RICUH: Oknum suporter saat merusak advertorial board serta jaring gawang sisi selatan, dalam laga PSIM Jogja lawan PS TIRA di Stadion Sultan Agung, Bantul, Selasa (11/12/2018).ISTIMEWA
JOGJA - Pertandingan PS Tira melawan PSIM Jogja di babak 64 besar Piala Indonesia berakhir ricuh. Ribuan pendukung PSIM Jogja meluapkan kekecewaannya atas kepemimpinan wasit yang berat sebelah.
Ketua Umum PSIM Jogja Agung Damar Kusumandaru menyayangkan kericuhan yang terjadi. Seharusnya para pendukung bersikap dewasa dan bisa menerima apapun yang terjadi di dalam lapangan.
"Manajemen minta maaf kepada pihak PS Tira hingga terjadi keributan," jelas Agung kepada Radar Jogja kemarin (12/12).
Atas kejadian tersebut, manajemen pun telah melayangkan protes kepada PSSI guna meringkan sanksi yang besar kemungkinan akan diterima oleh PSIM Jogja. Protes tersebut terkait dengan kepemimpinan wasit, Maulana Nugraha yang dinilai berat sebelah.
Pada pertandingan tersebut, wasit asal Semarang tersebut mengeluarkan sejumlah keputusan kontroversi. Diantaranya disahkannya gol kedua Pandi Lestaluhu yang dinilai berbau offside. Termasuk tidak memberikan penalti bagi PSIM setelah M Rifky dijatuhkan di dalam kotak penalti.
"Selain itu kami juga melihat panpel tidak sigap dalam menghadapi laga dengan pertandingan jumlah penonton yang lebih besar," kata Agung.
Sorotan kericuhan pendukung PSIM Jogja tidak hanya sekali ini saja terjadi. Sebelumnya, kericuhan suporter terjadi saat laga Laskar Mataram menjamu PSS Sleman di stadion yang sama pada 27 Juli lalu. Akibat kericuhan di luar stadion, salah satu pendukung M Iqbal warga Sewon Bantul meninggal dunia.
Pria yang juga anggota legislatif DPRD Jogja ini menyatakan, sebagai ketua umum klub, dirinya akan melakukan pembinaan terhadap suporter. Penguatan edukasi dan kerjasama dengan suporter akan dilakukan secara intens.
Dikatakan PSIM telah menjalani semusim kompetisi dengan kondusif. "Artinya, tidak ada keributan saat berlangsung laga," jelasnya. Dia pun meminta kepada para pendukung, untuk lebih dewasa dalam menyikapi setiap pertandingan. Menurutnya, para pemain sudah memberikan perlawanan yang maksimal. "Ini kan menjadi preseden buruk bagi sepakbola Jogja," jelasnya.
Kericuhan suporter dimenit ke-80 saat laga PS Tira kontra PSIM Jogja menggagalkan aksi walk out yang rencananya akan dilakukan oleh kelompok suporter Brajamusti. Rencananya, para pendukung PSIM Jogja akan meninggalkan tribun pendukung 13 menit sebelum laga bubar.
Angka 13 tersebut, dikaitkan dengan lama PSIM Jogja tak lagi berlaga di kasta tertinggi liga Indonesia. Terakhir, Laskar Mataram berlaga pada musim 2005.
Salah seorang pendukung Doni mengaku cukup menyayangkan atas kericuhan tersebut. Pasalnya, hasil informasi yang telah disebarkan oleh DPP Brajamusti melalui media sosial, aksi walk out sebagai bentuk protes terhadap manajemen yang dinilai cukup puas atas keadaan klub yang minim prestasi selama 13 tahun.
"Diminta menggunakan atribut putih sebagai simbol lelayu. Ungkapan duka dan prihatin akan kondisi yang ada," jelasnya.
Namun, karena aksi tersebut batal digelar, maka aspirasi pendukung terhadap manajemen pun urung disampaikan. Tidak hanya itu, dalam laga tersebut, para pendukung pun memasang sejumlah spanduk bernada sindiran kepada manajemen PSIM.
Yang cukup menohok yakni spanduk bertuliskan Manajemen Baik, PSIM Baik.
Ada pula spanduk yang bertuliskan Liga 2 bukan zona nyaman, ayo naik kasta.
Menyikapi sindiran dari para pendukung, Agung menilai aspirasi yang disampaikam oleh para pendukung merupakan hal yang wajar. Menurutnya, jika suporter menginginkan peningkatan prestasi PSIM yang lebih baik, situasi kondusif di setiap pertandingan wajib diciptakan, sebagai wujud tanggung jawab. "Suporter harus belajar menghormati apapun hasil pertandingan di lapangan," jelas Agung. (bhn)