Gunungan Sekaten Ala Cilacap Diserbu Warga

Senin 23-10-2017,08:00 WIB

NU dan Muhammadiyah Peringati Hari Santri CILACAP-NU dan Muhammadiyah menggelar upacara Hari Santri bersama-sama. Di tingkat Kabupaten Cilacap, upacara Hari Santri yang dipusatkan di alun-alun Cilacap, juga dihadiri oleh masa dari NU dan Muhammadiyah. Kedua ormas Islam tersebut menyatu dalam peringatan Hari Santri nasional diperingati setiap tanggal 22 Oktober. Ketua Panitia Hari santri Kabupaten Cilacap, KH M Taufik Hiadayatullah SAg, Minggu (22/10) mengatakan, bersatunya dua ormas Islam ini akan menjadi kekuatan bagi negeri ini dalam mengokohkan NKRI. DIARAK : Arak-arakan gunungan hasil bumi menjadi rebutan warga usai upacara peringatan Hari Santri. DARYANTO/RADARMAS “Mudah-mudahan peringatan Hari Santri yang ditandai dengan upacara bendera dapat menjadi momentum kebangkitan Islam Nusantara,”kata dia. Menurut dia, kerukunan umat beragama bisa dimulai dari kerukunan inter umat seagama. Jika itu sudah terwujud maka kerukunan antar umat beragama pasti akan tercapai. Indonesia menurutnya memerlukan hal itu. “Karena itu secara kontinyu Hari Santri Nasional harus dijadikan momentum dalam menyatukan spirit Islam dalam bingkai Negera Kesatuan Republik Indonesia,”tandas Ketua FKUB Cilacap ini. Peringatan Hari Santri di Kroya juga sangat meriah, selain upacara bendera yang dihadairi oleh NU dan Muhammadiyah juga dilanjutkan dengan kirab gunungan ala sekaten yang diarak dari alun-alun Tugu usai upacara ke Karangmangu. Diiringi n drumband dari Pondok Pesantren Al Hidayat Kroya, gunungan hasil bumi itu dipikul dan diarak bersama Barisan Ansor Serbaguna (Banser) dan Komando Keamanan Muhammadiyah (Kokam) mengarak gunungan. Arak-arakan ini mirip festival Sekaten di Jogjakarta. Meski dicegah agar gunungan hasil bumi diperebutan usai doa bersama sepertinya warga sudah tidak sabar dan langsung merangsek berebut gunungan yang diarak sekitarr tiga kilometer dari pusat kota. “Kami senang ternyata peringatan Hari Santri sangat meriah dan ormas Islam pun menyatu,”kata Danramil Kroya, Kapten Infantri Ngadisan usai menjadi inspektur upacara di alun-alun Tugu Kroya. Apalagi rangkaian kegiatan Hari Santri di Kroya juga cukup unik dan meriah. Sebab selain upacara, ada bersih desa, santunan, pengajian akbar dan pegelaran wayang kulit yang digelar oleh Muslimat NU Desa Karangmangu yang mengambil tema Peduli Budaya. “Rasanya hari santri memang menjadi momen yang penting bagi oramas Islam khususnya bagi NU dan Muhamadiyah,”kata Badrudin Emce dari Pamong Bdaya Kabupaten Cilacap saat menyaksikan atraksi budaya di Kroya.Festival Drumband Meriahkan HSN Sementara itu, festival drumband dengan melibatkan peserta dari siswa SD dan MI di Kecamatan Majenang, Minggu (22/10) kemarin memberi warna tersendiri saat Hari Santri Nasional (HSN). Tiap regu unjuk kebolehan untuk mencuri perhatian tim penilai dan mampu memboyong piala bergilir yang disediakan panitia. Salah satu peserta, kemarin memperagakan kemampuan mayoret mengatur tempo dan lagu dengan berdiri diatas tumpukan bass drum. Peragaan ini dilakukan oleh ketiga mayoret secara bergantian. "Ajang ini merupakan kegiatan tambahan untuk memeriahkan Hari Santri Nasional," ujar Ketua Majelis Wilayah Cabang (MWC) NU Majenang, KH Musbihin. Dia menjelaskan, peringatan HSN tahun ini masih dilakukan oleh NU dan tidak melibatkan ormas ataupun instansi lain. Hal ini berbeda dengan peringatan hari nasional yang sering melibatkan instansi pemerintah maupun swasta. Sebut saja upacara Hari Sumpah Pemuda atau yang lainnya. "Tahun ini masih belum melibatkan pemerintah. Mudah-mudahan tahun depan bisa," ujarnya. Dalam upacara kemarin, seluruh petugas termasuk inspektur upacara menggunakan kain sarung. Hal ini menunjukkan ciri khas kaum santri yang sering menggunakan sarung saat belajar ataupun ketika menjalankan ibadah. Sarung juga kerap mereka gunakan dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Menurutnya, hal ini sangat wajar dan bertujuan untuk mencirikan HSN. Penggunaan sarung ini juga tidak jauh berbeda kala upacara mengikuti Sumpah Pemuda atau Hari Kartini dimana peserta menggunakan baju tradisional. "Tidak beda dengan peringatan Kartini, peserta pakai baju daerah," jelasnya. Penggunaan sarung ini juga terlihat pada upacara HSN di Kecamatan Gandrungmangu. Inspektur dan petugas upacara menggunakan kain sarung. Hanya pasukan pengibar bendera (paskibra) saja yang menggunakan seragam berbeda. Mereka mengenakan pakaian khas paskibra berwarna putih. (yan/har/din)

Tags :
Kategori :

Terkait