ELEMEN PENTING: Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan, kesehatan anak dan remaja adalah elemen penting dalam mempersiapkan generasi cerdas dan unggul di masa datang.
JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan, kesehatan anak dan remaja adalah elemen penting dalam mempersiapkan generasi cerdas dan unggul di masa datang. Upaya mengatasi kasus kanker pada anak adalah salah satu langkah untuk mewujudkan Indonesia Emas pada 2045.
https://radarbanyumas.co.id/presiden-minta-kredit-umkm-ditingkatkan-hingga-30-persen/
“Mencerdaskan kehidupan bangsa yang tercantum dalam konstitusi kita adalah amanah dari para pendiri bangsa. Untuk membentuk bangsa yang cerdas tentu harus sehat agar generasi mendatang mendapatkan kehidupan yang layak,” kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi bertema Mengurai Permasalahan Kanker Anak di Indonesia secara daring yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (8/9).
Menurut, Anggota Majelis Tinggi Nasdem yang biasa disapa Rerie itu, pendataan atau registrasi para penderita kanker anak harus menjadi perhatian para pemangku kepentingan dalam rangka penanganan kasus kanker terhadap anak yang lebih terarah. Tujuannya, agar hak anak terhadap kesehatan dan kehidupan yang layak di masa datang bisa diwujudkan.
“Saat ini kita masih sulit dalam melakukan pencegahan dan deteksi dini, diagnosis yang keliru dan tertunda, kurangnya akses terhadap fasilitas kesehatan, dan risiko kambuhnya kanker setelah pengobatan turut menjadi rintangan menuju kesembuhan,” ujarn Rerie.
Dalam diskusi itu, Direktur P2PTM Kemenkes RI, dr Cut Putri Arianie mengungkapkan, saat ini satu dari lima anak Indonesia yang menderita kanker tidak dapat ditolong dan dua pertiga yang survive, menderita dalam jangka panjang.
“Penanganan kanker anak, tidak bisa dilakukan seperti penanganan kanker orang dewasa, karena membutuhkan keahlian khusus,” ujarnya.
Untuk mencegah anak menderita kanker, Cut Putri mengungkapkan, diperlukan promosi kesehatan dalam bentuk penyampaian informasi dan edukasi terkait kanker anak, agar masyarakat dan orang tua bisa melakukan deteksi dini terhadap anak mereka.
Sementara itu, Kepala Bagian Anak RS Kanker Dharmais, dr. Haridini Intan, SpA(K) mengungkapkan, data WHO mencatat sekitar 400.000 anak dan remaja setiap tahun terdiagnosis kanker. Sedangkan di Indonesia, tercatat 11.000 anak setiap tahun terdiagnosis kanker.
Jenis kanker yang sering terjadi pada anak, antara lain adalah leukemia, lymphoma dan tumor syaraf pusat. Permasalahan yang dihadapi dalam penanganan kasus kanker itu, menurut dia, adalah masalah diagnostik dalam upaya mendeteksi kanker pada anak, seperti keterlambatan diagnostik dan keterbatasan pemeriksaan.
Menurut Haridini, saat ini dibutuhkan sistem pencatatan data (registry kanker anak) yang baik untuk mengetahui besaran masalah dengan lebih baik sebagai dasar pembuatan kebijakan pemerintah. Karena itu, dibutuhkan pendanaan yang memadai dalam pendidikan, penelitian, dan pengembangan teknologi diagnosis dan tata laksana kanker pada anak.
Ketua Pokja UKK Hematologi/Onkologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDI), dr. Bambang Sudarmanto mengungkapkan, dari sekitar 4.000 dokter anak, hanya 50 dokter anak yang memiliki keahlian dalam penanganan kanker.
Kondisi itu, ujar Bambang, diperburuk lagi dengan penyebaran dokter yang belum merata atau hanya terpusat di Pulau Jawa. Padahal, ujarnya, jumlah penderita kanker anak jumlahnya 20 persen dari total jumlah penderita kanker.
Meskipun, sebagian besar penderita kanker anak, dapat diobati dengan kemoterapi dan sebagian dengan bedah dan radioterapi. Namun, tambahnya, penyebab kematian akibat kanker anak sering terjadi akibat keterlambatan diagnosa, terjadi hambatan akses fasyankes dan kasus dropout pengobatan akibat kurangnya pengetahuan.
Merespons hal itu, Ketua DPP Partai NasDem Bidang Kesehatan, Okky Asokawati berpendapat bila dilihat dari perbedaan survivor rate yang cukup besar antara negara maju (80 persen) dan negara berkembang (20 persen), bisa diartikan dengan penanganan yang lebih baik, anak bisa survive bahkan sembuh dari serangan kanker.
Karena itu, tegas Okky, para pemangku kepentingan harus berlomba-lomba agar survivor rate kanker anak di Indonesia bisa seperti di negara-negara maju dengan segera memperbaiki tata kelola dan fasilitas penanganan kanker terhadap anak di tanah air.
“Komitmen para pemangku kepentingan di pusat dan daerah harus kuat dalam upaya penanganan kasus kanker anak di Indonesia dengan berbasis data yang akurat, agar penanganan kanker anak di tanah air lebih terarah dan efektif untuk meningkatkan survivor rate penderita kanker anak di Indonesia,” paparnya. (*/dim/jpc)