Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K Lukito
JAKARTA - Vaksin Nusantara (Vaknus) yang buatan dalam negeri masih mendapat catatan hitam dari BPOM. Namun demikian, antusias dan minat masyarakat untuk memperoleh vaksin ini terbilang tinggi.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K Lukito sempat mengatakan, ada sejumlah perhatian terhadap keamanan Vaksin Nusantara. Diantaranya kemampuan vaksin membentuk antibodi, dan pembuktian mutu produk vaksin dendritik yang belum memadai.
https://radarbanyumas.co.id/respons-antibodi-vaksin-nusantara-disorot-dinilai-tak-konsisten-dengan-dosis-yang-diberikan/
Menurut dia, data menunjukkan respons antibodi yang dihasilkan tidak konsisten dengan dosis vaksin dendritik yang diberikan. Kemudian, respons antibodi IgG terlihat meningkat hanya pada kelompok hewan yang diberikan kombinasi vaksin dendritik dengan Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GMCSF).
Dia menandaskan, untuk memastikan respons antibodi, BPOM menyarankan penelitian Vaksin Nusantara dikembangkan pada uji praklinik lebih dahulu. Meski tim peneliti telah melakukan uji klinik fase 1.
"Sarannya penelitian ini dikembangkan di praklinik, sebelum masuk ke uji klinik. Tujuannya untuk mendapatkan basic concept yang jelas. Sehingga pada uji klinik di manusia bukan merupakan percobaan yang belum pasti," papar Penny.
Namun, di bagian lain, kalangan DPR justru menyebut vaksin ini tanpa efek samping dan mampu meningkatkan imunitas. Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay dalam keteràngan persnya, Kamis (15/4) mengaku dirinya menjadi salah satu penerima vaksin yang digelar di RSPAD Gotot Subroto, Jakarta.
Vaksin produk dalam negeri tersebut harus mendapat perhatian pemerintah seperti disampaikan Presiden Joko Widodo bahwa Indonesia harus mengutamakan produknya sendiri.
"Kita masih tergantung negara lain. Ketika diembargo, program vaksinasi kita langsung terganggu. Setidaknya, mengganggu jadwal yang sudah ditetapkan sebelumnya. Di situ pentingnya kemandirian dan kedaulatan," katanya, Kamis (15/4).
Saat ini Indonesia masih mendapat embargo vaksin, sehingga program vaksinasi di dalam negeri terganggu. BPOM juga diharapkan memberi izin edar segera setelah penelitian vaksin ini rampung.
Minat terhadap vaksin Nusantara ini ternyata sangat tinggi. Terbukti dengan antrean panjang yang ada. Pihak RSPAD membatasi vaksinasi, karena mereka masih fokus pada studi dan penelitian yang dilaksanakan.
Saleh mengaku, sudah berdiskusi dengan para peneliti vaksin Nusantara dan para relawan yang divaksin, sehingga ia juga mau divaksin. Ketua Fraksi PAN DPR ini, melihat, vaksin Nusantara sangat potensial dikembangkan.
"Kita berani jadi contoh untuk divaksin lebih awal. Saya melihat, para peneliti dan dokter-dokter yang bertugas semuanya ikhlas. Tidak ada muatan politik sedikit pun. Saya berharap kedaulatan dan kemandirian Indonesia dapat terjamin dalam bidang kesehatan dan pengobatan. Saya yakin, momentum Covid-19 bisa menjadi pintu masuk," imbuh Saleh.
Terpisah, Satgas Penanganan COVID-19 meminta pengembang Vaksin Nusantara dapat berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Tujuannya agar isu-isu terkait vaksin tersebut dapat diselesaikan.
"Harapan Satgas untuk tim pengembangan Vaksin Nusantara agar dapat berkoordinasi dengan baik dengan BPOM. Ini penting supaya isu yang beredar ke publik dapat terselesaikan," kata Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito di Jakarta, Kamis (15/4).
Isu yang santer dibicarakan saat ini salah satunya mengenai keamanan vaksin tersebut. Wiku menyebut Vaksin Nusantara dikembangkan di Amerika Serikat. Kemudian diujicobakan di Indonesia.
Pada prinsipnya, lanjut Wiku, semua vaksin yang akan diberikan kepada masyarakat harus mendapat izin BPOM. Terutama aspek keamanan efikasi dan kelayakan. Selama memenuhi kriteria tersebut maka, pemerintah akan memberikan dukungan.
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyampaikan, bahwa terjadi kenaikan impor vaksin pada Maret 2021 menembus USD178,7 juta atau sekitar Rp2,617 triliun.
"Nilai impor vaksin untuk manusia di Maret 2021 sebesar USD178,7 juta. Ada kenaikan 102,5 persen dari bulan lalu,” kata Kepala BPS, Suhariyanto, di Jakarta, Kamis (15/4).
Secara komulatif, kata Suhariyanto, impor vaksin pada secara kumulatif pada kuartal I/2021 tercatat melonjak sangat tinggi. Adapun total nilai impor pada kuartal pertama 2021 mencapai USD 443,4 juta atau naik hingga 1.315 persen.
"Naik 1.315 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, bisa dipahami kenapa ini bisa terjadi," ujarnya.
Dari data BPS, vaksin Covid-19 masuk kategori kode HS 30022090, yang mencakup vaksin untuk pengobatan manusia, diluar tetanus, pertusis, meningitis dan polio. Impor dengan HS ini menjadi pendorong kenaikan signifikan di angka impor vaksin secara umum.
"Bisa disimpulkan, kenaikan impor vaksin dipicu oleh impor vaksin untuk keperluan vaksinasi Covid-19," pungkasnya. (rh/khf/der/fin)