Ki Sulemi, Satu-satunya Pelestari Kesenian Krumpyung di Purbalingga yang Nyaris Punah
Kabupaten Purbalingga memiliki kesenian asli yang nyaris punah, yakni Krumpyung. Hanya ada satu grup tersisa yang masih nguri-uri kesenian asli Purbalingga ini, di Desa Langgar, Kecamatan Kejobong. Lantas seperti apakah kesenian ini?
ADITYA WISNU WARDANA, Purbalingga.
Kesenian Krumpyung telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia di tahun 2021. Namun, ironisnya tak ada generasi muda yang mau melestarikan kesenian yang sekilas mirip lengger ini.
Satu-satunya kelompok seni Krumpyung yang masih aktif adalah kelompok seni Sri Rahayu, yang dipimpin Ki Sulemi.
Ki Sulemi mengakui, sangat sulit mencari generasi muda yang mau ikut melestarikan kesenian ini. Anggota kelompok seni yang dipimpinnya pun nyaris seluruhnya sudah berumur.
"Kesenian Krumpyung ini perlu mendapat perhatian agar tetap bisa dilestarikan,” katanya.
Dia menjelaskan, kesenian tradisional ini berasal dari perpaduan tiga jenis alat musik yaitu angklung atau musik tiga nada yang terbuat dari bambu wulung, gong bumbung yang terbuat dari bambu wulung ukuran besar, serta kendang ciblon dan ketipung.
Dia menambahkan, Krumpyung biasanya ditampilkan satu kali dalam jangka waktu satu tahun untuk ritual tertentu. Idealnya, pertunjukan Krumpyung digelar mulai siang hari hingga dini hari berikutnya.
Pertunjukan ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu upacara sakral, estetis, dan hiburan
Dijelaskan olehnya, kesenian ini mulai ada sekitar tahun 1950 di Desa Langgar atas prakarsa dalang Rosidi. Pada tahun 1979 kesenian ini diwariskan pada dalang Santarji.
Kemudian tahun 1985, posisi dalang Krumpyung diwariskan kepada Sulemi, hingga saat ini. Seni Krumpyung telah bertahan hingga tiga generasi.
Dia mengaku, terus berusaha melestarikan kesenian warisan leluhurnya di Desa Langgar. "Saya ingin anak muda ikut melestarikannya. Agar kesenian ini bisa terus lestari hingga generasi berikutnya dan tidak punah," ujarnya.
"Saat ini Krumpyung dikenal sebagai seni pertunjukan yang berfungsi sebagai hiburan dan bagian ritual adat atau tradisi, yakni ritual ruwat bumi, yang biasanya dilangsungkan setiap tanggal 1 bulan Sura," jelasnya.
Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupatebn Purbalingga, Wasis Andrianto mengatakan, kesenian Krumpyung jika tidak diikuti secara seksama maka tidak bisa dibedakan dengan calung dan sejenisnya.
"Cara memainkan dan menyajikannya membutuhkan teknik sendiri. Karena tiba-tiba pada Krumpyung akan terjadi lompatan nada yang signifikan yang juga diikuti oleh penari," ungkapnya.
Dia mengungkapkan, Pemerintah Kabupaten Purbalingga terus berusaha melestarikan kesenian asli Purbalingga ini. Salah satunya adalah terus menggelar pertunjukan kesenian ini. (*)
Warisi Kesenian Sejak 1985, Kesulitan Cari Generasi Muda yang Ikut Melestarikan
Jumat 21-07-2023,08:24 WIB
Editor : Admin
Kategori :