Teroris Target "Konser" Akhir Tahun

Kamis 22-12-2016,05:38 WIB

JAKARTA – Antisipasi ancaman “konser” akhir tahun dilakukan tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Polri. Seharian kemarin (21/12), tim Densus berhasil melakukan penggerebekan dan penangkapan terduga teroris di empat lokasi berbeda. Yakni, Tangerang Selatan (Banten), Payakumbuh (Sumatera Barat), Deliserdang (Sumatera Utara) dan Batam (Kepulauan Riau). Diawali di Tangerang Selatan, baku tembak antara Densus 88 dengan kelompok teroris sempat terjadi di Kampung Curug, Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu sekitar pukul 10.00 WIB. Baku tembak itu terjadi usai pasukan Densus mengepung sebuah bangunan kontrakan yang ditinggali tiga orang terduga teroris. Mereka adalah Helmi Hendriyana alias Elmi, Irawan alias Irwan, dan Omen alias Dedi Sutisna. Sebelum baku tembak terjadi, warga sekitar yang berada di radius 100 meter dari rumah kontrakan milik pasangan suami istri Agus dan Tini tersebut dievakuasi petugas. Warga yang ikut diungsikan menutup rapat pintu-pintu dan jendela rumahnya dengan tirai serta mematikan lampu. Warga diungsikan ke area aman di belakang garis polisi yang dipasang sebelumnya. Pemilik warung yang berada di radius itu pun terpaksa menutup warungnya untuk sementara waktu hingga situasi kondusif. Di dalam aksi pengepungan tersebut, petugas sempat membujuk ketiga teroris untuk menyerahkan diri dan keluar dari persembunyiannya. Namun, ajakan petugas itu justru di balas serangan. Salah seorang terduga teroris melemparkan sebuah bom ke arah petugas, namun gagal meledak. Tidak hanya itu, dari dalam rumah para pelaku juga mengarahkan moncong senjata api jenis revolver ke petugas. Merasa terancam, pasukan Densus lantas melepaskan tembakan ke arah pelaku. Omen, Irwan, dan Helmi tumbang dan langsung meregang nyawa terkena pelor panas petugas. Ketiganya tewas di dalam rumah kontrakan yang baru ditempati selama 20 hari itu. Tidak berselang lama dari baku tembak tersebut, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian langsung mendatangi lokasi kejadian. Dengan pengawalan ketat, Tito didampingi Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M. Iriawan menuju rumah kontrakan yang dijaga ketat pasukan Densus, Brimob, dan anggota kepolisian Polda Metro Jaya. Usai melihat lokasi kejadian, Tito langsung menggelar konferensi pers tidak jauh dari rumah kontrakan tersebut. Tito mengatakan, operasi penggerebekan itu berdasarkan pengembangan operasi penangkapan Dian Yulia Novi di sebuah rumah kos di Jalan Bintara Jaya VIII, Kelurahan Bintara Jaya, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi, pada Sabtu (10/12). Dian merupakan “calon pengantin” yang dipersiapkan untuk beraksi melakukan bom bunuh diri di pos penjagaan Istana Kepresidenan pada Minggu (11/12). ”Mereka diikuti dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan kemudian masuk ke kontrakan ini kurang lebih selama 20 hari. Mereka diikuti dan aktivitas mereka diawasi dan kemudian kami yakini mereka sudah memiliki bahan peledak atau bom,” terang Tito. Penggerebekan tersebut diawali dari informasi rekan ketiga pelaku, Adam Noor Syam, 26. Adam saat ini ditangkap tim Densus. Dia diringkus di Jalan Raya Serpong, Tangsel pada pukul 08.00 WIB. ”Dari keterangan AD (inisial Adam, Red) ini positif ketiga rekannya memiliki bom dan senjata api. Kemudian tim menindak dengan operasi masuk ke dalam (kontrakan) dan memberikan peringatan kepada mereka, tapi mereka melakukan perlawanan dengan mengeluarkan satu revolver dan bom,” ujar Tito. Tito menjelaskan bahwa dari dalam rumah kontrakan polisi menyita satu senjata api jenis revolver dan tiga buah bom pipa yang diletakkan di dalam sebuah tas ransel dan siap diledakkan. ”Jenis ledakan low explosive karena bahan baku pembuat bomnya adalah potasium nitrat. Itu merupakan bahan baku untuk bom low explosive,” terang dia. Dia mengatakan bahwa temuan bom di dalam rumah kontrakan dapat bertambah karena pihaknya juga menyita satu tas ransel lainnya yang diduga berisi bom atau