Dr.Antonius Benny Susetyo
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia telah menjadi panduan fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sejak kemerdekaan. Namun, dengan perkembangan zaman dan dinamika sosial yang terjadi, nilai-nilai Pancasila seringkali terabaikan dalam praktik kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini, pendidikan Pancasila di sekolah menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa generasi muda Indonesia tidak hanya memahami, tetapi juga mengamalkan nilai-nilai Pancasila.
Pendidikan Pancasila tidak hanya berfokus pada transfer pengetahuan mengenai sejarah dan filosofi dasar negara, tetapi lebih pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang berlandaskan pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Dengan pendidikan Pancasila yang komprehensif, diharapkan siswa mampu menginternalisasi dan mengaplikasikan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terbentuk karakter bangsa yang kuat dan berintegritas.
Sejak awal kemerdekaan, pendidikan Pancasila telah menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan di Indonesia. Namun, dalam perjalanannya, posisi dan peran pendidikan Pancasila mengalami berbagai perubahan seiring dengan perubahan kebijakan pendidikan dan politik. Pada masa Orde Baru, pendidikan Pancasila diajarkan dengan pendekatan yang sangat ideologis dan doktriner. Setelah reformasi, pendidikan Pancasila sempat mengalami penurunan perhatian dan digantikan oleh pendidikan kewarganegaraan. Namun, mengingat pentingnya nilai-nilai Pancasila dalam membangun karakter bangsa, ada dorongan kuat untuk mengembalikannya sebagai pelajaran wajib dalam kurikulum.
Mengembalikan pendidikan Pancasila sebagai pelajaran wajib memiliki beberapa manfaat penting, diantaranya,Pendidikan Pancasila membantu memperkuat identitas nasional dan rasa kebangsaan di kalangan generasi muda, Pendidikan Pancasila berperan dalam membentuk karakter siswa yang berlandaskan pada nilai-nilai luhur Pancasila,Melalui pendidikan Pancasila, siswa diajarkan untuk memiliki kesadaran sosial yang tinggi, peduli terhadap sesama, dan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, Pendidikan Pancasila mengajarkan nilai-nilai moral yang penting dalam kehidupan sehari-hari, seperti kejujuran, tanggung jawab, dan keadilan.
Nilai ketuhanan dalam Pancasila mengajarkan bahwa setiap manusia harus mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa dan menjunjung tinggi nilai-nilai religius dalam kehidupan. Dalam konteks pendidikan, nilai ketuhanan dapat diajarkan melalui berbagai kegiatan, seperti kegiatan keagamaan, pembelajaran tentang toleransi antar umat beragama, dan penerapan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari, Nilai kemanusiaan mengajarkan bahwa setiap manusia harus diperlakukan dengan adil dan manusiawi, tanpa membedakan suku, agama, ras, atau golongan. Pendidikan Pancasila harus mampu menanamkan rasa empati, kepedulian, dan menghormati hak-hak asasi manusia kepada siswa. Ini bisa dilakukan melalui kegiatan sosial, diskusi tentang isu-isu kemanusiaan, dan penerapan praktik-praktik kemanusiaan dalam kehidupan sekolah, Nilai persatuan menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang beraneka ragam. Pendidikan Pancasila harus mengajarkan siswa untuk mencintai tanah air, memahami keragaman budaya, dan berperan aktif dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Kegiatan seperti upacara bendera, pelajaran sejarah nasional, dan kegiatan kebudayaan dapat menjadi sarana untuk menanamkan nilai persatuan, Nilai kerakyatan mengajarkan pentingnya demokrasi dan kedaulatan rakyat. Dalam pendidikan Pancasila, siswa diajarkan tentang pentingnya partisipasi aktif dalam proses demokrasi, menghargai pendapat orang lain, dan berperan serta dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan bersama. Kegiatan seperti pemilihan ketua kelas, debat, dan diskusi kelompok dapat membantu siswa memahami dan mengaplikasikan nilai kerakyatan, Nilai keadilan mengajarkan pentingnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pendidikan Pancasila harus mampu menanamkan rasa keadilan dan kesetaraan dalam diri siswa. Pembelajaran tentang hak dan kewajiban, penerapan aturan yang adil di sekolah, dan diskusi tentang isu-isu keadilan sosial dapat membantu siswa memahami dan mengaplikasikan nilai keadilan.
Agar pendidikan Pancasila dapat efektif dalam membentuk karakter siswa, diperlukan pendekatan pembelajaran yang tepat.
Beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya Siswa diajak untuk merenung dan merefleksikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan seperti diskusi, studi kasus, dan refleksi pribadi dapat membantu siswa memahami dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut, Pembelajaran Pancasila harus relevan dengan konteks kehidupan siswa.
