Hutan Kritis Paling Luas, Potensi Longsor Terbesar Ada di Majenang

Hutan Kritis Paling Luas, Potensi Longsor Terbesar Ada di Majenang

MAJENANG-Kecamatan Majenang masih menyimpan potensi ancaman tanah longsor yang cukup besar. Ini terlihat dari luas lahan yang masuk kategori sangat kritis. Tercatat ada 2.289 ha lahan sangat kritis dan menjadi yang terluas se-Kabupaten Cilacap yang mencapai 2.535 ha. Data ini merupakan hasil pemetaan yang dilakukan pada 2013 oleh BP DAS Cimanuk Citanduy. "Lahan sangat kritis paling luas di Majenang," ujar Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Cilacap, Sujito, Rabu (5/10) kemarin. Data itu menyebutkan, lahan sangat kritis juga tersebar di Kecamatan Karangpucung seluas 111 ha dan Wanareja yang mencapai sekitar 400 an ha. Sementara di Kecamatan Bantarsari mencapai 25 ha. Yang cukup mengejutkan adalah adanya lahan sangat kritis di Kecamatan Cilacap Selatan. "Di Cilacap Selatan mencapai enam hektar," katanya. Data itu juga menyebutkan mayoritas lahan sangat kritis berada di daerah barat Kabupaten Cilacap. Hal ini sesuai dengan karakteristik wilayah yang banyak berupa pegunungan dan perbukitan. Banyak lahan yang kemudian dimanfaatkan warga perkebunan ataupun tanaman industri. Dinas, katanya, lalu membuat kebijakan yang diharapkan bisa menekan lahan sangat kritis di wilayah barat. Beberapa diantaranya adalah mengarahkan program kehutanan ke wilayah sana. Sebut saja program Kebun Bibit Rakyat (KBR) dan sejumlah bantuan program dari BP DAS Cimanuk Citanduy. "Program dari BP DAS kita arahkan kesana," ujarnya. Ditambahkannya, data itu memastikan adanya lahan kritis seluas 15.373 ha. Sementara lahan kategori agak kritis mencapai 72.687 ha dan potensi kritis (47.350). Lahan kritis ini muncul karena beberapa faktor. Mulai dari erosi, pemenuhan kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat yang masih mengandalkan kepada lahan. Faktor lainnya adalah pemenuhan kebutuhsan kayu untuk industri. Kebutuhan kayu di wilayah barat Kabupaten Cilacap tergolong tinggi dibandingkan luas lahan yang ada. Terlebih setelah munculnya sejumlah pabrik pengolahan kayu yang tersebar di Kecamatan Dayeuhluhur, Wanareja dan Majenang. "Juga karena faktor kurang kepedulian dari kalangan industri untuk melakukan penanaman kembali," tandasnya. (har/ttg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: