Kementiran Koperasi dan UMK Dirikan 1000 Badan Usaha Milik Rakyat

Kementiran Koperasi dan UMK Dirikan 1000 Badan Usaha Milik Rakyat

PURWOKERTO- Menteri Koperasi (Kemenkop) dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga berkunjung ke Purwokerto, Minggu (4/12) kemarin. Dalam kunjungannya tersebut, Menkop sedang menyiapkan prototipe Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR) di lima kabupaten salah satunya Banyumas. Konsultan Kemenkop dan UMK, Luarso mengatakan, prototipe akan disediakan sebanyak seribu. "Setelah prototipe baru masuk ke cluster sebanyak lima ribu, kalau prototipe ada seribu," katanya. Luarso menuturkan, 65 cluster sudah ditentukan menyesuaikan dengan peraturan menteri. Pada cluster tersebut akan dikembangkan untuk memproduksi beras sebanyak dua juta ton untuk stok ekspor. Kedepannya, petani yang terlibat dalam BUMR akan di organize menjadi lembaga BUMR. BUMR merupakan wadah kumpulan dari beberapa koperasi yang membentukan perseroan. Program itu akan dilaunching Presiden Joko Widodo di Sukabumi. Pasalnya baru Sukabumi yang sudah berjalan dan sudah menghasilkan 8,5 ton per hektar gabah kering panen (GKP). Larso mengatakan, produksi per cluster tergantung dari wadahnya, tetapi akan dibuat semaksimal mungkin. "Semisal ada lima ribu cluster, dan taruhlah ada satu hektar sawah dikalikan tiga ton per musim, di dua musim yang ada akan dimanfaatkan untuk menanam padi dan palawija," tuturnya. Luarso menjelaskan, pihaknya bukan hanya fokus untuk produktivitas petani, tetapi lebih ke kontinuitas, stok logistik, dan kesejahteraan petani. Sehingga petani tidak hanya menerima dari hasil panen gabah, tetapi juga dari keuntungan menjual beras. Larso menjelaskan, nantinya petani akan dikelompokan dan memiliki saham di kelompok BUMR. Sistem penerimaan keuntungan petani ada bulanan dari pos leading, musiman dari hasil produksi, dan tahunan dari deviden. "Deviden itu dari beras yang dijual ke konsumen, keuntungannya untuk petani bukan pedagang," jelas Luarso. Sementara gaji petani diambil dari cost operasional. Sebab, petani dapat pembiayaan dan dari pembiayaan ini dibiayakan menjadi budi daya. Sementara ini pembiayaan untuk pupuk, bibit, dan lain-lain yang membutuhkan dana Rp 6,5 juta dalam satu musim. Pada program ini dibiayakan menjadi Rp 13.431.000 termasuk untuk biaya hidup petani. Dengan adanya biaya hidup tersebut, diharapkan tidak ada lagi petani yang meminjam uang ke rentenir atau tengkulak. Adapun Untuk modal awalnya, program ini dibantu oleh Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) BUMN dan harus digulirkan. Tiap kabupaten diberikan modal yang berbeda, tergantung dari visibilitasnya karena tiap daerah itu berbeda. "Modalnya menyesuaikan dari berapa biaya untuk menggarap lahan, biaya benih, dan sebagainya karena ini bisnis murni milik petani bukan program amal," jelasnya. Pada BUMR ini, tidak ditentukan minimal anggotanya yang berasal dari petani. Jumlah petani tergantung dari kepemilikannya. Namun, semakin kecil pemiliknya, itu justru semaki baik karena dari yang kecil sebagai penggarap sampai sekarang belum bisa mengalami kenaikan dengan begitu, diharapkan jika mengikuti BUMR, ada kepastian untuk pemasukan pada petani. Luarso menambahkan, untuk pendistribusiannya tidak disebar ke pasar atau supermarket. Prosesnya beras dibeli oleh PT yang menaungi dan dari situ didistribusikan ke BUMN dan ke user. (ely/acd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: