SUMPIUH- Musim tanam padi pada musim kemarau kerap menimbulkan konflik di antara petani. Penyebabnya karena distribusi air tidak merata. Sehingga areal sawah banyak yang tidak mendapatkan air.
"Petani kesulitan air. Akibatnya petani rebutan air, malam di sawah mencari air, menunggui sawahnya. Jangan sampai terjadi lagi ada petani berantem karena air," kata Kepala UPTD PU Wilayah Sumpiuh Imam Pamungkas, Jum'at (8/6).
Oleh karena itu, UPTD PU Wilayah Sumpiuh berupaya mengembangkan sistem pertanian padi dengan pengairan basah kering. Demplot berada di Desa Karangjati Kecamatan Kemranjen dengan area satu hektare (ha).
PENGECEKAN Kepala UPTD PU Sumpiuh mengecek demplot area pengairan basah kering, kemarin. (FIJRI RAHMAWATIRADARMAS)
Pengairan basah kering mengatur debit air. Semula air berada di atas tanah setinggi 5 cm. Kemudian pengurangan air secara bertahap hingga 15 cm di bawah permukaan tanah.
"Dari pengairan basah kering nantinya dapat diketahui kebutuhan air selama musim tanam. Jadi terdapat efisiensi air sehingga harapannya distribusi air ketika kemarau dapat merata dan menghilangkan konflik sosial," papar Imam.
Uji coba pengairan basah kering ternyata diragukan petani. Padahal UPTD PU Wilayah Sumpiuh menargetkan pada 2019 dapat mencapai 5 ha pengairan basah kering dari 173 ha. Hal tersebut disampaikan oleh Mantri Pengairan Kecamatan Kemranjen UPTD PU Wilayah Sumpiuh, Tumiran.
"Tadi bertemu pemilik sawah yang sedang di uji coba. Seharusnya sawah sudah mulai dikeringkan tapi air belum dialirkan ke luar. Katanya takut kalau tanaman padi kekurangan air ketika air dibuang," jelas Tumiran.
Menanggapi keraguan petani, UPTD PU Wilayah Sumpiuh meyakinkan tanaman padi tidak akan mati karena kekurangan air. Pengairan basah kering juga tidak mengurangi produktivitas padi. Adapun varietas padi yakni TW Melati. (fij)