bahan peledak lain. ”Minimal tiga bom pipa karena ada satu tas ransel yang belum dibuka,” bebernya. Sebagian bahan peledak yang ditemukan langsung dijinakkan dengan cara diledakkan di sekitar lokasi penggerebekan. Sebagian lainnya dibawa untuk diperiksa lebih lanjut. Tito juga mengungkapkan bahwa salah seorang teroris yang bernama Omen merupakan residivis kasus kekerasan. Saat ditahan di LP Cipinang, Omen direkrut oleh Abu Haikal, yang tidak lain merupakan anak buah pentolan teroris Bom Bali I, yakni Dulmatin yang tewas pada 2010 silam. ”OM alias AR ini juga terkait dengan Ivan Hasibuan, tersangka penusukan pastur gereja di Medan,” paparnya. Selang beberapa jam dari penggerebekan di Tangsel, tim Densus 88 juga melakukan penangkapan terduga teroris di tiga lokasi berbeda. Pada pukul 09.30, seorang terduga teroris jaringan Solo 2015 bernama Jhon Tanamal alias Hamzah ditangkap di Kelurahan Balai Nan Duo, Payakumbuh Barat, Payakumbuh, Sumatera Barat. Hamzah diduga sebagai salah satu sumber pendanaan pembuatan bahan peledak dan bom untuk kelompok Abi Zaid. Berikutnya, pukul 12.00 tim Densus bersama Polda Sumatera Utara mengamankan seorang terduga teroris atas nama Syafii, jaringan Katibah Gonggong Rebus (KGR). Dia ditangkap saat berada di rumah Herman Lubis di Jalan Deli Tua Dusun 3 Aji Baho, Kecamatan Sibiru Biru, Deli Serdang, Sumut. Syafii masuk daftar pencarian orang (DPO) karena terlibat kasus terorisme di Batam awal Agustus lalu yang ingin menyerang Marina Bay, Singapura. Di lokasi keempat di kavling Sagulung Bahagia Blok N/2 Kelurahan Sungai Lekop Kecamatan Sagulung, Kota Batam, Kepulauan Riau, polisi menangkap Abisya alias HA, seorang terduga teroris jaringan KGR. Dia terlibat dalam perencanaan amaliyah dibawah kendali Bahrun Naim Anggih Tamtomo. Penangkapan terduga teroris di tiga lokasi terakhir berlangsung tanpa perlawanan. Kenapa penggerebekan dan penangkapan terduga teroris terjadi bersamaan ? Kabag Penerangan Umum (Penum) Divhumas Mabes Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan bahwa semua itu merupakan momentum. Menurutnya, upaya tersebut tidak dilakukan secara tiba-tiba. Tim Densus lebih dulu melakukan penyelidikan. ”Ada yang sebulan, dua bulan, bahkan sampai satu tahun, yang setahun ini biasanya karena (pelaku) menghilang,” ucapnya kepada Jawa Pos. Dia menjelaskan, lama atau cepatnya pengungkapan kasus terorisme tergantung alat bukti dan keterangan yang diperoleh. Bila polisi mendapatkan keterangan akan dilakukan pengawasan dan pengincaran secara intensif terhadap terduga teroris berdasar informasi itu. ”Penangkapan yang banyak seperti ini adalah momentum, jangan sampai lepas momentum itu,” ucapnya. Di tempat terpisah, Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo memberikan apresiasi tinggi kepada Polri, yang kembali berhasil mengungkap dan menemukan bom aktif dan menangkap terguda teroris. Namun, hal ini tidak boleh membuat semua pihak berpuas diri. Saat ini ketahanan nasional akan menghadapi ujian maha berat jika rencana ISIS membangun basis di Asia Tenggara tidak segera ditangkal.   "Beberapa indikasi sudah terlihat di permukaan. Untuk memperkecil atau melumpuhkan potensi ancaman itu, perlakuan hukum terhadap para terduga dan tersangka teroris harus ekstra tegas," kata Bambang, kemarin. Bambang menyebut, selain kasus terakhir, publik tentu masih ingat temuan bom aktif oleh Densus 88 di Bekasi. Mungkin, kasus ini bisa dilihat sebagai indikasi pertama. Kasus ini menjadi bukti bahwa sel-sel terorisme di dalam negeri masih sangat aktif, dan terus mencari ruang untuk merusak ketahanan nasional. "Luar biasa karena mereka sudah berani mengincar Istana Negara sebagai target serangan," ujar Ketua DPP Partai Golkar itu. Indikasi kedua adalah pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo  dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Berbicara di forum seminar Preventive Justice dalam Antisipasi Perkembangan Ancaman Terorisme pada Selasa (6/12) lalu, Gatot mengingatkan bahaya terorisme yang jaraknya semakin dekat ke Indonesia, karena kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) telah memilih dan membangun kawasan Filipina Selatan sebagai home base di Asia Tenggara. Sedangkan Presiden Duterte mengemukakan bahwa ISIS akan mendirikan kekhalifahan baru di empat negara Asia Tenggara, yakni Filipina, Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam.    