Eksepsi 13 MI Dikabulkan, Kejagung Klaim Profesional Tangani Kasus Jiwasraya

Kamis 19-08-2021,11:40 WIB

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa pihaknya sangat profesional dalam menangani dugaan korupsi PT. Asuransi Jiwasraya yang menjerat 13 korporasi manajemen investasi (MI). Pernyataan ini menyikapi Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan nota keberatan atau eksepsi 13 MI yang didakwa rugikan PT. Auransi Jiwasraya. https://radarbanyumas.co.id/kasus-jiwasraya-asabri-dinilai-bukan-perkara-korupsi/ "Sebagaimana telah disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat bahwa Penuntut Umum telah profesional, cermat, jelas dan lengkap dalam membuat Surat Dakwaan sebagaimana Pasal 143 ayat (2) KUHAP yaitu telah memenuhi syarat formil dan syarat materiil," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangannya, Rabu (18/8). Leonard menjelaskan, penggabungan surat dakwaan merupakan kewenangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diatur dalam Pasal 141 huruf c KUHAP, mengingat perkara ke-13 Manajer Investasi itu saling berhubungan alat bukti maupun barang buktinya. Selain itu, kewenangan penggabungan surat dakwaan bila memperhatikan Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, dimana secara tegas dijelaskan terkait permasalahan Pasal 141 KUHAP, merupakan kewenangan Jaksa Penuntut Umum. "Selanjutnya dengan penggabungan surat dakwaan, menunjukkan Penuntut Umum telah menerapkan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan,” ucap Leonard. "Seorang saksi akan diperiksa terhadap masing-masing tersangka Manajer Investasi dengan surat dakwaan di splitsing maka seorang saksi minimal akan diperiksa 13 kali pada waktu yang berbeda, bandingkan bila saksi diperiksa dalam proses pemeriksaan satu kali terhadap ke-13 Terdakwa Manajer Investasi, maka hal ini akan lebih cepat, sederhanan dan biaya ringan,” sambungnya. Leonard menegaskan, putusan sela tersebut memang menyarakan surat dakwaan batal demi hukum atau absolut nietig, artinya surat dakwaan tidak memenuhi syarat materiil. Menurutnya, putusan sela tersebut hanya menerima keberatan tentang penggabungan berkas perkara, bukan karena tidak dipenuhinya syarat materiil surat dakwaan. "Oleh karena itu, kami mengajak seluruh pihak untuk memberikan pernyataan yang dapat memberikan edukasi yang baik dan tidak melakukan kesimpulan yang negatif dengan dibatalkannya putusan sela maka Jaksa tidak profesional atau bahkan mendorong dilakukannya eksaminasi. Kami sampaikan, bahwa putusan sela bukanlah putusan final, karena itu belum dapat dilakukan eksaminasi terhadap putusan sela,” tegas Leonard. Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mengabulkan nota keberatan atau eksepsi yang diajukan 13 korporasi manajemen investasi (MI) dalam kasus dugaan korupsi PT. Asuranji Jiwasraya. Mulanya, 13 MI itu didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan transaksi pembelian dan penjualan instrumen keuangan pada reksa dana milik PT Asuranji Jiwasraya pada 2008-2018. "Mengadili, menerima keberatan atau eksepsi tentang penggabungan berkas perkara terdakwa 1, 6, 7, 9, 10, 12. Menyatakan surat dakwaan batal demi hukum, memerintahkan perkara a quo tidak diperiksa lebih lanjut," kata Ketua Majelis Hakim IG Eko Purwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (16/8). Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan, kasus rasuah yang menjerat 13 perusahaan investasi tersebut tidak berhubungan satu sama lain. Sehingga akan menyulitkan majelis hakim untuk menilai perbuatan masing-masing terdakwa. "Tindakan penuntut umum yang menggabungkan begitu banyak perkara ke dalam satu berkas perkara akan menyulitkan majelis hakim untuk memilah-milah tiap perkara pidananya. Oleh karenanya, akan merugikan kerugian yang begitu besar bagi para terdakwa," ujar hakim Eko. Majelis hakim menuturkan, tindak pidana yang didakwakan kepada 13 terdakwa korporasi tersebut tidak ada sangkut paut dan hubungan satu sama lain. "Konsekuensi pemisahan para terdakwa juga mengakibatkan kehadiran masing-masing terdakwa tidak relevan terhadap terdakwa lainnya, masing-masing terdakwa jadi terpaksa turut serta terhadap pemeriksan terdakwa lain dan penyelesaian saksi-saksi dari terdakwa yang satu tergantung dengan pemeriksaan terdakwa lainnya,” papar hakim Eko. Hakim menilai, perkara tersebut menjadi rumit dan bertentangan dengan asas persidangan yang sederhana, cepat dan berbiaya ringan. Menurutnya, syarat penggabungan seperti dalam pasal 141 KUHAP untuk pemeriksaan tidak terpenuhi sehingga keberatan atau eksepsi terhadap penggabungan berkas perkara yang diajukan terdakwa 1, 6, 7, 9, 10 dan 12 dipandang beralasan dan berdasarkan hukum oleh karenanya harus diterima. "Karena keberatan terhadap penggabungan berkas perkara diterima, maka surat dakwaan dakwaan harus dinyatakan batal demi hukum,” tandas Hakim Eko. (jpc)

Tags :
Kategori :

Terkait