Foto istimewa
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Muhammad Rakyam Ihsan Yunus, Kamis (25/2). Dia diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (Bansos) COVID-19.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan anggota Komisi II DPR itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Matheus Joko Santoso (MJS). Ini merupakan panggilan kedua Ihsan Yunus, setelah sebelumnya urung dilakukan pemeriksaan.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MJS," kata Ali Fikri, Kamis (25/2).
https://radarbanyumas.co.id/kpk-panggil-ulang-ihsan-yunus-terkait-saksi-kasus-bansos-surat-tak-sampai/
https://radarbanyumas.co.id/kpk-kebobolan-edhy-prabowo-disebut-terima-tamu-bukan-dari-keluarga-inti/
Kali ini, Ihsan Yunus datang memenuhi panggilan KPK. Dia tiba di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pukul 14.08 WIB. Dia datang dengan mengenakan kemeja putih dibalut jaket biru dongker dan celana hitam.
Tak ada komentar yang dilontarkan terkait pemeriksaan ini. Dia tiba langsung masuk ke lobi KPK.
Setelah lebih dari delapan jam diperiksa Ihsan Yunus pun tak berkomentar banyak terkait pemeriksaannya.
Dia mengatakan telah menyampaikan segala yang diketahuinya mengenai kasus dugaan suap bansos COVID-19 kepada penyidik.
"Intinya saya sudah menjelaskan semua kepada penyidik. Ya ini kan materi penyidikan, jadi silakan tanya ke penyidik aja ya," katanya di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (25/2).
Kendati bungkam, ia membenarkan tim penyidik KPK telah melakukan penggeledahan di kediamannya di kawasan Pulogadung, Jakarta Timur, pada Rabu (24/2) kemarin.
Namun dia tidak menjelaskan secara rinci barang yang diamankan oleh tim penyidik dari penggeledahan di rumahnya itu.
"Iya rumah saya sudah digeledah kemarin. Tanya sama penyidik ya," katanya.
Diketahui, pemeriksaan Ihsan Yunus dilakukan usai KPK menggeledah kediaman Ihsan Yunus yang berada di Jalan Kayu Putih Selatan 1, Nomor 16, Pulo Gadung, pada Rabu (24/2). Namun, Ali Fikri menyebut dalam penggeledahan itu, penyidik KPK tidak mendapat barang bukti apa pun terkait bansos.
Terkait penggeledahan, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai penyidik KPK sudah sangat terlambat. Wajar jika KPK tak menemukan satu dokumen maupun barang bukti yang berkaitan dengan kasus korupsi pengadaan bansos yang menyeret mantan Menteri Sosial Juliari P. Batubara.
"Lah geledahnya sudah sebulan dari kejadian emang dapat apa? Agak sulit untuk dapat barang bukti. Diduga sudah dibersihin sebelumnya. Sudah sangat terlambat," katanya.
Padahal, Boyamin menilai kalau ada 20 izin sudah diterbitkan Dewan Pengawas (Dewas) KPK untuk para penyidik melakukan penggeledahan sejak operasi tangkap tangan (OTT) beberapa waktu lalu.
"Namun tidak segera dilakukan penggeledahan. Jadi mestinya langsung dilakukan sehingga barang bukti masih utuh dan tidak dihilangkan. Kalau baru sekarang atau nanti, maka diperkirakan dan diduga barang bukti sudah hilang," tuturnya.
Menurutnya, proses penggeledahan harus dilakukan secepat mungkin setelah perkara dimulai agar menimbulkan efek kejut bagi lokasi yang.
"Ibarat perang, penggeledahan itu harus ada unsur kejut dan mendadak. Jika perlu malam hari atau menjelang pagi," ujarnya.
Kasus korupsi bansos COVID-19 ini menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Batubara, yang telah ditetapkan KPK sebagai tersangka. Dia dijerat bersama empat orang lainnya, yaitu Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, Ardian IM, dan Harry Sidabukke.
Dua nama awal merupakan pejabat pembuat komitmen atau PPK di Kemensos. Sedangkan dua nama selanjutnya adalah pihak swasta sebagai vendor pengadaan bansos.
KPK menduga Juliari menerima jatah Rp 10 ribu dari setiap paket sembako senilai Rp 300 ribu per paket. Total setidaknya KPK menduga Juliari Batubara sudah menerima Rp 8,2 miliar dan Rp 8,8 miliar.(riz/gw/fin)