90 Persen Jajanan SD di Banyumas Tidak Sehat
PURWOKERTO- Tingginya penderita Insfeksi Saluran pernapasan Akut (ISPA) yang diderita anak-anak tidak terlepas dari jajana anak. Menurut Dinas Kesehatan kabupaten (DKK) Banyumas, 90 persen jajanan anak, terutama anak Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Banyumas masih tidak sehat. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DKK Banyumas, Sadiyanto SKM MKes melalui Kasi Farmasi Makanan Minuman Dan Perbekalan Kesehatan, Andina Patmaningrum mengungkapkan, masih ditemukan jajanan anak sekolah tidak sehat. Dia mengatakan, setelah dilakukan pengecekkan ke lapangan, rata-rata jajanan anak khususnya jenis minuman tidak sehat. Menurut dia, kebanyakan minuman tersebut masih menggunakan pemanis buatan. "Jajanan tidak sehat yang paling banyak ditemukan di anak SD. Umumnya ada di minuman, karena masih menggunakan pemanis buatan,"katanya, Rabu (5/10) kemarin. Andina menjelaskan, masih ditemukannya minuman yang menggunakan pemanis buatan karena faktor murah dan mudahnya bahan pemanis tersebut ditemukan. Dia mencontohkan, rata-rata harga minuman dengan pemanis buatan hanya Rp 500. Padahal, kata dia, apabila menggunakan pemanis dengan gula, tentu harganya jauh lebih mahal. "Karena murah dan masih mudahnya bahan pemanis buatan didapatkan di pasar atau lainnya. Rata-rata memang harganya sekitar segitu, sangat murah karena pas dengan kantong anak SD," ujarnya. Dia menambahkan, keberadaan kantin juga menentukan sehat tidaknya suatu jajanan. Menurut Andina, rata-rata memang SD negeri di seluruh Kabupaten Banyumas masih belum memiliki kantin khusus yang menyediakan makanan atau jajanan sehat. Padahal, adanya kantin sehat akan dapat mengontrol dan menjamin keberadaan jajanan sehat. "Kebanyakan yang belum memiliki kantin sehat ada di SD Negeri, karena jumlahnya pun yang paling banyak. Sementara kalau SD swasta sudah banyak yang memiliki kantin sehat. Padahal kalau dilihat, keberadaan kantin akan mampu menjamin kualitas makanan dari kesehatan,"terangnya. Lebih lanjut Andina mengaku, untuk pengawasan tidak bisa dilakukan secara sendirian oleh DKK. Sehingga perlu ada tim atau koordinasi dengan dinas terkait atau stakeholder untuk pengawasan jajanan anak sekolah. Seperti misalnya upaya yang sudah dilakukan DKK yakni dengan penyuluhan ke sekolah empat kali dalam setahun dan sosialisasi kepada UKS disekolah. "Pengawasan jajanan tidak bisa dilakukan DKK secara sendirian, karena sangat kompleks. Sehingga kita melakukan koordinasi dan bekerjasama dengan stakeholder seperti Bapeluh dan UKS-UKS yang ada disekolah untuk mensosialisasikan ciri dari jajanan yang tidak sehat,"tandasnya. Seperti diberitakan kemarin, penderita ISPA masih tertinggi di Purwokerto diikuti alergi. Mayoritas penderita ISPA adalah anak-anak. (rez)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: