BANTAHAN: Mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara mengklaim tidak mengetahui terkait adanya pungutan fee senilai Rp 10 ribu dari setiap vendor pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19.
JAKARTA - Mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara mengklaim tidak mengetahui terkait adanya pungutan fee senilai Rp 10 ribu dari setiap vendor pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19. Dia menyebut baru mengetahui hal itu saat bergulirnya kasus korupsi bansos.
https://radarbanyumas.co.id/ini-runtutan-kasusnya-hingga-juliari-batubara-terima-fee-bansos-rp112-m/
“Saya baru tahu ada kasus ini, sebelumnya tidak pernah Pak,” kata Juliari saat bersaksi untuk terdakwa Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (9/7).
Juliari menyampaikan, selama proses pengadaan bansos tidak pernah menerima laporan adanya pungutan fee pengadaan bansos. Karena baru mengetahui hal tersebut, setelah kasus ini bergulir di KPK.
“Tidak pernah,” urai Juliari.
Juliari juga membantah menitipkan vendor dalam pengadaan bansos Covid-19. Dia mengungkapkan, selalu mengarahkan setiap vendor kepada pihak-pihak yang memang menangani urusan bansos.
“Saya pernah sampaikan hanya agar BUMN atau BUMD dan mereka miliki koordinasi bisnis tak terlalu jauh dari pekerjaan tersebut agar diberikan kesempatan, kalau lain-lain biasanya hubungi saya lewat WhatsApp, saya sampaikan agar mereka datang langsung ke Kemensos dan silakan saja hubungan sama pihak terkait,” ungkap Juliari.
Dalam kesempatan tersebut, Juliari juga mengklarifikasi uang yang diberikan kepada Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kendal, Akhmad Suyuti senilai Rp 500 juta merupakan uang pribadinya. Uang itu diserahkan dalam bentuk pecahan dolar Singapura.
“Betul (berikan uang ke Akhmad Suyuti) Saya nggak ingat pasti, tapi equivalent dengan Rp 500 juta. Karena saya pakainya SGD,” ujar Juliari.
Dia menyampaikan, uang tersebut merupakan dari kantong pribadinya. Dia menitipkan itu melalui stafnya Kukuh Ariwibowo.
“Uang pribadi saya. Saya nggak berikan ke Suyuti, tapi lewat Kukuh. Saya panggil kukuh ke rumah pribadi saya. Lupa (waktunya), pokoknya beberapa hari sebelum keberangkatan (ke Jawa Tengah),” ujar Juliari.
Juliari juga menegaskan perjalanannya menggunakan pesawat pribadi lantaran dalam kondisi darurat. Sehingga hal wajar, menggunakan sewa pesawat untuk kunjungan kerja.
“Dalam rangka kondisi kedaruratan boleh gunakan transportasi tak reguler,” ucap Juliari.
Dia pun membantah terkait pengadaan jet pribadi. Dia memastikan telah berkoordinasi dengan Biro Umum terkait penyewaan pesawat. “Saya sampaikan koordinasi ke Biro Umum,” tegas Juliari.
Dia juga mengakui bahwa ikut meninjau penyaluran bansos bersama Menko PMK dan juga kepala daerah. Saat peninjauan tersebut, dia mengaku tidak ada warga yang mengeluhkan paket bansos dan Juliari selalu menyampaikan kepada penerima manfaat agar mengembalikan paket bansos jika ada yang rusak.
Dalam penyaluran bansos, lanjut Juliari pihaknya membuka nomor pengaduan, jika masyarakat mengalami ketidaksesuaian dalam pengadaan bansos.
“Hotline, ada nomor WhatsApp, email juga yang kita buat dalam rangka pengaduan terkait bansos,” pungkasnya.
Dalam perkara ini, mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono bersama-sama dengan eks Mensos Juliari Peter Batubara didakwa menerima suap senilai Rp 32,48 miliar terkait pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun anggaran 2020. Juliari dinilai memotong Rp 10 ribu dari setiap paket pengadaan bansos.
Adapun rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari konsultan Hukum Harry Van Sidabukke, senilai Rp 1,28 miliar. Kemudian dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja, sejumlah Rp 1,95 miliar, serta sebesar Rp 29 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.
Matheus Joko, Adi Wahyono, dan Juliari Batubara didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (muh/edy/JP)