Materi dan kegiatan pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi sosial, budaya, dan lingkungan siswa, Siswa diajak untuk bekerja sama dan berdiskusi dalam kelompok untuk memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila. Kegiatan seperti kerja kelompok, proyek, dan permainan peran dapat membantu siswa belajar secara kolaboratif, Pembelajaran Pancasila harus melibatkan kegiatan praktik yang memungkinkan siswa mengaplikasikan nilai-nilai yang dipelajari dalam kehidupan nyata.
Kegiatan seperti bakti sosial, kegiatan keagamaan, dan partisipasi dalam organisasi sekolah dapat menjadi sarana untuk mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila
Untuk memahami pentingnya pendidikan karakter, kita perlu merujuk kembali kepada apa yang dikatakan Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan karakter. Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa nilai-nilai yang perlu diinternalisasikan kepada peserta didik dalam mengembangkan karakter meliputi religiusitas, kejujuran, kerja keras, kerja cerdas, kemandirian, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli sosial, peduli lingkungan, dan tanggung jawab.
Dalam mengajarkan nilai-nilai ini, penyelenggara pendidikan tidak boleh hanya terjebak pada penyampaian target, tetapi harus fokus pada proses internalisasi nilai-nilai tersebut.Pendidikan karakter peserta didik harus melibatkan tiga pusat pendidikan secara sinergis: keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pengembangan karakter peserta didik perlu memperhatikan perkembangan budaya bangsa sebagai sebuah kontinuitas menuju ke arah kesatuan budaya dunia, namun tetap memiliki sifat kepribadian dalam lingkungan kemanusiaan sedunia. Asas dasar pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara merupakan landasan dasar yang kokoh untuk membangun karakter bangsa yang bersendikan pada budaya bangsa tanpa mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan universal.Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) telah menyusun bersama Kementerian Pendidikan sebuah buku panduan untuk pendidikan Pancasila, yang berisi 30% pengetahuan dan 70% praktek.
Buku ini menekankan bagaimana mengembangkan nilai-nilai Pancasila dalam aplikasi hidup nyata. Pendidikan Pancasila diharapkan mampu membentuk kepribadian bangsa dan menjadi penuntun bagi siswa dalam menghadapi tantangan zaman di era digital, di mana ilmu pengetahuan, teknologi, dan komunikasi mendominasi kehidupan.
Guru memiliki peran penting dalam mengajarkan pendidikan Pancasila. Sebagai fasilitator pembelajaran, guru harus mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, menumbuhkan rasa cinta kepada Pancasila, dan memberikan teladan dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Guru juga harus mampu menggunakan metode pembelajaran yang tepat dan kreatif untuk membantu siswa memahami dan menginternalisasi nilai-nilai Pancasila.
Pendidikan karakter tidak dapat hanya dilakukan di sekolah, tetapi juga harus melibatkan keluarga dan masyarakat. Keluarga memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai moral dan etika kepada anak-anak. Orang tua harus menjadi teladan dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat juga harus mendukung pendidikan Pancasila melalui berbagai kegiatan yang mengedepankan nilai-nilai kebersamaan, toleransi, dan keadilan.
Ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam mengembalikan pendidikan Pancasila sebagai pelajaran wajib, antara lain Pergantian kebijakan pendidikan yang sering terjadi dapat mempengaruhi konsistensi dan kontinuitas pendidikan Pancasila, Keterbatasan sumber daya, baik dalam hal tenaga pengajar yang kompeten maupun bahan ajar yang berkualitas, dapat menjadi hambatan dalam pelaksanaan pendidikan Pancasila, Kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya nilai-nilai Pancasila di kalangan siswa, guru, dan masyarakat dapat menghambat proses internalisasi nilai-nilai tersebut. Pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi yang cepat dapat menggeser nilai-nilai lokal dan nasional, termasuk nilai-nilai Pancasila.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, beberapa solusi yang dapat dilakukan antara lain: Pemerintah harus konsisten dalam menerapkan kebijakan pendidikan Pancasila sebagai pelajaran wajib, dan memastikan bahwa kebijakan tersebut diterapkan secara berkelanjutan.Pemerintah dan institusi pendidikan harus melakukan pelatihan dan pengembangan profesional bagi guru-guru Pancasila agar mereka memiliki kompetensi yang diperlukan untuk mengajarkan pendidikan Pancasila secara efektif, Perlu dikembangkan bahan ajar yang berkualitas dan relevan dengan konteks kehidupan siswa, sehingga mereka dapat memahami dan menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dengan baik., Sosialisasi dan kampanye tentang pentingnya pendidikan Pancasila harus dilakukan secara masif kepada siswa, guru, dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman mereka, Teknologi harus dimanfaatkan untuk mendukung pendidikan Pancasila