BANJARNEGARA - Karena masjid dan mushola rusak akibat gempa, warga membangun tempat ibadah sementara dari tenda. Memang tidak sebagus bangunan permanen. Namun paling tidak bisa digunakan untuk salat lima waktu dan salat tarawih.
Kepala Desa Kertosari Kecamatan Kalibening Agung Wicaksono mengatakan mushola darurat ini dibangun agar warga tetap bisa menjalankan salat tarawih. Di Desa Kertosari, mushola darurat ini dibangun di Dusun Gunung Tawang dan Dusun Kebakalan. "Masjid di kedua dusun itu rusak akibat gempa. Sehingga dirobohkan agar dibangun lagi," paparnya.
Dengan dirobohkannya masjid, untuk sementara warga menempati mushola darurat. Sebagian warga, memilih membangun mushola darurat dari sisa-sisa rumah. Antara lain papan, kayu, triplek dan seng. "Warga membangun mushola darurat agar tetap bisa menjalankan ibadah dengan khusyuk di bulan suci Ramadhan," paparnya.
BERCENGKRAMA: Danrem 071/Wijayakusuma Kolonel Kav Dani Wardhana bercanda dengan anak-anak di pengungsMAS)
Selain tempat ibadah yang permanen dan tahan gempa, warga juga membutuhkan logistik untuk sahur dan berbuka.
Kepala Pelaksana BPBD Banjarnegara Arief Rahman mengatakan sejumlah mushola dibangun di lokasi pengungsian. Menurut dia, mushola darurat ini ada yang dibangun dari tenda, sisa material rumah dan baja ringan. "Kami membuatkan musala dengan tenda," paparnya. Sedangkan mushola dari baja ringan, merupakan bantuan dari donatur yang peduli.
Dia menjelaskan mushola dari tenda bisa menampung hingga 30 jamaah. Sedangkan mushola dari baja ringan bisa menampung sampai 50 jamaah.
Mushola darurat ini dibangun di sekitar masjid atau mushola yang dirobohkan. Sedangkan tempat ibadah yang hanya rusak ringan, tetapbisa digunakan oleh warga.
Sementara, Danrem 071/Wijayakusuma Kolonel Kav Dani Wardhana, kembali kunjungi pengungsi korban gempa bumi Kalibening Banjarnegara, Rabu (15/5) di lokasi Huntara (Hunian sementara).
Dalam kunjunganya ia membawa sejumlah bantuan, seperti selimut, tikar, mainan anak-anak, serta kebutuhan logistik lainya.
Huntara dibangun di Desa Tawang ditempati 22 KK. Masing-masing berukuran 4 m x 5 meter. Setiap KK memiliki pintu masing-masing. Huntara dibuat model kopel berderet menyerupai barak-barak tentara dan di fasilitasi 8 kamar mandi. Sedangkan di Desa Bakalan, huntara dibuat untuk 18 KK berukuran 3 meter x 7 meter. Dengan fasilitas yang hampir sama. “Hingga saat ini, pembangunan fasilitas huntara hampir 100 % rampung,” ujar Dani. (drn)