Pemkab Purbalingga Dorong Perdes Pologoro Harus Dicabut

Kamis 24-11-2016,11:59 WIB

15 Desa Sadar Hukum Termasuk Pungutan Liar PURBALINGGA - Pemkab Purbalingga melarang kotak sumbangan seikhlasnya yang biasanya terdapat di kantor desa atau kantor kelurahan. Sebab, Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo sudah menyatakan, kotak sumbangan seiklasnya ditempat pelayanan desa atau kelurahan merupakan salah satu pungutan liar (pungli). Hal itu diungkapkan Asisten Pemerintahan Sekda Purbalingga R Imam Wahyudi dalam kegiatan sosialisasi desa/kelurahan sadar hukum di Operation Room Graha Adiguna, kemarin (23/11). “Kotak sumbangan seiklasnya juga termasuk pungli. Sehingga saya minta tidak ada lagi pada tradisi pelayanan di desa,” katanya. Dia menegaskan, kepala desa dan jajaran aparat desa dan kelurahan diingatkan tidak melakukan praktik pungli dalam bentuk apapun. “Termasuk yang terkait dengan pologoro di desa. Seharusnya sudah tidak ada seiring adanya kebijakan bagi hasil pajak dan retribusi daerah. Bagi desa yang masih menerapkan perdes pologoro harus segera dicabut,” lanjutnya. Menurut Imam, turunnya Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pemberantasan Praktik Pungutan Liar Dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Instansi Pemerintah, tradisi pungutan seiklasnya di desa termasuk dalam 58 item jenis pungli yang harus diberantas. Sehingga dia meminta kepala desa dan perangkatnya harus berhati-hati jangan sampai praktik pungutan yang tidak ada ketetapan aturanya menjadi temuan Tim Saber Pungli. Dia menambahkan, di Kabupaten Purbalingga tengah dilakukan proses pembentukan Unit Saber Pungli yang tidak lama lagi akan segera beroperasi. Sementara itu, narasumber dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Jawa Tengah Setyawati menyatakan kebanggaanya kepada Purbalingga karena pada 2015 lalu, Purbalingga menjadi yang terbanyak dalam peresmian desa/kelurahan sadar hukum di Jawa Tengah. “Meski hanya 15 desa, tetapi seluruh persyaratanya terpenuhi,” katanya. Dia menjelaskan, suatu desa atau kelurahan binaan dapat ditetapkan menjadi desa/kelurahan sadar hukum apabila memenuhi sejumlah kriteria. Di antaranya pelunasan kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) mencapai 90 persen atau lebih. Tidak terdapat perkawinan dibawah usia sesuai UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, angka kriminalitas rendah, kesadaran masyarakat terhadap kebersihan dan kelestarian lingkungan tinggi serta kriteria lain yang ditetapkan daerah. “Semua kriteria harus didukung bukti tertulis dari instansi yang berkaitan, dan Purbalingga semua terpenuhi,” jelasnya. Pada kesempatan tersebut diserahkan prasasti peresmian desa/kelurahan sadar hukum dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly kepada 15 desa di 15 kecamatan. Yakni Desa Siwarak Kecamatan Karangreja, Toyareja (Purbalingga), Penaruban (Bukateja), Lamuk (Kejobong), Kalijaran (Karanganyar), Sumampir (Rembang), Larangan (Pengadegan), Metenggeng (Bojongsari), dan Adiarsa (Kertanegara). Desa lainnya, Limbasari (Bobotsari), Sanguwatang (Karangjambu), Pengalusan (Mrebet), Majatengah (Kemangkon), Manduraga (Kalimanah), dan Sempor Lor (Kaligondang). (tya/sus)

Tags :
Kategori :

Terkait