Ahmad Nurseha Al-Hafidz, Imam Masjid 17 Jl Dr Angka No 1 Purwokerto
Sanggup Ulang Satu Juz Dalam 30 Menit, Ramadan Ini Targetkan Khatam 4 Kali
Dia memang bukan satu-satunya penghafal Al-Quran di Kabupaten Banyumas. Tetapi untuk memimpin masjid sebesar dan semegah Masjid 17 dan menarik jamaah untuk bersembahyang di sana, tentu bukan perkara mudah. Hal itulah yang kini menjadi rutinitas sekaligus kewajiban Ahmad Nurseha Al-Hafidz. Remaja kelahiran Brebes 11 Mei 1992 ini, mendapat gelar Al-Hafidz saat berusia 20 tahun. Kini dengan keahliannya tersebut selain sebagai pemimpin salat jamaah Masjid 17, dia juga aktif sebagai pengajar tahfidz di Yayasan Ihya Al-Qolbi Purwokerto.
YUDHA IMAN PRIMADI, Purwokerto
Pembawaannya ramah dan murah senyum. Sosoknya yang begitu dikenal oleh jamaah Masjid 17 Purwokerto tak lantas membuatnya sombong dan tinggi hati. Bahkan dengan senang hati dia berbagi kisah inspiratif yang mungkin dapat menjadi pembelajaran bagi seluruh kaum muslimin di Kabupaten Banyumas memasuki bulan Ramadhan 1437 Hijriyah tahun ini.
"Saya mendapat kepercayaan untuk menjadi imam Masjid 17 mulai September 2015. Sebelum di Purwokerto, saya menjadi imam di Masjid Al-Muhajirin Palelawan Riau. Di sana tidak lama hanya setengah tahun dari awal 2015 hingga pertengahan puasa 1436 Hijriyah. Saya memutuskan pulang ke Jawa bukan karena apa-apa, hanya ingin dapat lebih dekat dengan keluarga besar di Brebes," ujarnya memulai cerita.
Menghafal Al-Quran sejak lulus SMA di tahun 2012 ini, kemampuannya sebagai Al-Hafidz tak perlu diragukan. Untuk menghafal Al-Quran yang terdiri atas 114 surat, 30 juz dan 6666 ayat, dirinya hanya membutuhkan waktu selama 2 tahun 3 bulan.
"Satu hari satu halaman. Tetapi kalau mood sedang baik, bisa sampai tiga halaman. Menghafal Al-Quran tidak sulit saat kita telah mahir membaca Al-Quran. Hanya memang dibutuhkan niat yang besar untuk memulainya," kata bungsu dari 10 bersaudara pasangan Daid (80) dan Sofiyah (65) ini.
Mengenyam pendidikan sebagai santri di pondok pesantren sejak SD hingga SMA, membuat Ahmad Nurseha kenyang pengetahuan agama. Ketertarikannya mengabdi sebagai santri, bukan berangkat dari paksaan atau dorongan orang tua. Ahmad Nurseha kecil memutuskan memilih pendidikan di pondok pesantren karena sejak kecil senang mendengar lantuanan ayat Al-Quran yang dikumandangkan oleh orang yang sedang mengaji.
"Ayah dan ibu sama sekali tidak pernah mengarahkan saya untuk masuk pesantren. Mereka juga hanya sibuk bertani dan jarang sekali disibukkan dengan urusan agama. Dari 10 bersaudara pun tidak banyak yang mengenyam pendidikan pesantren dan hanya saya satu-satunya yang menjadi penghapal Al-Quran," ungkapnya.
Pada ramadan 1437 hijriyah tahun ini, Ahmad Nurseha memasang target untuk dapat khatam Al-Quran empat kali. Tentunya bukan dengan membaca seperti kebanyakan orang pada umumnya, tetapi dengan cara mengulang hafalannya (mutola'ah).
"Saya bisa mengulang untuk satu juznya sekitar 30 menit. Untuk mencapai target tersebut saya dalam satu hari mutola'ah minimal harus mengulang kembali sebanyak 5 juz," ucap lulusan Pondok Pesantren Al-Hikmah tahun 2012 tersebut yang terletak di Desa Benda Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes.
Untuk dapat menghafal Al-Quran dengan baik, Ahmad Nurseha di 2012 memutuskan bergabung bersama keluarga besar pondok pesantren yang berlokasi di desa Kaliloka, masih berlokasi dalam Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes.
"Mencari tempat yang lebih sunyi agar lebih tenang dalam menghafal. Terus terang saya bangga sekaligus berat dengan amanah sebagai al-hafidz,"imbuhnya. Dia menyadari menyandang sebutan Al-Hafidz memang berat. Sebab dia harus benar-benar menjaga tutur kata dan perilaku. Dia berharap amanah sebagai Al-hafidz dapat dijaganya dengan baik hingga akhir hayat. (*)