JAKARTA - Pasien Covid-19 semakin sulit mendapatkan oksigen di rumah sakit dengan melonjaknya kasus setiap hari. Terbaru, menipisnya oksigen dikeluhkan RS Sardjito Jogjakarta. Menanggapi hal ini, Kementerian Kesehatan bersama Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) berupaya mengatasi krisis kelangkaan oksigen tersebut.
Sekretaris Jenderal Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi) dr. Lia Gardenia Partakusuma merespons masalah kelangkaan oksigen. Menurutnya, penyebabnya bukan karena kelangkaan tetapi karena distribusinya kurang merata.
https://radarbanyumas.co.id/lima-provinsi-alami-kelangkaan-oksigen/
"Kita ributkan bahwa oksigen kurang, ya sebetulnya oksigennya sendiri seperti yang bapak Menkes sampaikan bukannya kurang. Tetapi bagaimana distribusinya itu bisa disampaikan dalam waktu yang tepat,” tegas dr. Lia dalam RDP DPR RI secara daring, Senin (5/7).
“Bayangkan yang biasanya seminggu dua kali dikirim oksigen liquid, pada satu hari pagi sudah diisi sore sudah minta diisi lagi. Nah yang seperti itu yang tidak bisa kami hindarkan,” kata dr. Lia.
Ia mengapresiasi kepada Kemenkes dan kepolisian mendampingi untuk mencari di mana oksigen tersebut dan mengirimkannya ke RS-RS sehingga frekuensi pengiriman oksigen ditambah. Sampai mengawal mulai dari pelabuhan sampai RS.
“Dan berbagai mitra industri sudah mengirimkan bantuan seperti dari Krakatau Steel dan juga ada ada bbrp CSR yang membantu RS. Dan di sini kami sangat mengharapkan bantuan dari dinkes berperan dalam pembagian RS,”
tegasnya.
Ia meminta maaf bahwa situasi kelangkaan tak bisa dihindari. Ada beberapa RS yang tidak bisa menghindari situasi ini.
“RS khawatir, apabila ada yang membutuhkan oksigen, RS khawatir kalau dituntut oleh masyarakat karena tidak bisa melayani dengan baik,” kata dr. Lia.
Bahkan laporan yang diterimanya, karena masalah tabung oksigen, pada 4 Juli membuat nakes di RS terkena pukulan keluarga pasien. Ia meminta masyarakat memahami situasi ini.
“Ternyata tabung oksigen juga bisa menyebabkan adanya pemukulan oleh masyarakat kepada petugas kesehatan. Kami mohon kiranya nakes bisa dilindungi, ini kan tujuannya bukan kami tidak ingin mengeluarkan oksigen tersebut dari fasyankes tapi memang ada syaratnya, bagaimana oksigen ini dibutuhkan bukan hanya untuk sekedar menggantikan sesak napas. Ada cara-cara untuk terapinya,” tegasnya.
Dengan banyaknya rumah sakit (RS) yang kekurangan tabung oksigen, membuat Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menggagas untuk impor tabung oksigen.
Budi mengatakan, pihaknya saat ini sedang berkoordinasi dengan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita untuk melakukan impor tabung oksigen.
“Kita dengan Menteri Perindustrian sudah berkoordinasi untuk impor tabung yang sebesar 6 meter kubik dan 1 meter untuk memenuhi ruang darurat tambahan yang ada di RS,” ujar Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Senin (5/7).
Budi menambahkan, Kemenkes juga sudah mendapatkan komitmen dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), agar melakukan konversi penggunaan oksigen dari industri ke medis. Sebanyak 90 persen oksigen dalam negeri akan dialihkan ke sektor medis.
“Kami sudah mendapatkan komitmen dari Kemenperin dan sudah koordinasi dengan Kemenperin agar konversi dari industri ke medis diberikan sampai 90 persen. Jadi sekitar 575.000 ton oksigen produksi dalam negeri akan dialokasikan untuk medis,” katanya.
Budi turut menjelaskan perihal produksi oksigen di Indonesia, di mana sebanyak 75 persen diproduksi untuk industri dan untuk medis hanya sebanyak 25 persen saja.
“Kapasitas produksi oksigen nasional ada 866.000 ton per tahun, tapi semua pabrik itu sekarang utilisasinya 75 persen, jadi yang riil diproduksi diproduksi setiap tahun adalah 640.000 ton. Dari itu, 75 persen dipakai untuk oksigen indusrti seperti industri baja, nikel, smelther, kemudian juga koper smelther, itu 458 ribu. Yang medis hanya 25 persen, 181 ribu ton per tahun,” ungkapnya.
Budi menjelaskan wilayah yang paling sedikit memproduksi oksigen adalah di Jawa Tengah, sementara yang cukup banyak ada di Jawa Barat dan Jawa Timur.
“Kita memang menyadari ada isu dari sisi distribusi, karena memang Jawa Tengah paling sedikit produksi oksigennya, banyaknya ada di Jawa Barat, Jawa Timur. Jadi kita harus ada logistik yang disalurkan ke sana,” pungkasnya.
Sementara itu, pemerintah akan memastikan ketersediaan tabung oksigen untuk perawatan pasien Covid-19 dan mengarahkan produksi tabung oksigen akan dilakukan hanya untuk kepentingan medis.
Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Jodi Mahardi menegaskan, pemerintah sudah menetapkan harga eceran tertinggi untuk 11 jenis obat di masa pandemi Covid-19 dan akan terus mengupayakan ketersediaan tabung oksigen.
“Kami targetkan porsi oksigen yang diproduksi di Indonesia, Koordinator PPKM Darurat meminta agar 100 persen produksi oksigen diperuntukkan untuk kepentingan medis terlebih dahulu,” ujar Jodi, dalam konferensi pers pelaksanaan PPKM Darurat yang dipantau virtual dari Jakarta, Senin (5/7).
Untuk mencapai hal tersebut, dia menegaskan bahwa seluruh alokasi industri harus dialihkan kepada sektor medis.
Dia menjelaskan bahwa Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan telah meminta Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita untuk menyukseskan kebijakan prioritas oksigen untuk kepentingan medis tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, dia meminta agar tidak ada pihak yang menjadi spekulan dan melakukan penumpukan komoditas baik obat dan oksigen, memanfaatkan keadaan di tengah banyaknya permintaan baik obat maupun peralatan medis di tengah kenaikan kasus COVID-19.
Jodi mengingatkan bahwa terdapat sanksi bagi pelaku yang terbukti menjadi spekulan atau melakukan penumpukan obat dan peralatan medis. Pemerintah daerah juga sudah membentuk satuan tugas untuk memastikan ketersediaan obat dan alat medis.
“Bagi masyarakat umum laporkan jika menemukan oknum yang menimbun obat dan menjual di atas harga yang ditentukan. Mereka yang menari di atas duka kita adalah penjahat kemanusiaan,” demikian Jodi. (jpc)