Indikasi lain adalah kembalinya puluhan simpatisan ISIS warga negara Indonesia (WNI) ke tanah air. Jelang akhir Oktober 2016, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto mengemukakan bahwa sebanyak 53 WNI yang pendukung jaringan terorisme ISIS di Suriah dan Irak telah kembali ke Indonesia. Masalah ini pun telah dilaporkan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Alius, ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).  Namun, menurut Suhardi, masih ada ratusan WNI yang berada di markas ISIS. "Pertanyaannya adalah mereka kembali untuk apa? Kembali untuk menjalani kehidupan normal? Atau, kembali untuk mewujudkan rencana ISIS membangun kekhalifahan di Asia Tenggara?," kata Bambang mengingtkan. Dalam hal ini, pemerintah memang memberi kesempatan bagi untuk mengikuti program deradikalisasi. Namun, patut dipertanyakan apakah mereka tulus mengikuiti program seperti itu, atau hanya dijadikan semacam kamuflase untuk menutup-nutupi kegiatan mereka sebagai pendukung ISIS. Presiden Joko Widodo mengapresiasi temuan bom tersebut. Beruntung, bom itu belum sempat meledak. Dia menyatakan sudah mendapat laporan dari Kapolri mengenai kejadian tersebut beserta penanganannya oleh tim Densus 88. Hal itu dia sampaikan usai penyerahan sertifikat tanah di kantor kecamatan Entikong, Kalimantan Barat, kemarin (21/12). Presiden menyatakan, dia memberi penghargaan tinggi kepada Polri dan Densus 88 atas langkah yang dinilai antisipatif. ’’Sehingga hal-hal yang tidak kita inginkan bisa dicegah sebelum kejadian,’’ ujarnya. Langkah cepat tersebut diperlukan agar bom tidak sampai meledak. Menurut Presiden, Masyarakat patut bersyukur karena kasus itu langsung ditangani sebelum bom meledak. Sebab, di negara lain, kerap kali aksi teror terjadi baru ditangani oleh pihak keamanan setempat. ’’Kita berharap masyarakat juga selalu waspada, melihat kanan kiri, kalau ada yang perlu dilaporkan segera dilaporkan kepada aparat,’’ lanjutnya. Jokowi menambahkan, persoalan terorisme bukan lagi hanya menjadi milik Indonesia. Indonesia hanya salah satu neara yang menjadi sasaran aksi kelompok teror. ’’Semua negara mengalami hal yang sama. Oleh sebab itu, kita berharap masyarakat juga ikut serta membentengi negara ini dari terorisme dan radikalisme,’’ tutupnya. Pakar terorisme Al Chaidar mengatakan bahwa penangkapan terduga teroris di empat lokasi berbeda itu ada hubungannya. Menurutnya, mereka semua tergabung dalam gerakan terorisme Mujahidin Indonesia Barat (MIB). Dari pengamatan Chaidar, mereka  ditangkap karena diduga ada rencana serangan serentak atau beruntun yang dilancarkan dalam waktu dekat. ’’Ini adalah warisan dari Hambali untuk melakukan serangan pada momen natal dan tahun baru. Apalagi jika momen itu berdekatan dengan peringatan agama islam. Saya menduga memang ada arahan dari Bahrun Naim,’’ jelasnya. Saat ini, lanjut dia, terdapat sembilan lokasi utama dari MIB. Yakni, Surabaya, Solo, Bekasi, dan Tanggeran di pulau Jawa. Dan Lampung, Jambi, Bengkulu Riau, dan Batam di Sumatera. Namun, dia mengaku masih ada belasan lokasi-lokasi dimana terdapat markas pasif yang belum diketahui oleh intel Indonesia. ’’Sebenarnya, untuk informasi jaringan di sembilan sel (lokasi) aktif sudah ada. Namun, sengaja tidak diringkus untuk mencari mana sel-sel pasif,’’ ungkapnya. Meski sudah meringkus beberapa, dia mengaku bahwa situasi menjelang natal tahun ini masih rentan penyerangan. Terutama, untuk masyarakat sipil yang masih menjadi target utama para teroris. ’’Saya kira tren ini masih akan berlangsung hingga 2020. Setelah itu, tren target teroris akan beralih dari masyarakat sipil ke aparat pemerintah,’’ terangnya. (dod/tyo/bay/byu/bil/acd)

Tags :
Kategori :

Terkait