Jalan Raya Krumput dan Tradisi Buang Sial yang Turun Temurun Hingga Kini

Sabtu 22-10-2016,18:37 WIB

Mengamati Manusia Penunggu Lintas Krumput Jika melintas di Jalan Raya Krumput (Buntu- Banyumas) tepatnya di Desa Pageralang- Kemranjen, setiap pengendara disuguhkan dengan pemandangan yang tak biasa. Puluhan manusia duduk berjejer menunggu dan memungut uang recehan dari pengendara yang melintas. Siapa menyangka, fenomena yang sulit diatasi ini berawal dari tradisi buang sial. IMAM MUSYAFA, Banyumas Diceritakan oleh Mbah Rohmat, Budayawan yang juga mantan Kades setempat, pada tahun 90-an kejadian kecelakaan di Krumput bisa dijumpai hampir setiap hari. Ini terjadi karena kondisi jalanan yang berkelok tajam dan banyak jurang. Maka warga setempat berjaga di jalanan untuk memberi pertolongan jika terjadi kecelakaan. Bagi pengendara yang sedang melintas dengan selamat, berinisiatif melemparkan uang recehan sebagai wujud buang sial. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak pengendara yang juga membuang receh untuk keselamatannya. Uang receh yang berceceran dipungut oleh warga. Bermula dari itu, kini semakin banyak warga yang tertarik untuk memungut uang receh di jalan itu. Pantauan Radarmas kemarin jam 11, terdapat sekitar 40 warga yang duduk menunggu uang recehan. Jumlah sebenarnya jauh lebih banyak. Kamto, salah satu warga desa Pageralang mengatakan, ada lebih dari seratus warga yang berjaga menunggu recehan itu. Mereka sudah memiliki jadwal tersendiri untuk 'nongkrong' baik pada waktu siang maupun malam. Pro-kontra manusia penunggu lintas Krumput hingga sekarang belum juga usai. Solusi pemberian modal bagi penunggu jalan dari pemerintah Kabupaten Banyumas dengan tujuan pekerjaan yang lebih mulia juga sudah dilaksanakan. Akan tetapi, hal ini belum membuahkan hasil. Rohmat justru menolak solusi dari pemerintah. Alasannya, karena pengguna jalan akan lebih hati-hati jika di pinggiran jalan terdapat banyak orang. Selain itu, ada atau tidak ada warga, pengguna jalan akan tetap melempar recehan di perlintasan Krumput demi keselamatannya masing-masing. Mubadzir jika recehan tidak dipungut. Setiap penunnggu jalur tersebut mendapatkan Rp 20 ribu hingga Rp 50 ribu per harinya. Hal ini diakui oleh Rasiwen dan Sikun yang sedang duduk santai menunggu pengendara melemparkan uang recehan. Sedangkan untuk hari istimewa seperti lebaran dan liburan, hasilnya bisa mencapai 500.000/hari. Selain uang, beberapa pengendara juga sering menyengajakan diri memberi sedekah berupa sembako dan pakaian. "Walau mereka tidak mengemis, namun yang mereka lakukan seperti pengemis, sebagai warga asli Banyumas saya merasa malu. Jika Bnyumas memang punya pemerintah, harusnya masalah seperti itu sudah teratasi dengan bijak," tutur Faruq, salah satu pengendara. (ffa)

Tags :
Kategori :

Terkait