Buntut tindak kekerasan terhadap wartawan, empat anggota Sat Sabhara Polres Banyumas sudah menjalani pemeriksaan.
Kapolres Banyumas AKBP Bambang Yudhantara Salamun SIK menuturkan, setelah melakukan pra rekonstruksi, diduga ada empat orang yang menjadi pelaku pengeroyokan. Mereka anggota Sat Sabhara yang saat itu bertugas di lapangan.
"Dari 300 anggota gabungan, diantaranya ada 60 anggota kepolisian yang bertugas di lokasi. Setelah menjalani pra rekonstruksi, dari jumlah itu mengerucut menjadi empat orang," ujar dia.
Meski sudah mengerucut menjadi empat orang, namun pihaknya masih terus melakukan pemeriksaan lanjutan. Kemungkinan, ada anggota lain yang akan menjalani pemeriksaan lebih lanjut, termasuk anggota Satpol PP.
"Masih dilakukan pemeriksaan secara internal ole Propam, tim dari Mabes, Propam dan Intelijen Polda juga sedang menuju Purwokerto untuk mengusut insiden ini. Saya juga sudah menyampaikan ke Pak Bupati, nantinya ada anggota Satpol PP yang akan diperiksa," tutur Kapolres.
AKBP Bambang mengungkapkan, insiden ini menjadi atensi semua pihak. Dia pun berjanji akan mengusut kasus ini sampai tuntas. "Akan kami usut tuntas sesuai fakta di lapangan, saya harap rekan-rekan Darbe wartawan MetroTV yang ada di lokasi kejadian, bisa menjadi saksi dalam insiden ini," jelas Kapolres.
Atas tindakan kekerasan wartawan oleh oknum anggota polisi dan Satpol PP, Kapolres menyatakan penyesalan yang sangat mendalam. Meski pembubaran secara paksa sudah seizin kapolres, namun tindakan kekerasan terhadap wartawan tidak dibenarkan.
"Saya sangat menyesal atas insiden ini, sama meminta maaf yang sebesar-besarnya," tandas dia.
Kapolres menambahkan, sanksi terhadap anggota yang terlibat dalam aksi pengeroyokan, adalah sanksi tegas. Sanksi itu dapat berupa sanksi disiplin maupun tindakan hukum. "Sanksi bisa dikenakan indisipliner, karena korban sudah melapor maka sanksi hukum juga akan diberlakukan," tuturnya.
Sementara itu, puluhan wartawan berbagai media yang bertugas di wilayah Banyumas menggelar aksi solidaritas mengecam tindak kekerasan, Selasa (10/10). Dalam aksi yang digelar di Pendapa Si Panji, diadakan pentas teaterikal berupa peletakkan ID Card serta tabur bunga. Selain itu, mereka juga memberikan karangan bunga kepada Kapolres dan Bupati Banyumas sebagai simbol duka cita atas matinya kebebasan pers di Banyumas.
Aksi sempat memanas karena pintu gerbang pendapa sempat ditutup petugas Satpol PP, ketika rombongan wartawan hendak masuk ke kompleks pendapa. Situasi memanas tidak berlangsung lama, karena petugas satpol PP akhirnya membuka pintu gerbang dan massa langsung ditemui Bupati Achmad Husein.
Kepada bupati, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Banyumas Sigit Oediarto, meminta untuk mengusut tuntas oknum yang terlibat aksi kekerasan. "Kami mengutuk keras aksi kekerasan kepada wartawan, yang kedua, PWI Banyumas meminta bupati dan kapolres mengusut sampai tuntas oknum yang terlibat, kalau memang melakukan kesalahan diberi sanksi yang tegas sesuai aturan hukum yang berlaku," tegasnya.
Bupati Banyumas Ir Achmad Husein meminta maaf atas peristiwa ini dan berjanji akan menegakkan hukum. Pihaknya akan bertanggungjawab dan akan memproses kasus ini. "Nanti saya minta ada perwakilan wartawan yang berbicara dengan saya, saya bertanggungjawab dengan semua ini," ujarnya.
Aksi solidaritas dilakukan menyusul insiden penganiayaan oknum polisi dan Satpol PP terhadap Darbe Tyas, wartawan Metro TV saat meliput aksi demonstrasi di depan Pendapa Sipanji Purwokerto, Senin (9/10) malam.
Tak hanya Darbe, sedikitnya ada empat wartawan lain yang mengalami intimidasi hingga disusul perampasan atribut dokumentasi.
Sementara itu, ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Purwokerto juga menggelar aksi serupa. Mereka berbondong-bondong memenuhi Jalan Jenderal Soedirman. Mereka mengecam tindak kekerasaan yang dilakukan oknum kepolisian dan Satpol PP terhadap perserta aksi penolakan PLTPB satu hari sebelumnya.
"Aksi hari ini mengecam keras tindakan anggota Polres Banyumas dan Satpol PP yang melakukan penganiayaan terhadap peserta aksi damai," kata Korlap Aksi Aliansi Mahasiswa Purwokerto, Riskianto.
Selain mengecam keras langkah aparat penegak hukum yang melakukan tindak kekerasan, peserta aksi juga membawa perwakilan dari LBH Yogyakarta yang akan ikut membantu mengusut tuntas tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat pemerintah.
"Ada 24 teman kami yang dibawa oleh anggota Polres Banyumas dengan cara yang tidak manusiawi. Diseret, diarak dan dipukuli bersama-sama. Padahal kami sedang duduk-duduk dan aksinya damai. Tenda kesehatan kami juga dirusak total," kata dia.
Dari data yang dikumpulkan oleh Aliansi Mahasiswa Purwokerto dan Aliansi Selamatkan Slamet, peserta aksi tidak hanya dipukuli, namun juga dirampas alat dokumentasinya. Sejumlah telepon gengam milik peserta aksi dirusak, dan sebagian disita.
"Kalau handphone yang disita kami belum tahu sudah dikembalikan atau belum. Sepeda motor milik peserta aksi juga dirusak," kata dia.
"Peserta aksi penolakan PLTP kemarin sedang membaca shalawat, sedang bernegosiasi dengan anggota Polres Banyumas. Tidak sedang memaksa masuk area pemkab dan tidak melakukan perusakan. Tapi tiba-tiba disapu bersih, sedang baca shalawat dipukuli," kata dia.
Dia mengatakan, selain menuntut keadilan terkait tindak kekerasan yang dilakukan anggota Polres Banyumas dan Satpol PP, juga menuntut kerugian materiil, seperti rusaknya tenda, telepon genggam dan sepeda motor milik peserta aksi.
"Kami bersama LBH Yogyakarta tidak berhenti sampai disini, permintaan maaf saja tidak cukup sebab ini merupakan langkah aparat pemerintah yang sudah mencederai demokrasi," kata dia.
Ditengah aksi berlangsung, Bupati Banyumas Ir H Achmad Husein dan Kapolres Banyumas AKBP Bambang Yudantara Salamun datang menemui ribuan massa di selatan Alun-alun Purwokerto. Mereka meminta maaf atas tindakan aparat yang melakukan kekerasan terhadap peserta aksi. (mif/why/sus)