Konflik Laut Merah Pengaruhi Kondisi Perusahaan Rambut dan Bulu Mata Palsu di Purbalingga

Konflik Laut Merah Pengaruhi Kondisi Perusahaan Rambut dan Bulu Mata Palsu di Purbalingga

Ketua Apindo Kabupaten Purbalingga Rocky Djungjunan, saat memberikan sambutan dalam sosialisasi empat pilar MPR RI di Kompleks Hotel Owabong.-ADITYA/RADARMAS -

PURBALINGGA, RADARBANYUMAS.DISWAY.ID - Perang Amerika-Inggris melawan Milisi Houthi di Laut Merah, semakin memperparah kondisi industri rambut dan bulu mata palsu di Kabupaten PURBALINGGA.

Sebab, ongkos pengiriman logistik untuk ekspor rambut dan bulu mata palsu ke pembeli semakin tinggi.

Hal itu menjadikan keuntungan yang didapatkan perusahaan rambut dan bulu mata palsu, semakin menurun. Sehingga, berimbas pada pekerja yang terkena efisiensi perusahaan agar bisa tetap beroperasi.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Purbalingga Rocky Djungjunan mengungkapkan, hal tersebut kepada Radarmas, Selasa, 6 Februari 2024.

BACA JUGA:Libur Lebaran Tiap Pabrik Rambut dan Bulu Mata Berbeda, Tergantung Pemenuhan Order

"Jika biaya pengiriman kita yang menanggung, akan membuat kami bingung. Sebab, ongkos kirim karena adanya konflik di Laut Merah menjadi semakin tinggi," katannya disela-sela sosialisasi empat pilar MPR RI di Kompleks Hotel Owabong.

Dia menjelaskan, akibat konflik di laut Merah, ongkos logistik juga ikut naik, karena kapal kontainer harus berlayar lebih jauh lagi memutari Afrika.

Sebab, akibat konflik laut Merah, kapal kesulitan melalui Terusan Suez. "Hal itu, akan membuat biaya yang kami keluarkan semakin banyak," imbuhnya.

Dia menambahkan, naiknya ongkos pengiriman membuat perusahaan semakin terpukul. 

BACA JUGA:Pastikan Pengolahan Limbah, Komisi IV Datangi Pabrik Bulu Mata Palsu

Sebab, sebelumnya mereka sudah terkena imbas menurunnya order dari pembeli di luar negeri, akibat perekonomian global yang menurun.

Hal tersebut, membuat perusahaan harus memutar otak agar keberlangsungan perusahaan tetap terjaga. Diantaranya adalah efisiensi di sektor pekerja.

Pekerja harus rela dirumahkan atau bergantian jam bekerja dengan rekan lainnya. Hal tersebut, menurutnya sudah menjadi kesepakatan pekerja, serikat pekerja dan manajemen perusahaan.

Menurutnya, kondisi saat ini jauh di bawah kondisi saat pandemi Covid-19 lalu. Hal itu, menjadikan pemutusan hubungan kerja (PHK), atau merumahkan pekerja tak terelakkan lagi.Namun, beberapa perusahaan mengambil kebijakan pekerja masuk bergantian. Serta, tidak adanya lagi lembur bagi pekerja. (tya)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: