
Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Setya Arinugroho (peci hitam).
PURWOKERTO, RADARBANYUMAS.CO.ID - Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Setya Arinugroho, mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk segera mengupayakan solusi terbaik bagi eks-karyawan PT Sritex yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Pernyataan ini disampaikan dalam wawancara eksklusif pada Rabu (12/3/2024) lalu, menyusul memanasnya isu tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan akibat penutupan perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Data Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Jawa Tengah menyebut, total pekerja yang terkena PHK dari beberapa perusahaan di bawah naungan PT Sritex mencapai 10.965 orang. Soal itu, Kementerian Ketenagakerjaan menyebut bahwa PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex telah menyelesaikan pembayaran upah kepada eks-karyawan. Namun, pembayaran hak pesangon, penghargaan masa kerja, dan tunjangan hari raya (THR) masih menunggu hasil penjualan aset oleh tim kurator.
Menanggapi hal tersebut, Setya Arinugroho mengaku prihatin atas kabar bahwa uang pesangon, penghargaan dan THR akan dibayarkan setelah aset pabrik berhasil dijual oleh tim kurator. Menurutnya, meski hal itu memang lumrah terjadi pada perusahaan yang mengalami pailit, namun ia berharap segala prosesnya dapat diselesaikan dengan baik dan sesegera mungkin.
"Kami terus mendorong Pemprov Jateng untuk mencari dan merealisasikan solusi terbaik bagi eks-karyawan Sritex. Jika tidak segera ditangani, dampak dari PHK ini dapat menurunkan daya beli masyarakat. Apalagi jika hak-hak karyawan tidak segera dituntaskan dan mereka tidak lekas mendapatkan pekerjaan baru," kata dia.
Setya Arinugroho menegaskan, bahwa perhatian pemerintah terhadap kasus Sritex ini tidak boleh membuat tim kurator mengabaikan kewajiban membayar pesangon, penghargaan masa kerja, dan THR karyawan yang terdampak PHK.
"Pemerintah terus bersikap tegas dan bijaksana dalam menyelesaikan permasalahan ini demi kesejahteraan para pekerja," terangnya.
Selain itu, ia juga menyoroti kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional yang saat ini mengalami penurunan pertumbuhan dan daya saing. Untuk mencegah gelombang PHK lebih luas, ia mendesak pemerintah agar segera menerapkan kebijakan penguatan daya saing industri TPT.
"Kami menilai Pemerintah perlu segera mencari solusi strategis dalam perkara ini. Dapat dipertimbangkan solusi seperti penyediaan lapangan kerja yang sesuai dengan kapasitas dan keterampilan mereka di industri tekstil, ataupun penyediaan pelatihan keterampilan baru yang sesuai dengan sektor yang sedang diminati dan membutuhkan SDM pekerja” tuturnya.
Gulung tikarnya Sritex menjadi alarm bagi pemerintah, akan urgensi mitigasi yang cepat dan tepat guna mencegah dan menghadapi gelombang deindustrialisasi yang mengancam perekonomian nasional, utamanya Jawa Tengah. Bagi Jawa Tengah, industri tekstil menjadi penyumbang terbesar keempat untuk seluruh industri manufaktur lokal, setelah industri makanan dan minuman, pengolahan tembakau, dan batubara.
Melemahnya industri tekstil ia sebut, ditengarai oleh dua permasalahan pokok, yakni melonjaknya tren thrifting atau membeli produk bekas kayak pakai dan fast fashion produk tekstil impor. Mengacu data terbaru BPS, Proporsi jumlah pekerja industri tekstil dan pakaian jadi sebanyak 18,80 persen, menjadikannya penyumbang tenaga kerja kedua terbanyak di Indonesia setelah industri makanan dan minuman yang sebesar 29,23 persen.
"Masa depan industri tekstil Jawa Tengah perlu menjadi salah satu fokus perhatian Pemerintah sebab menyangkut kesejahteraan masyarakat dan pertumbuuhan ekonomi Jateng," pungkasnya. (ads)