Komisi A Akan Koordinasi Lebih Lanjut
PURWOKERTO- Komisi A DPRD Banyumas menilai adanya pelanggaran aturan terhadap maraknya pertamini di Kabupaten Banyumas. Pasalnya, ada beberapa aturan yang dilanggar oleh operasional pertamini, mulai dari Permen ESDM Nomor 36 tahun 2016, hingga Perpres Nomor 191 tahun 2014.
Ketua Komisi A DPRD Banyumas, Sardi Susanto menjelaskan fenomena maraknya pertamini tersebut sudah dicermati sejak lama oleh Komisi A. Oleh karena itu, Rabu (6/9) kemarin Komisi A mengundang Hiswana Migas Banyumas untuk berkoordinasi lebih lanjut.
Pengguna sepeda motor isi bahan bakar di penjual BBM eceran yang menggunakan mesin atau yang biasa disebut Pertamini
Menurut Permen ESDM Nomor 36 Tahun 2016, Sardi menjelaskan titik serah terakhir untuk BBM berada di SPBU. Namun demikian, sejak adanya pertamini di Banyumas, saat ini titik serah terakhir beralih.
"Hal itu jelas melanggar aturan. Sehingga kita undang Hiswana Migas yang membawahi SPBU. Karena pertamini kan belinya di SPBU, karena tidak mungkin langsung beli dari pertamina. Tapi jawaban Hiswana Migas bilangnya tidak tahu dan berterima kasih sudah diinfokan," kata dia.
Tak hanya itu, berkaitan dengan harga jual, sesuai dengan Perpres Nomor 191 Tahun 2014, seluruh harga jual BBM di seluruh Indonesia harus sama. Sehingga dalam kasus pertamini ini ada pelanggaran lagi, mengingat harga di pertamini jelas lebih mahal dibanding harga di SPBU.
Berkaitan dengan adanya pelanggaran tersebut, Komisi A DPRD Banyumas juga mengkhawatirkan pola atau sistem ke depannya, karena yang dirugikan pasti konsumen atau masyarakat, terutama untuk standar keselamatan dalam pelayanan penjualan.
Tak hanya itu, beberapa permasalahan di SPBU juga kerap terjadi, dimana petugas lebih memprioritaskan pelayanan atau pembelian dengan jerigen yang digunakan untuk pertamini. Sehingga kuota untuk konsumen secara langsung otomatis berkurang.
"Kuota yang ada di SPBU, apakah semuanya memang dialokasikan kepada konsumen secara langsung atau justru lebih banyak pada konsumen yang membelinya dengan jerigen untuk dijual lagi. Sampai saat ini ada beberapa keluhan dari masyarakat, yakni di beberapa SPBU justru lebih mengutamakan yang membeli jerigen, daripada pembelian yang langsung ke motor atau mobil," tegasnya.
Sementara ini lanjut Sardi, masih dalam tahap koordinasi. Pasalnya, hingga saat ini juga belum ada solusi, mengingat Hiswana Migas juga bukan pembuat kebijakan. Apakah nanti operasional akan dihentikan karena tidak ada izin, atau seperti apa, menurutnya belum bisa dibicarakan lebih lanjut. Mengingat selain kepentingan masyarakat selaku konsumen, kepentingan masyarakat pelaku atau pemilik pertamini juga perlu dipikirkan.
"Setelah ini kita akan koordinasi lebih lanjut dengan Pertamina, Bagian Perekonomian, dan beberapa pihak terkait lainnya. Termasuk pihak kepolisian jika memang terbukti melanggar aturan. Karena di beberapa daerah sudah ada tindakan penyegelan untuk operasional pertamini," ujarnya.(bay)