BELAJAR BARENG: Anak-anak berkumpul dan belajar bersama dalam kegiatan yang diinisiasi Mr Day. Mereka antusias belajar dan semakin termotivasi. JAWAPOS
Banyak anak yang tinggal di bantaran sungai berhenti sekolah karena faktor ekonomi. Sekelompok pemuda yang tergabung dalam Komunitas Mister (Mr) Day berupaya membantu mereka. Selain mendirikan perpustakaan, komunitas literasi tersebut juga membagikan makanan agar anak antusias belajar.
EKO HENDRI SAIFUL, Surabaya
SEBUAH perpustakaan di kawasan Karang Tembok, Semampir, tampak berbeda. Bentuknya unik. Taman bacaan masyarakat (TBM) itu dirancang dari potongan bambu dan didesain khas gubuk di tengah sawah pedesaan.
Perpustakaan mini itu berdiri tepat di pinggir kali. Meski sederet dengan jamban ilegal, kondisinya cukup bersih dan terawat. Seluruh buku dan perabotan di dalamnya tertata rapi.
”Dulu sempat akan dibongkar satpol PP karena menyalahi aturan. Kami beranikan diri untuk gegeran,” kata Frahasta Surya, warga Karang Tembok.
Menurut koordinator Komunitas Mr Day tersebut, bangunan TBM itu memang melanggar aturan. Namun, tidak ada pilihan lain. Kondisi kawasan Karang Tembok sudah cukup padat. Selain rumah warga, banyak bangunan pertokoan yang jaraknya mepet. Tidak ada fasum yang bisa disulap jadi perpustakaan.
Hasta menjelaskan bahwa TBM itu dibangun bersama teman-temannya. Dananya berasal dari hasil patungan. Bukan untuk gaya-gayaan. Pembangunan sarana literasi tersebut dilakukan seiring munculnya persoalan sosial di kawasan Karang Tembok.
Dulu Karang Tembok masuk daerah hitam. Aksi mabuk-mabukan terjadi hampir setiap hari. Tak sedikit warga yang terjaring kasus narkoba.
Karena lingkungan tak mendukung, pendidikan anak terganggu. Mereka kesulitan untuk belajar. Sebagian anak bahkan keluar dari sekolah. Ada yang memutuskan untuk jadi pengamen.
https://radarbanyumas.co.id/taman-ahmad-yani-akan-dibenahi-jadi-taman-literasi-dianggarkan-rp-95-juta/
”Karena prihatin, saya dan teman-teman berkomitmen untuk membantu. Kami membentuk komunitas,” kata Hasta.
Pria berusia 35 tahun itu menyebut bahwa komunitas didirikan untuk membantu anak-anak. Mereka dimotivasi untuk rajin belajar. Hingga kini, kata Hasta, anggota komunitas tersebut berjumlah puluhan orang. Mereka tidak saja berasal dari Semampir. Namun, juga sejumlah daerah lainnya di Surabaya.
Hasta tak menampik bahwa bukan hal mudah mengajak anak-anak membaca. Hambatannya bukan sekadar kemalasan. Namun, juga ada pertentangan dari orang tua. Sebab, mereka rata-rata ingin anaknya segera bekerja dan tidak bersekolah.
Komunitas Mr Day aktif mendekati orang tua. Mereka memberikan pemahaman pentingnya pendidikan. Berbagai upaya dilakukan untuk menyadarkan anak-anak tentang pentingnya membaca.
Salah satunya membangun perpustakaan. TBM yang diberi nama Keledai Dungu itu sengaja dibuat artistik. Tujuannya, anak-anak tertarik untuk berkunjung.
’’Kami berupaya merayu anak-anak dengan cara membagikan permen dan makanan. Alhamdulillah, cukup manjur,” ungkap Hasta.
Dia menyebut jumlah pengunjung perpustakaan terus bertambah. ”Tidak hanya anak-anak. Sekarang orang tua juga aktif mendampingi buah hatinya,” tambah Hasta.
Menurut dia, perpustakaan tidak polosan. TBM dilengkapi buku bacaan untuk anak-anak. Buku-buku itu dipinjamkan secara gratis. Syaratnya, anak-anak harus membacanya secara tuntas.
Selain mengajari membaca, Komunitas Mr Day juga aktif menggelar pentas seni secara rutin. Anak-anak diajari membaca puisi. Mereka juga dilatih bermain gitar untuk mengasah keterampilannya.
Hasta menjelaskan bahwa anak-anak di bantaran kali benar-benar memerlukan pendampingan dalam belajar membaca. Sebab, sebagian besar mengalami keterlambatan belajar. ”Anak-anak itu pada dasarnya butuh motivasi. Mereka memerlukan komunitas untuk belajar,” ungkap Hasta. (*/jawapos/ttg)