Abdul Kholik Dorong Pengembangan Perekonomian Kawasan Jasela

Kamis 02-06-2022,19:14 WIB

SAMPAIKAN PAPARAN. Anggota DPD RI Jawa Tengah Dr. Abdul Kholik, SH, M.Si, (dua dari kanan) memberikan paparan saat Focus Group Discussion (FGD) Pengembangan Perekonomian Kawasan Jawa Tengah Bagian Selatan, Kamis (2/6) Ballroom Integrated Academic Building Universitas Jenderal Soedirman. PURWOKERTO - Anggota DPD RI Jawa Tengah Dr. Abdul Kholik, SH, M.Si, punya gagasan untuk mendorong terbentuknya tiga poros ekonomi baru di Jawa Tengah terutama Jawa Tengah Selatan (Jasela). Gagasan itu ia paparkan dalam Focus Group Discussion (FGD) Pengembangan Perekonomian Kawasan Jawa Tengah Bagian Selatan, Kamis (2/6) Ballroom Lt. 5 Integrated Academic Building (IAB) Universitas Jenderal Soedirman. Dilaksanakan secara hybrid, memanfaatkan platform zoom. FGD tersebut terselenggara berkat kolaborasi BI Purwokerto, UNSOED dan DPD RI. Dengan narasumber Anggota DPD RI Dapil Jawa Tengah Dr. Abdul Kholik, SH, M.Si., Kepala Perwakilan BI Purwokerto Rony Hartawan, Direktur Pemasaran Badan Otorita Borobudur Dr. Agus Rochiyardi, M.M, General Manager Yogyakarta International Airport Marsma TNI Agus Pandu Purnama, S.Sos, dan General Manager Pelabuhan Tanjung Intan Sutopo,S.E.,M.M. Sedangkan untuk penanggap FGD terdiri dari akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Jawa Tengah. Menurut Abdul Kholik Jawa Tengah secara pertumbuhan ekonomi masih tertinggal dibandingkan dengan Jawa Timur dan Jawa Barat. Mengacu data BPS pada triwulan III tahun 2021 pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah sebesar 2,56 persen, sedangkan Jawa Timur pertumbuhan ekonominya mencapai 3,23 persen, dan 3,43 persen untuk Jawa Barat. "Kami menemukan permasalahan pembangunan yang perlu menjadi perhatian kita semua. Pertama adalah beban populasi penduduk yang berlebih di Jawa Tengah, serta adanya kesenjangan antar kawasan," kata dia. Angka persentase penduduk miskin di Jawa Tengah ia jelaskan, masih cukup tinggi dengan 11,79 persen atau 4,11 juta jiwa per Maret 2021. Angka itu turun 0,05 persen dibandingkan September tahun 2020 dengan penduduk miskin sebesar 11,84 persen. Dan meningkat 0,38 persen dibanding Maret 2020 sebesar 11,41 persen. "Problem penduduk miskin masih banyak, pusat kemiskinan di Indonesia ada di pulau Jawa. Penduduk Indonesia 27 juta yang miskin, 60 persen yang miskin itu ada di Jawa," ujarnya. Adanya pandemi Covid-19 yang menghantam awal 2020 menurutnya, menjadi faktor naiknya angka kemiskinan pada periode Maret 2020 disusul September 2020 namun pada Maret 2021 dapat kembali turun. "Mengacu data struktur ketenagakerjaan Jawa Tengah Agustus 2021 ada 27,25 juta orang penduduk usia kerja. Dengan jumlah angkatan kerja 18,96 juta orang, jumlah yang bekerja 17,84 juta orang, dan 1,13 juta orang pengangguran," jelas dia. Secara struktur ekonomi, Jawa Tengah ia sebut didominasi oleh empat kategori lapangan usaha utama. Pertama adalah industri pengolahan dengan 33,61 persen, pertanian 14,62 persen, perdagangan dan reparasi 13,69 persen, konstruksi 11,88 persen, dan kategori lainnya 26,20 persen. "Pertumbuhan ekonomi total Jateng tahun 2020 sebesar -2,65 persen, dan untuk pertumbuhan ekonomi nonmigas tahun 2020 -1,71 persen," ucapnya. Dengan semua persoalan dan tantangan ekonomi di Jawa Tengah, sudah saatnya dibuat tiga poros ekonomi sebagai kerangka solusi keseimbangan pembangunan. Tiga poros itu ia bagi kedalam tiga zona. "Tiga poros itu akan saling akselerasi dan berkolaborasi dalam satu kawasan," tuturnya. Tiga zona tersebut meliputi Jawa Tengah Utara sebagai kawasan megapolitan, industri manufaktur, agro maritim pantura (Jateng - Semarang). Untuk Jawa Tengah Selatan sebagai kawasan agropolitan, wisata, industri manufaktur, dan maritim Pantai Selatan (Kedu dan Banyumas - Purwokerto). Jateng Timur kawasan kawasan megapolitan, industri manufaktur, agro wisata (Solo Raya - Surakarta). "Pengembangan kawasan merupakan sarana untuk mengurangi kesenjangan dan ketimpangan-ketimpangan antar wilayah," ujarnya. Ia percaya, pengembang Jasela bisa berjalan baik karena mempunyai beragam potensi. Salah satunya adalah dengan menggabungkan wilayah Kedu - Banyumas. "Wilayah Kedu - Banyumas memiliki potensi wisata mulai dari Candi Borobudur, Dieng, Baturraden, Karangsambung, dan Pantai Selatan Jawa. Sektor agro dikaruniai lahan basah dan kering yang kaya hasil pertanian dan hortikultura, sektor maritim mulai dari Cilacap - Purworejo," paparnya. Selain itu ketersediaan infrastruktur sarana transportasi di kawasan Jasela, saat ini mulai terkoneksi. Adanya bandara, pelabuhan, kereta api, jalan tol. Infrastruktur tersebut sangat berpotensi untuk bisa diintegrasikan dengan pusat pertumbuhan ekonomi di Yogyakarta dan Solo. https://radarbanyumas.co.id/update-tol-jogjakarta-cilacap-via-banyumas-soal-pembebasan-lahan/ "Arahnya adalah mengintegrasikan destinasi wisata dalam rangkaian jalur wisata emas Borobudur - Dieng - Karangsambung - Pantai Selatan Jawa dengan akses dari YIA ( Yogyakarta ), Adi Sumarno (Solo), dan Ahmad Yani (Semarang). Serta melakukan integrasi dan konektivitas infrastruktur, kolaborasi stakeholder 10 kabupaten atau kota," ucapnya. Optimalisasi produk pertanian serta potensi maritim laut Selatan, juga harus dilakukan untuk menjadi penggerak ekonomi. Pantai Selatan Jawa mempunyai potensi mencapai USD 1,5 trilyun, atau setara dengan 7 kali APBD tahun 2021, 45 juta lapangan pekerjaan. "Rekomendasi yang diberikan untuk pengembangan Jasela antara lain dengan memperkuat kolaborasi antar daerah Kedu - Banyumas. Optimalisasi sektor pariwisata, agro, dan maritim, pengintegrasian wisata, pembangunan disertai mitigasi bencana. Serta menjadikan Pelabuhan Tanjung Intan sebagai pintu masuk logistik jalur Selatan Jawa, Bandara YIA sebagai faktor pendorong ekonomi, pungkasnya. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait