Ni Sayang Ayu Setiani, Dalang Wayang Kancil, Awalnya karena Penasaran dengan Tokoh-Tokoh Pewayangan
![Ni Sayang Ayu Setiani, Dalang Wayang Kancil, Awalnya karena Penasaran dengan Tokoh-Tokoh Pewayangan](https://radarbanyumas.disway.id/upload/2021/11/WEB-01-OK-FOTO-A-BOKS-perempuan-dalang-wayang-kancil-1.jpg)
Suara tabuhan gamelan saling beradu. Memecahkan suasana Balai Budaya Minomartani, Depok, Sleman, Minggu (7/11). Tiba-tiba menyeruak suara lolongan hewan beriringan. Ada kancil, anjing, singa, macan, banteng, dan gajah. Pecah. Gerakan mereka mengundang tawa penonton. Itulah keseruan petunjukan wayang kancil dengan lakon Kancil Mbangun Khayangan yang dibawakan Ni Sayang Ayu Setiani.
MEITIKA CANDRA LANTIVA, Sleman, Radar Jogja
Kancil tampak murung. Dia sedih, anak-anak tidak lagi menghiraukannya. Dia cemburu terhadap tiga tokoh kartun, Doraemon, Spongebob dan Patrick yang lebih mengundang perhatian anak kecil. Lantas kancil pergi ke khayangan, mencari Semar.
Meminta arahan agar kancil tidak diabaikan lagi. Lalu Semar memberikan arahan melakukan inovasi lebih baik. Pada penghujung cerita, tiga tokoh kartun itu pun berhasil ditumbangkan, diusir oleh kancil.
“Kancil ibarat dongeng, jarang diminati lagi anak-anak. Dan tergantikan karakter kartun yang menggambarkan pengaruh budaya barat melalui teknologi,” ungkap Ni Sayang Ayu Setiani usai membawakan lakon pertunjukan wayang kancil Minggu (7/11) dikutip dari Radar Jogja.
Lakon yang Ayu bawakan itu mewakili keresahannya. Di mana anak-anak lebih populer dengan budaya barat dibandingkan budaya sendiri.
Dengan mengambil sosok kancil sebagai pemeran utama, dia ingin mengajak anak-anak mencintai dongeng. Sebab, pesan singkat dongeng mampu membangun karakter budi pekerti anak menjadi lebih baik.
Ayu pun menceritakan, sejak kecil tertarik dengan cerita pewayangan. Dia pun penasaran dengan tokoh-tokoh dalam cerita pewayangan. Karena lahir dan tinggal di Jakarta, untuk membeli wayang tidaklah mudah. Kalaupun ada harganya mahal. Wayang hanya dia dapatkan ketika pulang kampung di Pleret.
Ketika ada pertunjukan wayang, dia antusias menonton dan membeli wayang kertas yang dijual pedagang kaki lima. Bahkan setiap pulang kampung, dia selalu membeli wayang kepada perajin wayang di Pocong, Wukirsari, Imogiri, Bantul.
“Wayang itu saya mainkan. Saya joget-jogetin,” kata perempuan muda berusia 22 tahun itu.
Pada sebuah pagelaran wayang, dia dipertemukan oleh Slamet Sutopo. Sebagai penabuh kendang dan guru dalang anak-anak. Mengetahui Ayu menyukai wayang, lalu Slamet menyuruhnya datang ke rumahnya di Pundong untuk belajar dalang.
“Saat itu saya masih belum bisa bahasa Jawa,” ungkap mahasiswi S2 Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu. Berkat bimbingan Slamet, dia diajarkan bahasa Jawa, bahkan bahasa halus yang biasa dilafalkan dalam wayang purwa. Meski membaca dengan teks.
“Ayu ini mentalnya kuat. Dan kemauannya keras, jadi tidak terlalu sulit membimbingnya,” ungkap Slamet di lokasi yang sama. Selama 10 tahun mendalami ilmu pewayangan, Ayu semakin mengibaskan sayapnya. Tidak hanya mempelajari wayang purwa. Tetapi juga wayang kancil.
https://radarbanyumas.co.id/aqilla-mysha-irawan-balita-asal-desa-srowot-yang-jago-tabuh-bonang-baru-setahun-kenal-seni-karawitan/
Pertunjukan ini kali pertama dia memainkan wayang kancil, yang menurutnya, memiliki banyak tantangan.
“Karena harus belajar menirukan suara-suara binatang yang bagi saya itu tidak mudah,” bebernya.
Menjadi dalang perempuan menghantarkan dia menuju kesuksesan. Dia pun kerap mendapatkan undangan mengisi acara pertunjukan wayang. Tidak hanya di DIJ. Tetapi di berbagai kota penjuru Indonesia.
“Dari kecil saya suka didongengkan tentang wayang. Dengan cerita fabel ini diharapkan anak-anak sekarang tergugah menyukai wayang kancil,” ungkap Ayu. (laz)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: