Penanganan Inveksi Menular Seksual di Gang Sadar Baturraden Kurang Dukungan Serius
PURWOKERTO-Penanganan Inveksi Menular Seksual (IMS) di Kecamatan Baturraden, masih butuh keseriusan dari Pemkab Banyumas. Sebab penanganan IMS hingga kini dihadapkan dengan beberapa kendala. Imbasnya, jumlah IMS yang terdata turun hingga 80 persen dari tahun 2015. Berdasarkan data dari Puskesmas II Baturraden, sampai Agustus 2016, jumlah penderita IMS baru 76 orang. Angka tersebut cukup jauh bila dibandingkan dari jumlah penderita IMS sampai akhir 2015 yang mencapai 469 orang. Dari jumlah itu, 98 persen dari 76 orang penderita berasal dari Wanita Pekerja Seks (WPS) yang ada di Gang Sadar. Kepala Puskesmas II Baturraden, Baharudin SKM mengatakan, penurunan ini disebabkan kendala penanganan, salah satunya pendanaan. Menurut dia, di tahun lalu, penanganan IMS didanai oleh Global Funding (GF). Lembaga inilah yang mendanai semua penanganan IMS secara terintegrasi. "Bantuannya seperti pemberian dana untuk cek kesehatan kepada WPS dan lainnya,"ujarnya kepada Radarmas. Dia mengakui, besaran dana tidak dirinya mengetahui. Namun dana tersebut mampu membiayai seluruh kegiatan pendeteksian IMS. Pola pendeteksian IMS ini dengan mendatangi secara langsung ke Lokalisasi Gang Sadar. "Gampangannya penanganan dengan jemput bola dengan langsung di cek satu persatu para WPS,"ujar Baharudin. Menurut dia, dengan belum adanya dana dari GF, penanganan IMS hanya mengandalkan pelayanan Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan (PDP). Selain itu, ditambah dengan penanganan dengan bentuk sosialisasi kepada para WPS dan mucikarinya. Sementara untuk penanganan jemput bola sudah tidak bisa dilakukan. "Paling tidak kita sudah berupaya. Minimal ada upaya promitif, dan preventif seperti sosialisasi kepada para WPS dan mucikari tentang bahaya IMS ini,"tandasnya. Dia menambahkan, penanganan IMS sudah cukup terbantukan dengan pelayanan PDP ini. Sebab, menurut dia, pelayanan PDP tidak berbiaya mahal. Pelayanan PDP cukup dengan membayar retribusi pendaftaran yang hanya sebesar Rp 5 ribu. "Kalau melihat perda, seharusnya dikenai biaya Rp 100 ribu. Murahnya biaya ini juga bentuk subsidi dari pendanaan dari Pemerintah,"pungkasnya.(rez)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: