CABANG olahraga tinju menyumbangkan dua perunggu untuk Indonesia kemarin. Medali datang dari Huswatun Hasanah yang tampil di kelas ringan 60 kg serta Sunan Agung Amoragam yang bertanding di kelas bantam 56 kg. Keduanya meraih perunggu lantaran kalah dalam semifinal yang digelar di Hall C JIExpo Kemayoran, Jakarta, kemarin.
Huswatun kalah telak 0-5 oleh petinju Thailand Sudaporn Seesondee. Sedangkan Sultan Agung menyerah kepada petinju Uzbekistan Mirazizbek Mirzakhalilov dengan skor sama. Meski begitu, Huswatun mencetak sejarah. Sejak sektor putri digeber pada 2010, dia menjadi petinju Indonesia pertama yang berhasil mendapatkan medali.
Petinju 20 tahun itu kurang puas. Menurut dia, kurangnya jam terbang menjadi salah satu penyebab penampilannya kurang prima. Apalagi, sang lawan kidal. ’’Sebenarnya dipersiapkan juga untuk menghadapi yang seperti itu (lawan kidal, Red). Tapi, tidak mungkin secepat itu juga mengubahnya,’’ tutur Huswatun.
Akibatnya, Huswatun membuka celah untuk lawan menyerang. Pukulannya tidak bisa menghasilkan poin sempurna. Huswatun ingin segera move on. Dia harus mempersiapkan diri untuk mengikuti seleksi SEA Games 2019. ’’Terus berlatih lagi untuk memperbaiki pukulan,’’ imbuhnya.
Sama dengan Huswatun, Sunan Agung tidak puas meraih perunggu. Meski, itu catatan positif juga. Sebab, dia mengakhiri dahaga medali Indonesia selama 20 tahun. Kali terakhir petinju Indonesia merebut medali pada Asian Games 1998 Bangkok. Willem Papilaya dan Hermensen Ballo sama-sama mempersembahkan perak.
Menurut pelatih tinju Adi Suwandana, selama ini pelatnas hanya berfokus meningkatkan teknik dan fisik para atlet. Mereka kurang tryout. Sebelum Asian Games, hanya dua kejuaraan yang diikuti, yakni di India dan Ukraina. ’’Anak-anak kurang jam terbang. Karena tidak pernah bertanding, kami tidak bisa evaluasi dan tidak punya tolok ukur mengenai lawan,’’ keluh Adi. (feb/c17/na)