang rumah anaknya. Di bangunan tempel dari anyaman bambu (gedheg) berukuran 2x4 meter itu, ia hanya bisa pasrah dan mengharapkan bantuan dari pemerintah maupun masyarakat. "Saya sudah mentok, mau minta bantuan ke siapa lagi. Mudah-mudahan ada yang merasa tergugah. Saya juga tidak berani usul ke kelurahan, karena setau saya kuota miskin di tiap RT yang bisa mendapat bantuan hanya 10 KK. Sedangkan di sini jumlah warga miskin sudah lebih dari 40kk. Meskipun saya yang tergolong paling miskin," ungkapnya. Ia tidak menuntut banyak, pemerintah atau masyarakat jika ada yang peduli, hanya ingin sakitnya segera diobati. Sehingga bisa kembali berjualan dan mencari nafkah. "Harapan ngge pemerintah supaya saget diobati, berobat di rumah sakit. Yang penting saya minta sembuh dulu. In shaa Alloh kalo saya sembuh, saya bisa mencari rezeki lagi. Yang penting bisa sembuh dulu," harapnya. (why/acd)

Tags :
Kategori :

Terkait