Arief Hutipat, Pegiat Kopi Purwokerto Fokus Melakukan Edukasi ke Petani Kopi
Sebagian orang memang hanya sebagai penikmat kopi. Tidak perlu tahu proses rumit yang harus dilalui para petani kopi, sebelum produknya dinikmati. Karena proses rumit itulah, Arief Hutipat melakukan edukasi ke petani kopi untuk mendapatkan kopi berkualitas. BAYU INDRA KUSUMA, Purwokerto Kopi sudah begitu dikenal. Dari yang harga ribuan hingga puluhan ribu untuk satu cangkir kopi. Soal harga tadi memang ditentukan dari kualitas. Rasa prihatin terhadap kualitas kopi yang dihasilkan petani itulah, Arief Hutipat merasa terpanggil untuk untuk melakukan pendampingan. Beberapa tahun terakhir mulai melakukan pendapingan dan edukasi kepada para petani kopi yang ada di Barlingmascakep. Tipat, sapaannya, mengaku tidak sendiri. Pendapingan dilakukan bersama beberapa pecinta kopi lainnya. Dia berupaya memberikan pengetahuan-pengetahuan mengenai kopi, mulai dari bibit sampai panen. "Saat ini kita masih melakukan pendataan terhadap petani kopi yang ada di Barlingmascakep dan sekitarnya, khususnya di daerah wilayah utara Gunung Slamet, seperti Baturraden, Purbalingga dan Pemalang," ujarnya. Diakui, saat ini kesadaran petani kopi masih sangat kurang. Padahal kopi memiliki potensi yang luar biasa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani kopi. Mulai dari pembibitan kopi, sejauh ini para petani masih banyak yang mengandalkan bantuan bibit dari perhutani, sehingga belum dapat mandiri. Tidak hanya itu, pada saat panen juga masih belum tersistem dengan baik. Bahkan biji kopi yang belum masuk masa panen sudah ikut dipanen, sehingga merusak bunga kopi yang masih tumbuh. "Kualitas panen kopi sangat mempengaruhi kualitas kopi tersebut. Jadi tidak asal panen saja. Padahal kalau ditekuni harga jual kopi bisa sangat tinggi," jelasnya. Tipat menjelaskan, edukasi yang dilakukannya terhadap petani saat ini memang masih dalam jumlah kecil. Meski demikian ke depannya harapannya masing-masing petani dapat mandiri. "Kita hanya mengawali saja, yang pasti kita fokuskan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Namun tetap ada pendampingan sampai nantinya petani bisa mendiri," tegasnya. Menurutnya, proses budidaya kopi mulai dari bibit sampai siap panen membutuhkan waktu sekitar dua tahun. Namun pasca dua tahun tersebut, petani bisa melakukan panen secara berkala dan berkelanjutan. Untuk potensi perkebunan kopi di Banyumas, sejauh ini sudah ada dua daerah yang cukup berkembang, yaitu Cilongok dan Baturraden, mengingat kedua daerah tersebut memiliki ketinggian yang sesuai untuk budidaya kopi, yaitu di ketinggian 400-800 mdpl, karena kedua daerah itu rata-rata berada di ketinggian 600 mdpl. "Yang jelas kita ingin memakmurkan masayrakat melalui kopi mulai hulu sampai ke hilir, atau mulai dari petani sampai ke konsumen," (*/acd)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: