APKASI Desak Pemerintah Cabut PP 48 tahun 2005

APKASI Desak Pemerintah Cabut PP 48 tahun 2005

SOSIALISASI : APKASI melakukan sosialisasi Program Peningkatan Mutu Pendidikan Daerah di Kabupaten Cilacap, Selasa (25/09). NASRULLOH/RADARMAS CILACAP- Maraknya aksi Tenaga Honorer K2 terjadi karena Pemerintah Pusat tidak cepat dalam mengantisipasi atau mengisi kekosongan tenaga pengajar. Kondisi ini memicu komite sekolah mengangkat guru dengan standar apa adanya, atau tidak ada standar kualifikasi yang jelas. "Ini yang kemudian ketika pemerintah akan mengangkat K2 jadi agak berat. karena itu terkait dengan persoalan standar," ujar Staf Ahli Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Bidang Pendidikan, Himmatul Hasanah pada acara Sosialisasi Program Peningkatan Mutu Pendidikan Daerah di Kabupaten Cilacap, Selasa (25/09). Diakuinya, pemerintah tidak sanggup menganggat PNS karena perlu anggaran yang cukup tinggi. Kebijakan pemerintah memunculkan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebenarnya bisa menjadi solusi. "PPPK perlu segera direalisasi, tetapi dengan standar kualifikasi. Yang akan diangkat segera ditetapkan, jadi perlu membentuk tim saya kira," imbuhnya. Dia berharap pemerintah merealisasikan PPPK karena melihat banyak K2 di berbagai daerah yang tidak mendapatkan upah layak. "Banyak guru tidak mendapatkan penghargaan yang cukup. Pendapatan mereka jauh dari Upah Minimum Kerja (UMK)," imbuhnya. "Banyak guru di banyak daerah tidak mendapatkan upah tambahan, selain dari dana BOS yang nilainya hanya Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu perbulan," terangnya. Tidak hanya itu, dia juga mendesak pemerintah pusat untuk bisa mencabut PP 48 tahun 2005. Supaya kepala daerah bisa memiliki kewenganan tenaga honorer, yang kemudian mereka bisa mengajukan sertifikasi. "Syaratnya PP 48 tahun 2015 tersebut harus dicabut terlebih dahulu. Karena tenaga honorer saat ini sudah lebih dari 50 persen dari total tenaga pengajar yang ada," imbuhnya. (nas)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: