Langgar Perjanjian, Sewa Tanah Bengkok Desa Surotrunan Kecamatan Alian Dibatalkan

Selasa 23-10-2018,09:11 WIB

TEMUI MEDIA : Kasi Pembangunan Agus Susanto dan Sekdes Ahmad Supandi Surotrunan Alian saat menemui awak media.IMAM/EKSPRES ELKAM : Pemberhentian Tidak Menghentikan Proses Hukum KEBUMEN - Setelah sempat menunai pro dan kontra, sewa tanah bengkok Desa Surotrunan Kecamatan Alian akhirnya dibatalkan. Pembatalan dilakukan karena pihak penyewa dalam hal ini Sekdes setempat Ahmad Supandi dan Kasi Pemerintahan setempat Agus Susanto menilai penyewa telah melanggar perjanjian yang ada. Hal ini disampaikan langsung oleh Ahmad Supandi dan Agus Susanto. Pihaknya menegaskan karena tidak sesuai dengan perjanjian yang ada maka sewa dibatalkan. Selain itu semua biaya sewa yang dikeluarkan oleh penyewa juga telah dikembalikan. Dengan adanya pemberhentian sewa maka tanah bengkok tersebut kini kembali menjadi hak desa. Dalam hal ini dikelola oleh Ahmad Supandi dan Agus Susanto. Sekadar informasi, di Desa Surotrunan terdapat tanah bengkok seluas 150 ubin. Tanah tersebut dikerjakan oleh Agus Susanto dan Ahmad Supandi. Oleh keduanya tanah disewakan kepada Abdul Aziz yang merupakan salah satu anggota DPRD Kebumen. Perjanjian sewa tersebut di Akta Notariskan no 4 tanggal 11 Mei 2018. Adapun notarisnya yakni Drita Dwi Astuti SH. Jangka waktu sewa selama tiga tahun, terhitung sejak 11 Mei 2018. Kala itu Jabatan Kepala Desa Surotrunan masih dipegang oleh Khanifudin. Namun belakangan Khanifudin mengundurkan diri karena menjadi Calon Legislatif (Caleg). Adapun harga sewa selama tiga tahun yakni sebesar Rp 13.5 juta. Dalam akta notaris disebutkan jika pihak penyewa dapat mengambil manfaat atau mengusahakan objek sewa (tanah) tersebut selama tidak bertentangan dengan kepatutan dan kesusilaan serta hukum yang belaku. “Dalam hal ini penyewa melakukan pengurukan tanah atau mengalih fungsikan tanah pertanian untuk hal lain. Padahal untuk melaksanakan pengeringan sawah, harus ada ijin dari pemerintah. Pengurukan atau pengeringan tanah secara sepihak, membuat perjanjian tersebut batal,” tegas Agus dan Supandi, Senin (22/10). Adanya sewa tanah bengkok berupa lahan pertanian yang diuruk itu, dipersoalkan oleh warga Surotrunan. Bahkan mengancam akan membawa persoalan ini ke ranah hukum. Pasalnya warga tidak mengetahui jika tanah bengkok yang berupa lahan pertanian itu akan dialih fungsikan. Menanggapi hal itu Ahmad Supandi menjelaskan, jika pihaknya telah berulang kali mengingatkan penyewa untuk tidak melaksanakan pengurukan. Kendati demikian penyewa nekat melakukannya. Buntutnya warga marah dan memasang plang. “Kami telah membatalkan sewa tersebut, dan kini pengurukan juga sudah dihentikan,” jelasnya. Salah satu warga setempat Akif Fatwal Amin (38) menyampaikan, untuk dapat mengalih fungsilahan lahan tentunya harus mengikuti peraturan yang ada. Setidaknya ada rembuk desa terkait hal tersebut. Namun tanpa ada rembuk tiba-tiba tanah diuruk. “Kami meminta proses ini diselesaikan secara hukum. Termasuk jika ada indikasi-indikasi atau permainan yang dilakukan tidak sesuai aturan yang ada,” paparnya. Akif menegaskan, adannya permasalahan tersebut membuat warga banyak yang bertanya-tanya apakah hanya disewa tiga tahun apa lebih. Wacana tersebut muncul mengingat adanya issu yang mengatakan jika pihak penyewa telah mengeluarkan uang sebanyak Rp 112 juta. “Untuk itu dengan diselesaiakan secara hukum akan menjadi terang, siapa yang bersalah dan siapa yang benar. Kami mendorong persoalan ini untuk diselesaiakan secara hukum,” paparnya. Adanya persoalan tanah bengkok juga tak luput dari perhatian Ketua Lembaga Kontrol dan Advokasi Masyarakat (ELKAM) Dr Suratno SH MH. Pihaknya menegaskan setelah mempelajari Akta Perjanjianannya, pihaknya memastikan bahwa perjanjian itu sah secara hukum. Artinya pihak yang menyewakan tidak bersalah. Kendati demikian persoalannya bukan soal sewa menyewa, melainkan alih fungsi tanah dari pertanian menjadi tanah kering. “Ini yang menjadi pelanggaran untuk itu, harus diselesaiakan secara hukum,” ungkapnya. Dr Suratno menegaskan, adanya pembatalan perjanjian sewa, tidak akan menghentikan proses hukum. Sebab adanya pengeringan sawah membuat tanah bengkok tersebut beralih fungsi. Padahal belum ada ijin dari pihak terkait untuk mengalih fungsikan lahan. “Titik persoalanya buka di sewa menyewa melainkan pada alih fungsi. Untuk itu yang mengalih fungsikan harus bertanggungjawab secara hukum,” ucapnya. Sebelumnya, terkait persoalan tersebut, warga pernah menggelar pertemuan di Balai Desa setempat pada Minggu malam tadi (21/10). Hadir dalam pertemuan itu, Sekretaris desa, Kasie Pembangunan hingga Mantan Kepala Desa. Kendati demikian, pertemuan tidak menghasilkan keputusan yang memuaskan. (mam)

Tags :
Kategori :

Terkait