Ledakan si Bocah Denmark

Senin 28-01-2019,15:48 WIB

DARI seluruh rangkaian Indonesia Masters 2019 ini, surprise terbesar dihadirkan Anders Antonsen. Pemuda 21 tahun itu secara mengejutkan menjadi juara sektor tunggal putra. Lebih hebat lagi, gelar itu diraihnya setelah menghajar pemain terbaik dunia Kento Momota! Di final kemarin, Momota dibuat mati langkah dan menyerah dengan skor 16-21, 21-14, dan 16-21. Ini adalah prestasi tertinggi Antonsen. Sebelumnya, pemain bertinggi 186 cm itu menjuarai Scottish Open (setara super 300) pada 2016. Ini juga gelar perdana di luar Eropa. ''Ini sangat gila. Aku memulai semuanya sejak umur 6 tahun. Aku selalu bermimpi bisa menjuarai kejuaraan besar. Aku tidak bisa mendeskripsikan bagaimana senangnya perasaan ini,'' papar Antonsen dengan berseri-seri. Antonsen memang sangat emosional. Setelah memastikan kemenangan, dia langsung mencopot kaus dan berlari-lari di lapangan. Ketika diwawancarai MC sebelum podium, dia merebut mik dan langsung menyapa ribuan penonton Istora dengan gembira. Lalu, saat sesi konferensi pers, berkali-kali dia menatap medali emas yang terkalung di lehernya. Perjalanan Antonsen menjadi juara sesungguhnya sangat terjal. Sebagai pemain peringkat 20, dia tidak masuk daftar unggulan. Alhasil, pada babak pertama, dia langsung dihadapkan pada bintang Korea Son Wan Ho. Lalu, di semifinal dihadang Jonatan Christie, sweetheart-nya publik Istora. Tapi mental pemilik enam gelar International Challenge itu terbukti super. Semuanya dilibas. Antonsen tak pernah berpikir bisa sampai ke final. Menghadapi Momota, dia nothing to lose saja. ''Semua rekor tidak menguntungkan saya. Dari tiga pertemuan sebelumnya, saya selalu kalah,'' kata Antonsen. Namun, fisik Skandinavia begitu menguntungkannya kemarin. Defense baja dan smes superkuat membuat Momota pontang-panting. Capaian gelar BWF World Tour perdana Antonsen ini memang gila. Sebab, itu dicapai di tengah konflik antara para pebulu tangkis Denmark dan federasi bulu tangkis negara tersebut. Sejak November lalu, dia tidak lagi bisa menggunakan fasilitas di pelatnas. Tidak punya pelatih, tidak dibiayai tur. Selama ini yang berperan sebagai coach adalah para seniornya. Malahan di laga penentuan kemarin, tidak ada pelatih yang mendampingi dia. Antonsen harus berjuang sendirian. ''Saya juga ingin melalui momen ini bersama seseorang, seperti pelatih saya dulu. Tetapi saya coba untuk tenang dan fokus pada diri saya sendiri. Juga ambil energi positif yang diberikan penonton untuk saya,'' tuturnya. Antonsen memang belum setenar Viktor Axelsen maupun Jan O Jorgensen. Ketika masih 18 tahun, dia merebut gelar kejuaraan Eropa junior 2015. Setelah naik ke level senior, Antonsen hanya pernah sekali mencicipi podium. Yakni runner-up kejuaraan Eropa 2017. Prestasi tinggi tahun lalu, dia menembus semifinal Denmark Open. Di sisi lain, Momota sangat syok dengan kekalahannya. Dia terlihat sangat tertekan, terutama saat penonton lebih mendukung Antonsen. ''Saya tidak tahu harus berkata apa. Menyedihkan sekali tidak bisa menang di final,'' kata pemain 24 tahun itu. (feb/na)

Tags :
Kategori :

Terkait