PSI Minta Pemerintah Serius Tangani Lonjakan Harga Kedelai
Juru bicara DPP PSI, Sigit Widodo, saat blusukan ke pusat pengerajin tempe di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. BANYUMAS - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meminta pemerintah untuk lebih serius mengatasi lonjakan harga kedelai yang menyengsarakan pengerajin tempe dan tahu di seluruh Indonesia. Demikian disampaikan juru bicara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PSI, Sigit Widodo, kepada Radar Banyumas, Minggu (10/1). Kenaikan harga kedelai impor asal Amerika Serikat dari kisaran Rp 6.500 menjadi RP 9.500 membuat beban pengerajin tempe dan tahu menjadi sangat berat. Di beberapa daerah, pengerajin sempat menghentikan produksinya karena kesulitan membeli kedelai, selain sebagai bentuk protes pada kenaikan harga ini. https://radarbanyumas.co.id/kementan-telat-tingkatkan-produksi-kedelai/ “Kami sangat prihatin dengan kenaikan harga kedelai yang luar biasa ini. Tempe dan tahu adalah makanan nasional yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia dan menjadi sumber protein yang terjangkau orang banyak,” ujar Sigit. Karena itu, PSI meminta pemerintah untuk campur tangan agar pasokan dan harga kedelai kembali normal. Dampak kenaikan kedelai juga dirasakan pengerajin tempe dan tahu di Banyumas. Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PSI Kabupaten Banyumas, Fitria Agustina, mengungkapkan, omzet pengerajin di Sentra Tempe Pliken, Kecamatan Kembaran, sudah merosot 50 persen dalam setahun terakhir. “Produksi mulai turun saat pandemi covid-19. Jumlah pembeli merosot karena banyak kampus yang diliburkan dan warung-warung tutup, ditambah sekarang ada kenaikan harga bahan baku yang sangat tinggi,” ungkapnya. Thoiful Rizal, pengerajin tempe asal Pliken, membenarkan pernyataan Fitria. Saat didatangi pengurus DPD PSI Banyumas, Thoiful mengungkapkan, sebelum pandemi satu pengerajin tempe di Pliken setidaknya menggunakan 50 kilogram kedelai per hari. “Kemudian turun menjadi 30 kilogram, tapi banyak yang tidak laku. Akhirnya kami turunkan hanya menjadi 25 kilogram saja,” ujarnya. Meski dibebani kondisi yang sama, pengerajin tahu di Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, masih lebih baik. “Meskipun kondisinya sangat berat, omzet tahu di Kalisari tidak turun,” ungkap Ardan Aziz, mantan kepala desa Kalisari. Ardan mengungkapkan, pengerajin tahu di Kalisari menyiasati kenaikan harga kedelai dengan memperkecil ukuran tahu atau menaikkan harga. Sigit mengatakan, di seluruh Indonesia, kenaikan harga kedelai sangat memberatkan pengerajin tahu dan tempe. “Kedelai bisa mencapai 60-70 persen dari total biaya produksi. Kenaikan harga kedelai yang mencapai 42 persen saat ini jelas membuat beban pengerajin menjadi sangat tinggi. Di beberapa daerah, mereka bahkan sudah merumahkan karyawannya,” ungkap Sigit. Ardan mengamini apa yang disampaikan oleh Sigit. Dia mencontohkan produksi tahu keluarganya yang mencapai 90 kilogram per hari. “Naik seribu rupiah saja kan berarti ada biaya tambahan 90 ribu, apalagi sekarang. Pokoke mumeti,” ujarnya. Namun Ardan mengaku kondisi di Kalisari masih lebih baik karena tidak ada pengurangan karyawan dan penurunan omzet. Fitria mengatakan, baik pengerajin tempe maupun tahu di Banyumas berharap pemerintah dapat turun tangan agar harga kedelai bisa turun setidaknya menjadi Rp 7.500 per kilo. Janji importir kedelai untuk menurunkan harga kedelai menjadi Rp 8.500 dinilainya belum cukup baik. “Jika masih di atas Rp 7.500, beban pengerajin masih sangat berat dan berimbas juga ke konsumen karena ada kenaikan harga atau ukuran tahu yang diperkecil,” ungkapnya. DPP PSI minggu lalu telah meminta pemerintah meninjau ulang pola impor kedelai. Menurut PSI, perlu dibuka siapa saja yang mendapat kuota impor tempe, dan bagaimana sistem distribusinya. "Kedelai adalah komoditas penting di Indonesia karena diolah menjadi tahu dan tempe, sumber protein dengan harga terjangkau terutama untuk kalangan menengah bawah. Pasokan dan harganya seharusnya terus-menerus dijaga agar aman,” ujar Sigit. Jika terdapat indikasi ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan secara tidak fair dari lonjakan harga kedelai, PSI meminta pemerintah untuk tidak ragu menindak pelakunya dengan tegas. PSI juga merekomendasikan untuk merampingkan jalur impor dan distribusi kedelai ke pengerajin untuk mengurangi rantai dan rente distribusi, mengingat disparitas harga internasional dan eceran relatif tinggi. “Koperasi pengerajin tahu dan tempe juga perlu dilibatkan sebagai jalur distribusi,” ujar Sigit. Untuk jangka Panjang, PSI berharap pemerintah lebih serius meningkatkan produksi dan kualitas kedelai dalam negeri dengan cara melakukan subsidi teknologi untuk petani kedelai. Selain itu perlu dipikirkan juga penggunaan komoditas lokal non-kedelai untuk membuat tempe. (rdr)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: