JAKARTA - Langkah pemerintah memutuskan untuk memberlakukan Pembatasan Kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro mulai 9-22 Februari dianggap blunder. Kebijakan ini mendapat kritik. Salah satunya adanya aturan operasi mall dan jumlah pekerja yang bekerja dari rumah (WFH).
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Netty Prasetiyani mengatakan, awalnya, pemerintah menyebut PPKM Jawa-Bali tidak efektif menurunkan kasus Covid-19. Padahal dalam aturan itu, mall dibatasi hanya boleh sampai pukul 19.00 dan jumlah WFO 25 persen.
“Tapi, kenapa justru dalam PPKM skala mikro ini restoran dan mall boleh sampai pukul 21.00, dan jumlah WFO justru naik menjadi 50 persen. Namanya bukan pengetatan, tapi pelonggaran. Ketidaksinkronan semacam ini hanya menambah keriuhan komunikasi,” kata Netty dalam keterangan persnya, Selasa (9/2).
https://radarbanyumas.co.id/ppkm-mikro-dimulai-hari-ini/
Netty meminta pemerintah agar tidak asal-asalan dalam membuat kebijakan dengan berganti-ganti istilah yang membuat masyarakat bingung, tapi kasus Covid-19 terus menanjak.
“Terlalu banyak istilah yang berganti-ganti bisa membuat rakyat bingung, apalagi kebijakan tersebut nyatanya tidak efektif dalam menurunkan jumlah kasus. Masyarakat bisa menjadi tidak peduli lagi dengan kebijakan pembatasan yang dibuat oleh pemerintah,” ungkapnya.
Netty justru mempertanyakan apa target dari PPKM skala mikro tersebut. Apa indikator keberhasilan PPKM. Ia menegaskan, para epidemiolog selalu mengingatkan bahwa kebijakan penanganan itu harus mampu mencegah penyebaran, menurunkan morbiditas, dan menekan mortalitas yang disebabkan COVID-19.
“Seharusnya pemerintah belajar dari pengalaman sebelumnya, kebijakan itu harus terukur bukan berdasarkan asumsi semata,” tambahnya.
Daripada PPKM skala mikro, Netty lebih menyarankan untuk dilakukan karantina total guna memutus mata rantai penyebaran dan memastikan sistem pelayanan kesehatan tetap bertahan.
“Saat ini jumlah faskes di beberapa daerah telah penuh, antrean pasien yang harus dirawat juga makin panjang. Dengan karantina wilayah dan pembatasan mobilitas total, diharapkan dapat menjadi efek kejut yang efektif menahan laju kurva Covid-19,” katanya.
Ia meminta pemerintah agar memastikan RT maupun kelurahan yang diisolasi mendapatkan penanganan yang cepat serta terpenuhi kebutuhan pokok masyarakatnya.
“Posko-posko yang dibangun harus sigap. Jangan hanya sekadar menjaga dan mengawasi. Tapi juga cepat memastikan terpenuhinya kebutuhan warga masyarakat yang wilayahnya diisolasi. Ini kewajiban negara yang tidak bisa dihindari jika ingin menjamin keselamatan rakyatnya,” kata Netty.
Diketahui, pasca diterbitkannya Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 03 Tahun 2021 tentang PPKM Mikro, Kemendagri melalui Ditjen Bina Adwil meminta para gubernur, khususnya di 7 provinsi prioritas untuk menindaklanjuti Inmendagri tersebut.
Yaitu dengan menerbitkan aturan pelaksana, baik melalui Peraturan Gubernur (Pergub) maupun Surat Edaran (SE).
Kemudian, sebagai wakil pemerintah pusat, kepala daerah di 7 provinsi itu juga diminta untuk memastikan dukungan pembiayaan melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota dan menetapkan kabupaten/kota yang menerapkan PPKM Mikro.
“Kami mengharapkan, tujuh provinsi yang diberlakukan Inmendagri ini sudah menetapkan kabupaten/kota yang menerapkan PPKM Mikro. Sehingga bisa kita publikasi kepada media bahwa jumlah kabupaten/kota yang menerapkan PPKM Mikro, kemudian melakukan evaluasi dan monitoring kab/kota secara berjenjang,” ujar Dirjen Bina Adwil Safrizal.
Sejalan dengan itu, beberapa bupati/wali kota yang disebutkan dalam Inmendagri tersebut juga diminta segera menyusun Surat Edaran atau peraturan sebagai tindak lanjut.
Sama halnya dengan gubernur, bupati/walikota juga diminta untuk memastikan dukungan pembiayaan terhadap program PPKM Mikro agar dapat berjalan sampai level yang lebih mikro.
“Kemudian juga melakukan evaluasi dan monitoring terhadap kecamatan dan desa yang ada di wilayahnya,” ujar Safrizal.
Di tingkat kecamatan pun Safrizal meminta agar segera dibentuk posko kecamatan untuk mensupervisi posko desa/kelurahan hingga ke tingkat RT/RW. Di samping itu, agar dilakukan pula analisis di level kecamatan, desa dan kelurahan berdasarkan zona kriteria yang sudah ditetapkan.
Monitoring dan evaluasi rutin juga diharapkan untuk dilakukan bersama Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) guna memperoleh data yang akurat. (khf/fin)
samb: Istilah Berganti-Ganti Bikin Bingung