Dua Miliar Uang Palsu Beredar di Sepuluh Provinsi Termasuk Jawa Tengah
Pelaku Miliki Dua Ruko dan Tiga Mobil JAKARTA— Peredaran uang palsu (Upal) kian mengkhawatirkan. Kemarin (10/10) Bareskrim mengungkap kasus uang palsu yang dikendalikan napi berinisial A yang dipenjara di Lapas Bali. Sindikat upal tersebut telah beroperasi selama empat tahun, penyidik memprediksi upal yang beredar sekitar Rp 2 miliar atau 20 ribu lembar. Bank Indonesia baru menemukan 657 lembar upal dari sindikat yang dikendalikan napi tersebut. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Brigjen Agung Setya menjelaskan bahwa pengungkapan ini dimulai dengan undercover buying dengan tawaran 3:1, tiga uang palsu dibeli dengan satu uang asli. "saat itu, kami tangkap empat tersangka berinisial H,Y,M dan S," ujarnya. Terdapat sejumlah barang bukti pembuatan uang palsu itu, dari pewarna, alat sablon, printer, mesin cetak dan sejumlah kertas. Dari alat bukti tersebut diketahui bahwa pelaku cukup lama beroperasi. "Sesuai pengakuan tersangka sudah empat tahun mencetak upal,"tuturnya. Saat pemeriksaan juga terkuak fakta bahwa S ternyata diinstruksi oleh seorang napi berinisial A. Keduanya memiliki hubungan darah sebagai ayah dan anak. A yang merupakan ayah S kerap kali meminta anaknya untuk membuat upal. ”Jadi, A ini minta untuk mencetak upal saat sudah ada pesanan,” jelasnya. Selama empat tahun itu, sesuai hitungan penyidik diprediksi sudah ada 20 ribu lembar uang palsu atau sekitar Rp 2 miliar. Upal itu terdeteksi oleh Bank Indonesia telah beredar di sepuluh provinsi, yakni DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Lampung dan Kalimantan Selatan. Namun masih belum ada kejelasan apakah Barlingmascakeb termasuk dalam jalur peredaran uang palsu tersebut. Menurutnya, tersangka kasus upal tersebut memiliki sejumlah aset yang kemungkinan berasal dari hasil kejahatan, yakni dua ruko, tiga mobil, dua sepeda motor dan uang senilai Rp 10 juta di rekening. "Kami berupaya untuk mengenakan tindak pidana pencucian uang (TPPU)," jelasnya. Sementara Kepala Divisi Penanggulangan Uang Palsu Bank Indonesia Hasiholan Siahaan menuturkan, peredaran uang palsu yang dikendalikan napi Lapas Bali ini diketahui hingga 10 provinsi karena terdeteksi dari nomor seri. "Jadi, banyak nomor seri yang ganda," tuturnya. Upal pasti pasti nomor serinya ganda karena sangat sulit untuk bisa membedakan nomor seri dalam setiap lembar upal. Biaya untuk membuat upal akan sangat mahal bila nomor serinya tidak ganda. "Dari pendeteksian ini kami sudah mendapatkan 657 lembar upal Rp 100 ribu," jelasnya. Bila dipastikan ada 20 ribu lembar atau Rp 2 miliar upal yang beredar dari sindikat ini, maka masih ada 19.343 lembar upal yang beredar. BI hanya bisa mendeteksi upal itu bila ada masyarakat yang menyetor uang dan terselip upal di uang tersebut. "Butuh waktu untuk bisa mengambil semua upal dari peredaran," paparnya. Agung menambahkan, 19.343 lembar upal itu bisa jadi sudah beredar di masyarakat atau malah masih berada di tangan kaki tangan sindikat upal. "Karenanya, kami akan mengembangkan terus kasus tersebut," ujarnya ditemui di kantor Bareskrim di gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). (idr)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: