Pembeli Tanah Tak Sepakatai Harga Bangunan
PURWOKERTO-Kelompok Tani Ngudi Jaya, Desa Pajerukan Kecamatan Kalibagor, memutuskan membongkar bangunan penggilingan padi (ricemile) atau selipan. Pemicunya, pembeli tanah dan kelompok tani tersebut tak menemukan titik sepakat dalam penentuan harga bangunan.
Keputusan tersebut diambil setelah sejak tahun 2015 hingga Minggu (29/4) negosiasi harga tetap buntu.
"Sebelumnya kami sudah sampaikan ke pak Cipto, pembeli tanah untuk mengosongkan selipan berikut mesin yang beroprasi. Sebab bangunan mau kami robohkan saja, " kata Sumirno, Ketua Kelompok Tani Ngudi Jaya, Minggu (29/4).
Dia mengatakan, awalnya sejak tahun 1985 kelompok tani membangun selipan di atas tanah Taryo. Dengan perjanjian, Taryo dibolehkan mengunakan lahan lain, milik anggota kelompok tani yang menurutnya justru lebih produktif.
"Kemudian Taryo menjual tanahnya ke Cipto. Tadinya Cipto mau membayar nilai banguan milik kami Rp 15 sampai Rp 20 juta di tahun 2015, anggota tidak sepakat. Sejak tahun 2015, banguan selipan digunakan oleh Cipto, untuk buka selipan juga, " ungkapnya.
Sejak saat itu sengketa bangunan tesebut terus menjadi perselisihan. Sebab tanahnya jadi milik Cipto, banguan milik kelompok tani, mesin ricemile milik cipto.
Artinya, sejak membeli tanah, meskipun cipto beluk selesai soal akad bangunan, sudah dia gunakan untuk usahanya sendiri membuka rice mile.
"Tanahnya punya Cipto, bangunan milik kelompok tani, mesin ricemile yang jalan sejak 2015 milik Cipto. Jadi Cipto membuka usaha dengan bangunan milik kami. Padahal jual beli bangunan belum clear, " kata dia.
Puluhan petani yang tergabung di Ngudi Jaya, akhirnya membuat kesepakatan dengan membongkar banguan rice mile yang dipakai Cipto itu. "Anggota kemudian menyepakati, dirobohkan saja, " kata dia.
Menanggapi dirobohkanya banguan ricemile tersebut, istri Cipto menyatakan tidak mempermasalahkan langkah Kelompok Tani Ngudi Jaya. "Sudah tidak ada apa-apa, dirobohkan ya tidak apa-apa. Kan itu juga bukan punya saya, " kata dia. (hkm)